Usai Ditetapkan Jadi Tersangka, Mantan Dirut PT DI Langsung Ditahan

Budi Santoso ditahan di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur, sementara Irzal ditahan di Rutan KPK di belakang Gedung Merah Putih.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 13 Jun 2020, 17:24 WIB
Diterbitkan 12 Jun 2020, 18:06 WIB
firli
Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (12/6/2020). (Ist)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjerat mantan Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam kegiatan penjualan dan pemasaran di PT Dirgantara Indonesia tahun 2007-2017.

Hari ini keduanya diperiksa oleh tim penyidik KPK. Usai diperiksa, Budi langsung ditahan tim penyidik selama 20 hari ke depan.

"Setelah dilakukan pemeriksaan kepada kedua tersangka, penyidik akan melakukan penahanan untuk 20 hari ke depan terhitung sejak tanggal 12 Juni 2020 sampai dengan 1 Juli 2020," ujar Ketua KPK Komjen Firli Bahuri di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (12/6/2020).

Dia menyebut, Budi Santoso ditahan di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur.

"KPK akan terus berupaya semaksimal mungkin menyelesaikan perkara yang berhubungan dengan kerugian negara sebagai bentuk upaya penyelamatan keuangan negara," kata Firli.

Sebelumnya, KPK menjerat Direktur Utama PT DI Budi Santoso (BS) dalam kasus dugaan tidak pidana korupsi dalam kegiatan penjualan dan pemasaran di PT Dirgantara Indonesia tahun 2007-2017.

Firli menyebut, pada awal tahun 2008, tersangka Budi Santoso dan Irzal bersama-sama dengan Budi Wuraskito selaku Direktur Aircraft Integration, Budiman Saleh selaku Direktur Aerostructure, dan Arie Wibowo selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan, bertemu.

Mereka menggelar rapat mengenai kebutuhan dana PT DI untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya, termasuk biaya entertaintment dan uang rapat-rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan.

"Selanjutnya Tersangka BS mengarahkan agar tetap membuat kontrak kerja sama mitra/keagenan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut. Namun sebelum dilaksanakan, tersangka BS meminta agar melaporkan terlebih dahulu rencana tersebut kepada pemegang saham yaitu Kementerian BUMN," kata Firli.

Firli mengatakan, Budi memerintahkan Irzal dan Arie Wibowo menyiapkan administrasi dan koordinasi proses kerja sama mitra/keagenan. Kemudian Irzal menghubungi Didi Laksamana untuk menyiapkan perusahaan yang akan dijadikan mitra/agen.

Menurut Firli, mulai Juni 2008 sampai 2018, dibuat kontrak kemitraan/agen antara PT Dirgantara Indonesia yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration dengan Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.

"Atas kontrak kerjasama mitra/agen tersebut, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerjasama," kata Firli.

Dia melanjutkan, bahwa pada tahun 2011, PT Dirgantara Indonesia baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen, setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan. Selama tahun 2011 hingga 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia kepada 6 perusahaan tersebut sekitar Rp 205,3 milyar dan USD 8,65 juta.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Permintaan Sejumlah Uang

Bahwa setelah keenam perusahaan tersebut menerima pembayaran dari PT Dirgantara Indonesia, terdapat permintaan sejumlah uang baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp 96 miliar yang kemudian diterima oleh pejabat di PT Dirgantara Indonesia (persero) di antaranya Budi Santoso, Irzal Rizaldi, Arie Wibowo, dan Budiman Saleh.

"Perbuatan para tersangka diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara, dalam hal ini PT Dirgantara Indonesia sekitar Rp 205,3 milyar dan USD 8,65 juta," kata Firli.

Budi dan Irzal disangkakan melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya