KPK: Imam Nahrawi Tak Kooperatif dalam Persidangan Suap Hibah KONI

KPK merespons protes pihak Imam Nahrawi soal dugaan aliran dana suap ke pejabat BPK dan Kejagung.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 01 Jul 2020, 11:42 WIB
Diterbitkan 01 Jul 2020, 11:42 WIB
Imam Nahrawi Jalani Sidang Lanjutan
Terdakwa kasus suap dana hibah Kemenpora kepada KONI, Imam Nahrawi saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (18/3/2020). Sidang lanjutan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi ini menyimak keterangan saksi-saksi. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi tak kooperatif selama menjalani persidangan kasus dugaan suap dana hibah terhadap Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).

Hal ini sekaligus menanggapi pernyataan tim penasihat hukum Imam Nahrawi yang menyesali sikap KPK tidak mendalami sadapan pembicaraan aliran uang ke mantan Jaksa Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Adi Toegarisman dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi.

"Berdasarkan informasi JPU, selama persidangan Imam Nahrawi tidak kooperatif mengakui fakta adanya penerimaan sejumlah uang maupun pengetahuannya mengenai dugaan pihak-pihak lain juga menerima sejumlah uang sebagaimana apa yang disampaikan penasihat hukumnya tersebut," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Rabu (1/7/2020).

Ali mengatakan, sejatinya Imam Nahrawi selama penyidikan maupun persidangan bisa kooperatif dan membongkar peran pihak lain. Namun menurut Ali, hal tersebut tak dilakukan Imam.

"Saat ini, perkara sudah diputus majelis hakim dan Imam Nahrawi dinyatakan bersalah berdasarkan adanya alat bukti yang cukup sejak awal penyidikan. Termasuk di antaranya soal sadapan tersebut justru merupakan petunjuk benar adanya penerimaan uang oleh terdakwa selaku Menpora saat itu," kata Ali.

Ali menyatakan, KPK mempersilakan tim penasihat hukum Imam Nahrawi mengambil upaya hukum lanjutan, yakni banding jika merasa keberataan dengan putusan yang sudah dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta.

"Apabila tim penasihat hukum tidak menerima putusan, silakan masih ada langkah hukum yang bisa ditempuh," kata Ali.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Dugaan Keterlibatan Pejabat BPK dan Kejagung

Miftahul Ulum
Asisten Pribadi Mantan Menpora Imam Nahrawi, Miftahul Ulum seusai pemeriksaan di gedung KPK Jakarta, Rabu (8/1/2020). Berkas perkara tersangka Miftahul Ulum terkait kasus korupsi dana hibah dari pemerintah kepada KONI telah lengkap (P21) dan siap untuk disidangkan. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Diketahui, dalam persidangan Imam Nahrawi, mantan asisten pridadinya Miftahul Ulum mengungkap ada aliran ke pejabat di BPK dan Kejagung.

Menurut penasihat hukum Imam, Wa Ode Nur Zainab, hal tersebut diungkapkan di persidangan namun tak ditindaklanjuti lebih dalam oleh KPK. Bahkan, lanjutnya, Ulum juga menjelaskan ihwal waktu-waktu pemberiam uang-uang itu.

Ulum, kata Wa Ode sampai diancam agar seakan-akan uang itu diterimanya sendiri, supaya opini yang berkembang justru ke Menpora Imam Nahrawi.

“Ada tapping (sadapan) pembicaraan soal uang itu sebenarnya. Tanya ke KPK, dan padahal ada buktinya, tapi itu tidak pernah didalami,” ujarnya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (30/6/2020).

Menurut Wa Ode, Ulum juga membeberkan fakta-fakta aliran uang tersebut saat diperiksa KPK, hanya saja Ulum meminta maaf karena menyebutkan identitas personal saat di persidangan.

“Beberapa kali saya ketemu, beliau (Ulum) itu sebenarnya dengan gamblang sekali bercerita, kepada saya, bagaimana beliau tahu ada uang yang diberikan ke penegak hukum sebelah, bahkan disebutkan orang-orangnya siapa, yang mengantarkan uangnya siapa, itu disebutkan,” kata Zainab.

Imam divonis 7 tahun penjara denda Rp 400 juta subsider 3 bulan kurungan. Selain pidana badan, Imam juga diwajibkan untuk membayar uang pengganti senilai Rp 18.154 238.882. Jika tidak dibayarkan, maka harta benda milik Imam Nahrawi akan disita dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Selain itu, Imam juga dikenakan hukuman tambahan dengan pencabutan hak politik selama 4 tahun setelah menjalani masa pidana penjara. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor juga menolak Justice Collaborator yang diajukan oleh Imam Nahrawi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya