Tolak Pemulasaraan Jenazah Pasien Covid-19 dengan Protokol Kesehatan Akan Dipidana

Pemprov DKI Jakarta melarang masyarakat menolak pengurusan atau pemulasaran jenazah yang berstatus suspek, probable dengan protokol kesehatan sesuai penanganan virus corona atau Covid-19.

oleh Ika Defianti diperbarui 21 Agu 2020, 13:28 WIB
Diterbitkan 21 Agu 2020, 11:51 WIB
Kesunyian Pemakaman Pasien Covid-19
Petugas menggotong peti jenazah pasien Covid-19 di TPU Tegal Alur, Jakarta, Rabu (15/4/2020). Juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona Achmad Yurianto menyampaikan per Rabu (15/4) jumlah pasien terkonfirmasi 5.136 dan meninggal 469 orang. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Pemprov DKI Jakarta melarang masyarakat menolak pengurusan atau pemulasaran jenazah yang berstatus suspek, probable dengan protokol kesehatan sesuai penanganan virus corona atau Covid-19.

Hal tersebut berdasarkan Pasal 24 dalam Peraturan Gubernur Nomor 79 tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya dan Pengendalian Covid-19.

"Setiap orang dilarang mengambil paksa jenazah yang berstatus suspek, probable, atau konfirmasi dari fasilitas pelayanan kesehatan," kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam Pergub tersebut, Jumat (21/8/2020).

Lanjut dia, bila masyarakat tetap nekat menolak pengurusan jenazah yang berstatus suspek, probable, atau konfirmasi positif Covid-19 maka dapat dijerat pasal tindak pidana.

"Pengenaan sanksi pidana sebagaimana di maksud dilaksanakan oleh Kepolisian," ucapnya.

Selain itu, Pergub yang ditandatangani Anies pada 19 Agustus 2020 juga mengatur terkait pemberian denda progresif terkait pelanggaran protokol kesehatan. 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Pemberlakuan Denda

Salah satu denda progresif yang akan diberlakukan yakni terkait penggunaan masker ketika beraktivitas di luar rumah. Berdasarkan Pasal 5, warga yang tidak mengenakan masker akan didenda administrasi sebesar Rp 250 ribu atau kerja sosial membersihkan sarana fasilitas umum menggunakan rompi selama satu jam.

Namun, bila warga tersebut melakukan pelanggaran secara berulang maka akan dikenakan sanksi lebih berat secara administrasi ataupun kerja sosial.

"Pelanggaran berulang kali dikenakan kerja sosial membersihkan sarana fasilitas umum dengan mengenakan rompi selama 120 menit atau denda administratif paling banyak sebesar Rp500 ribu," kata Anies dalam Pergub yang dikutip Liputan6.com, Jumat (21/8/2020).

Kemudian pelanggaran untuk yang kedua kalinya, warga dikenakan kerja sosial membersihkan sarana fasilitas umum dengan mengenakan rompi selama 180 menit atau denda administratif paling banyak sebesar Rp 750 ribu.

Lalu, bila masyarakat melakukan pelanggaran berulang sebanyak tiga kali atau lebih, maka warga dikenakan sanksi kerja sosial membersihkan sarana fasilitas umum dengan mengenakan rompi selama empat jam atau denda administratif sebesar Rp 1 juta.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya