Liputan6.com, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) sempat membeberkan bahwa Polri menggunakan anggaran sebesar Rp 408,8 miliar untuk persiapan mengamankan unjuk rasa menolak pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono menyampaikan, anggaran tersebut bukan diperuntukkan untuk pengamanan aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja. Menurut dia, anggaran itu untuk mengawal pengamanan Pilkada Serentak 2020.
Baca Juga
"Itu anggaran 2020 di Pos Sabhara untuk perlengkapan Dalmas (pengendalian massa) untuk helm, pelindung kaki, tameng, tongkat, dan lain-lain perlengkapan perorangan. Itu dikhususkan untuk pengadaan alat-alat Dalmas bagi Polda-Polda yang melaksanakan Pilkada Serentak," tutur Awi saat dikonfirmasi, Sabtu (10/10/2020).
Advertisement
Awi menegaskan, pihaknya transparan dalam menggunakan anggaran. Masyarakat pun dapat mengakses data tersebut lewat Layanan Penyediaan Secara Elektronik Polri (LPSE).
"Karena itu ditenderkan terbuka dan sudah berjualan. Bahkan BPK RI sekarang lagi di Mabes Polri sedang melakukan pemeriksaan itu, tidak masalah. Tapi ada apa dikaitkan-kaitan dengan demo sekarang," jelas Awi.
Aksi unjuk rasa menentang Omnibus Law UU Cipta Kerja pada Kamis 8 Oktober 2020 berakhir ricuh. Hal itu buntut kekecewaan atas disahkannya RUU tersebut melalui sidang paripurna DPR pada Senin 5 Oktober 2020.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
18 Pos Polisi di Jakarta Dirusak
Di Jakarta, tercatat ada 18 pos polisi yang dirusak oleh para perusuh tersebut. Dalam kejadian tersebut, polisi mengamankan sebanyak 1.192 orang dan terdapat 285 orang yang terindikasi terlibat pidana.
Polisi masih mendalami dugaan keterlibatan 285 orang itu dengan tindak pidana seperti melawan petugas, perusakan fasilitas umum, hingga membawa senjata tajam.
Advertisement