Liputan6.com, Jakarta - Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito menyebut, para eksportir yang mendapatkan izin ekspor benih lobster atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) diwajibkan menyetor uangnya di bank garansi sesuai perintah Menteri KKP Edhy Prabowo.
Suharjito yang sudah menjadi terdakwa dalam perkara ini menyatakan demikian usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (23/3/2021).
"Kalau bank garansi, semua eksportir yang sudah menjalankan, ya, pasti bayar, itu keharusan. Mungkin memang (uangnya) untuk Pak Edhy Prabowo atau bagaimana," ujar Suharjito.
Advertisement
Menurut Suharjito, besaran uang yang harus disetorkan eksportir ke bank garansi harus sesuai dengan jenis dan jumlah benih lobster yang ingin diekspor.
"Loh itu sudah ada ketentuan. Kalau benur pasir Rp 1.000, kalau mutiara Rp 1.500 (per ekor). Bank garansinya sesuai kita ekspor, sesuai jumlah ekspor," kata Suharjito.
Namun Suharjito tak mengingat besaran uang yang sudah dia setorkan. Menurutnya, penyetoran uang ke bank garansi menjadi wajib lantaran diklaim untuk pemasukan keuangan negara.
"Bank garansi dulu, dijaminkan, itu kan untuk uang negara," kata dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
KPK sebut pembentukan bank garansi melanggar hukum
Sebelumnya, KPK menegaskan pembentukan bank garansi dalam kasus ekspor benih lobster melanggar hukum. Bank garansi diyakini menjadi modus yang dilakukan Edhy untuk mendapatkan uang dari para eksportir.
"KPK memandang bahwa bank garansi dengan alasan pemasukan bagi negara melalui penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dimaksud juga tidak memiliki dasar aturan sama sekali," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa, (23/3/2021).
Pada Senin, 15 Maret 2021 lalu, KPK melakukan penyitaan terhadap uang tunai senilai Rp 52,3 miliar dalam kasus ini. Uang tersebut disita dari Bank BNI 46.
KPK menyebut Edhy Prabowo diduga memerintahkan Sekjen KKP Antam Novambar agar membuat surat perintah tertulis terkait dengan penarikan jaminan bank (bank garansi) dari para eksportir kepada Kepala BKIPM (Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan).
Selanjutnya Kepala BKIPM memerintahkan Kepala Kantor Balai Karantina Besar Jakarta I Soekarno Hatta untuk menerima Bank Garansi tersebut. Padahal, menurut Ali, aturan penyerahan jaminan bank tersebut tak pernah ada.
"Aturan penyerahan jaminan bank dari para eksportir sebagai bentuk komitmen dari pelaksanaan ekspor benih bening lobster tersebut diduga tidak pernah ada," kata Ali.
Dalam kasus ini KPK menjerat Edhy Prabowo dan enam tersangka lainnya. Mereka adalah Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP, Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo, Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP, Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP, Amiril Mukminin (AM) selaku sespri menteri, dan Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP).
Edhy diduga telah menerima sejumlah uang dari Suharjito, chairman holding company PT Dua Putera Perkasa (DPP). Perusahaan Suharjito telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK).
Untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp 1.800/ekor. Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy.
Advertisement