Moeldoko Sebut Gugatan Perusahaan Singapura Bukan Jadi Pertimbangan Pengambilalihan TMII

Menurut dia, pertimbangan alih kelola TMII lantaran Yayasan Harapan Kita terus menombok Rp 40-50 miliar per tahunnya.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 09 Apr 2021, 18:32 WIB
Diterbitkan 09 Apr 2021, 18:32 WIB
Moeldoko
Kepala Staf Presiden RI, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut gugatan perusahaan Singapura, Mitora Pte.Ltd bukan pertimbangan pemerintah mengambil alih Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang selama 44 tahun dikelola Yayasan Harapan Kita. Menurut dia, gugatan itu secara eksplisit tak tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2021.

"Pertimbangan itu secara eksplisit tidak masuk ke dalam Perpres. Mungkin ada itu nanti akan dilihat ya. Tapi dari Perpres yang ada tidak ada pertimbangan itu," kata Moeldoko kepada wartawan, Jumat (9/4/2021).

Menurut dia, TMII yang selalu merugi selama dikelola Yayasan Harapan Kita menjadi salah satu pertimbangan pemerintah akhirnya mengambil alih pengelolaan aset negara. Moeldoko mengatakan Yayasan Harapan Kita harus menombok Rp 40-50 miliar setiap tahunnya untuk menutupi kerugian TMII.

"Perlu saya sampaikan sampai saat ini kondisi TMII dalam pengelolaannya itu mengalami kerugian dari waktu ke waktu. Saya dapat informasi bahwa setiap tahun, Yayasan Harapan Kita menyubsidi antara 40-50 miliar," jelas dia.

Dengan kerugian sebesar itu, Moeldoko mengatakan TMII sudah pasti tak bisamemberikan kontribusi kepada keuangan negara. Sehingga, pemerintah memutuskan mengambil alih pengelolaan TMII.

"Tadi saya sampaikan ada kerugian Rp 40-50 miliar per tahun. Itu jadi pertimbangan. Kasian Yayasan Harapan Kita nombokin terus dari waktu ke waktu," ucap dia.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Pendampingan Sejak 2016

Menurut dia, Menteri Sekretaris Negara Pratikno telah melakukan pendampingan kepada TMII pada 2016. Hingga akhirnya, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, dan Badan Pemeriksa Keuangan melakukan audit keuangan TMII.

Hasilnya, BPK merekomendasikan agar pengelolaan TMII diambil alih oleh Kementerian Sekretariat Negara. Hal ini agar kualitas pengelolaan aset negara dapat optimal dan lebih baik sehingga bisa memberikan kontribusi terhadap keuangan negara.

Saat ini, Kementerian Sekretariat Negara membentuk tim transisi untuk mengelola dan membenahi TMII selama tiga bulan. Setelah itu, TMII nantinya akan dikelola secara profesional oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang pariwisata.

"Sekali lagi di dalam pengelolaannya perlu ada perbaikan. Di situ poinnya. Perbaikan itu saat ini sudah disiapkan tim transisi. Tiga bulan untuk siapkan ke depannya dikelola seperti apa," tutur Moeldoko.

Sebelumnya, Perusahaan konsultan asal Singapura, Mitora Pte Ktd menggugat lima anak Presiden Soeharto secara perdata. Gugatan terdaftar dengan nomor perkara 244/Pdt.G/2021/PN JKT. SEL.

Dilansir dari situs PN Jakarta Selatan, ada enam orang tergugat, yaitu Yayasan Purna Bhakti Pertiwi, Siti Hastuti Rukmana, Bambang Trihatmojo, Siti Hediati Hariyadi, Sigit Harjojudanto, dan Siti Hutami Endang Adiningsih.

Mitora menggugat keenamnya dengan nilai gugatan mencapai Rp 584 miliar, dengan rincial Rp 84 miliar untuk membayar kewajiban dan Rp 500 miliar untuk ganti rugi immateriil. Selain itu, Mitora juga meminta menyita Museum Purna Bhakti Pertiwi dan Puri Jati Ayu di Taman Mini Indonesia Indah (TMII).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya