Sidang Perdana Praperadilan SP3 Kasus BLBI Digelar Hari Ini

Sidang praperadilan atas SP3 kasus BLBI dijadwalkan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (7/6/2021).

oleh Fachrur Rozie diperbarui 07 Jun 2021, 09:45 WIB
Diterbitkan 07 Jun 2021, 09:40 WIB
Mahasiswa Tolak Penerbitan SP3 Kasus BLBI
Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi BEM Seluruh Indonesia melakukan unjuk rasa di depan Gedung KPK, Jakarta, Jumat (9/4/2021). Mereka mempertanyakan penerbitan SP3 terkait kasus dugaan korupsi BLBI untuk Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Sjamsul Nursalim. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadiri sidang perdana gugatan praperadilan atas penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kasus korupsi penerbitan surat keterangan lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) dengan tersangka Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim.

Sidang praperadilan atas SP3 kasus BLBI tersebut dijadwalkan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (7/6/2021). Boyamin berharap KPK memberikan teladan yang baik dengan menghadiri persidangan.

"Semoga KPK akan hadir sebagai bentuk penghormatan proses hukum dan tentunya KPK akan memberikan alasan, jawaban, dan bukti atas terbitnya SP3 tersebut," kata Boyamin dalam keterangannya, Senin (7/6/2021).

Boyamin yakin, MAKI akan memenangkan gugatan praperadilan ini. Sebab, menurut Boyamin, KPK tidak memiliki alasan yang jelas menghentikan penyidikan kasus penerbitan SKL BLBI terhadap Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim.

Menurut Boyamin, alasan KPK menghentikan kasus Sjamsul berdasarkan putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) yang melepas mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung. Padahal, kata Boyamin, hukum di Indonesia tidak mengenal putusan seseorang menjadi dasar menghentikan perkara orang lain.

"MAKI yakin akan memenangkan gugatan ini dikarenakan Hukum Indonesia tidak menganut putusan seseorang dijadikan dasar menghentikan perkara orang lain atau yurisprudensi. Seseorang tersangka bisa dihukum bersalah atau bebas setelah melalui proses persidangan, bukan atas dasar SP3 oleh penyidik KPK," kata dia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

KPK Terbitkan SP3

Mahasiswa Tolak Penerbitan SP3 Kasus BLBI
Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi BEM Seluruh Indonesia melakukan unjuk rasa di depan Gedung KPK, Jakarta, Jumat (9/4/2021). Mereka mempertanyakan penerbitan SP3 terkait kasus dugaan korupsi BLBI untuk Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Sjamsul Nursalim. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Diberitakan, KPK menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) perkara penerbitan SKL BLBI teehadap BDNI. Dengan penerbitan SP3 ini, secara otomatis KPK melepas status tersangka yang sempat disematkan kepada pemilik BDNI Sjamsul Nursalim dan istrinya, Ijtih Nursalim.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut alasan penerbitan SP3 untuk Sjamsul dan Ijtih Nursalim berdasarkan putusan kasasi yang dijatuhkan Mahkamah Agung (MA) terhadap mantan Kepala Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.

"Putusan MA atas kasasi Nomor: 1555 K/Pid.Sus/2019 tanggal 9 Juli 2019 dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung menyatakan bahwa perbuatan terdakwa bukan merupakan tindak pidana, dan melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging)," ujar Alex di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (31/3/2021).

Dalam dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum pada KPK disebutkan jika Syafruddin melakukan perbuatan tersebut bersama-sama dengan Sjamsul dan Itjih. Perkara yang menjerat Syafruddin ini merupakan acuan KPK menjerat Sjamsul dan Ijtih.

Lantaran Syafruddin divonis lepas oleh MA, dengan demikian unsur penyelenggara negara dalam perkara BLBI yang ditangani KPK sudah tidak ada. Sjamsul dan Itjih merupakan pihak swasta.

"KPK berkesimpulan syarat adanya perbuatan penyelenggara negara dalam perkara tersebut tidak terpenuhi," kata Alex.

Syafruddin diketahi divonis 13 tahun oleh Pengadilan Tipiikor, Jakarta Pusat. Putusan itu dibacakan pada 24 September 2018. Syafruddin tidak puas atas putusan Pengadilan Tipikor dan mengajukan banding. Tetapi hukuman Syafruddin diperberat menjadi 15 tahun pidana penjara dan denda Rp 1 miliar.

Hukumannya ditambah, Syafruddin mengajukan upaya hukum kasasi. Vonis MA atas kasasi Syafruddin menggurkan putusan pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding. Syafruddin divonis lepas dari segala tuntutan hukum.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya