Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa Adi Wahyono, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dituntut untuk dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp350 juta subsider enam bulan kurungan. Tuntutan itu lebih ringan dari Mantan PPK, Matheus Joko Santoso yang dituntut delapan tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider enam bulan penjara.
"Menuntut supaya majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini dapat memutuskan, menyatakan terdakwa (Adi Wahyono) telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan bersalah sebagaimana dakwaan kedua," ujar jaksa KPK saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (13/8/2021).
Sebagaimana yang disangkakan dalam dakwaan primair Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Advertisement
"Agar (majelis hakim) menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Adi Wahyono dengan pidana selama tujuh tahun dan pidana denda sebesar Rp 350 juta subsider enam bulan kurungan," kata jaksa.
Pasalnya, dalam perkara ini terdakwa Adi Wahyono, dianggap jaksa ikut terlibat dalam mengumpulkan fee Rp 10.000 pada setiap paket bansos pandemi Covid-19 dari para vendor untuk wilayah Jabodetabek yang totalnya mencapai Rp32,48 miliar, sebagaimana perintah dari Mantan Mensos Juliari Peter Batubara untuk kepentingan pribadinya.
Dimana uang sebesar Rp32,48 miliar tersebut diterima atas penunjukan PT Pertani (Persero), PT Mandala Hamonangan Sude, dan PT Tigapilar Agro Utama, serta beberapa penyedia barang lainnya dalam pengadaan bansos sembako dalam rangka penanganan Covid-19 pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS) Kementerian Sosial.
Hal yang Memberatkan
Sementara dalam pertimbangan hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintah yang bersih dari kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN), dimana perbuatan terdakwa dilakukan dalam kondisi daurat bencana pandemi Covid-19.
"Sedangkan hal yang meringankan terdakwa tidak pernah dihukum, terdakwa mengakui secara terus terang perbuatannya, terdakwa menyesali perbuatannya, terdakwa mendapatkan status saksi pelaku yang bekerja sama sebagai Justice Collaborator (JC)," kata jaksa.
Reporter: Bachtiarudin Alam
Sumber: Merdeka.com.
Advertisement