Mantan Dirut Pelindo II RJ Lino Dituntut 6 Tahun Penjara

Menanggapi tuntutan ini, RJ Lino menyatakan akan mengajukan pembelaan pada sidang lanjutan.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 11 Nov 2021, 17:20 WIB
Diterbitkan 11 Nov 2021, 17:19 WIB
Mantan Dirut PT Pelindo II RJ Lino Ditahan KPK
Mantan Dirut PT Pelindo II (Persero) Richard Joost Lino mengenakan rompi tahanan usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Jumat (26/3/2021). RJ Lino ditetapkan sebagai tersangka pada Desember 2015 lalu dalam dugaan korupsi pengadaan tiga unit Quay Container Crane. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II Richard Joost Lino atau RJ Lino dituntut 6 tahun penjara denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Tim jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini RJ Lino terbukti bersalah melakukan korupsi dalam pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) pada PT Pelindo II tahun 2011. Jaksa menyakini perbuatan RJ Lino merugikan keuangan negara sebesar USD 1,99 juta.

"Menjatuhkan pidana berupa pidana selama 6 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan," ujar Jaksa KPK Wawan Yunarwanto membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (11/11/2021).

Jaksa mempertimbangkan hal memberatkan dan meringankan dalam tuntutannya. Hal yang memberatkan yakni RJ Lino dianggap dinilai tidak mendukung pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi.

"Terdakwa menguntungkan pribadi dan terdakwa berbelit-belit," kata Jaksa Wawan.

Sementara hal meringankan yakni RJ Lino belum pernah menjalani proses hukum.

RJ Lino dituntut melanggar Pasal 2 Ayat (1) UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Menanggapi tuntutan ini, RJ Lino menyatakan akan mengajukan pembelaan pada sidang lanjutan. "Saya akan mengajukan pleidoi dan dan penasihat hukum mengajukan pleidoi," kata RJ Lino.

Dakwaan RJ Lino

RJ Lino Kembali Jalani Pemeriksaan KPK
Mantan Dirut PT Pelindo II (Persero) Richard Joost Lino usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (26/4/2021). RJ Lino diperiksa sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelindo II tahun 2010. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Mantan Dirut PT Pelindo II RJ Lino didakwa melakukan korupsi pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) pada PT Pelindo II tahun 2011. Jaksa penuntut umum KPK menyebut perbuatan RJ Lino itu mengakibatkan kerugian negara sebesar USD 1.997.740,23.

"Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara cq PT Pelindo II (persero) sebesar USD 1.997.740,23," ujar jaksa dalam dakwaannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/8/2021).

Jaksa menyebut RJ Lino mengintervensi proses pengadaan QCC dengan menunjuk Wuxi Hua Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co. Ltd. (HDHM) sebagai perusahaan pelaksana proyek.

Tindak pidana korupsi itu dilakukan RJ Lino bersama dengan Ferialdy Norlan selaku Diektur Operasi dan Teknik PT Pelindo II dan Chairman Wuxi Hua Dong Heavy Machinery Sience and Technology (HDHM) Weng Yaogen.

Jaksa menyebut, tindakan RJ Lino bertentangan dengan Pasal 2 Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa BUMN dalam Pasal 1, Pasal 3 ayat (2), Pasal 6 ayat (1) SK Direksi Nomor HK.56/5/10/PI.II-09 Tanggal 9 September 2009 tentang Ketentuan Pokok dan Tatacara Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan PT Pelindo I.

Dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan RJ Lino bermula saat PT Pelindo II mengadakan lelang pengadaan crane untuk Pelabuhan Panjang, Pelabuhan Pontianak, dan Pelabuhan Palembang. Namun, tak kunjung mendapatkan pemenang.

Kemudian, PT Pelindo II membuka lagi proses pelelangan pada April 2009 dengan mengubah sperifikasi crane single lift QCC berkapasitas 40 ton. Meski demikian, tak ada satupun peserta lelang.

Hingga akhirnya, PT Pelindo II menujuk langsung PT Barata Indonesia sebagai pemenang lelang. Sehingga terjadi negosiasi antara PT Pelindo II dengan PT Barata Indonesia. Tapi, saat proses negosiasi berlangsung RJ Lino justru mengundang PT HDHM untuk melakukan survei langsung ke beberapa pelabuhan tersebut.

Untuk memuluskan rencananya, RJ Lino menyuruh bawahannya, Wahyu Hardiyanto, mengubah SK Direksi Nomor HK.56/5/10/PI.II-09 Tanggal 9 September 2009 tentang Ketentuan Pokok dan Tatacara Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan PT Pelindo II.

Hingga akhirnya, PT HDHM terpilih sebagai pihak pengadaan. Sehingga, dalam pengadaan itu PT Pelindo II harus membayar USD 15.165.150.

"Harga wajar sebenarnya USD 13.579.088,71. Sehingga menyebabkan terjadinya kemahalan harga pembelian tiga unit Twinlift QCC dari HDHM sebesar USD 1.974.911,29 " kata jaksa.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya