Rupiah Menguat terhadap Dolar Usai Rilis Inflasi, Hari Ini di Level Rp 16.800 per USD

Rupiah menguat terhadap dolar AS meski Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indeks Harga Konsumen (IHK) inflasi 1,65% secara bulanan atau month to month (MtM) pada Maret 2025.

oleh Natasha Khairunisa Amani Diperbarui 09 Apr 2025, 17:15 WIB
Diterbitkan 09 Apr 2025, 17:15 WIB
20150812-Rupiah-Anjlok
Petugas menghitung uang pecahan US$100 di pusat penukaran uang, Jakarta, , Rabu (12/8/2015). Reshuffle kabinet pemerintahan Jokowi-JK, nilai Rupiah terahadap Dollar AS hingga siang ini menembus Rp 13.849. (Liputan6.com/Johan Tallo)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami penguatan pada Rabu, 9 April 2025. Rupiah ditutup menguat 18 poin terhadap Dolar AS (USD), setelah sebelumnya sempat melemah 85 poin di level Rp 16.872 dari penutupan sebelumnya di level Rp 16.890.

“Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp 16.860 - Rp 16.900,” ungkap pengamat mata uang Ibrahim Assuaibi, dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (9/3/2025).

Rupiah menguat meski Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indeks Harga Konsumen (IHK) inflasi 1,65% secara bulanan atau month to month (MtM) pada Maret 2025.

Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M. Habibullah mengungkapkan bahwa erjadi kenaikan IHK dari 105,48 pada Februari 2025 menjadi 107,22 pada Maret 2025. Secara year on year (YoY), Indonesia mengalami inflasi sebesar 1,03% dan secara tahun kalender atau year to date (YtD) terjadi inflasi sebesar 0,39%.

“Hari ini pasar sedikit goyah setelah Presiden AS Donald Trump menambah tarif baru yang juga ditujukan pada beberapa ekonomi utama di luar Tiongkok salah satunya Indonesia yang terkena dampak tarif 32%,” kata Ibrahim.

Pada Selasa (8/4), Trump menandatangani perintah yang mengenakan tarif tambahan sebesar 50% pada Tiongkok, sehingga tarif kumulatif AS terhadap negara tersebut menjadi 104%.

Angka tersebut jauh di atas 60% yang diumumkan Trump selama kampanye Pilpres AS di 2024 lalu.

AS-Tiongkok Saling Balas Tarif Impor

20150812-Rupiah-Anjlok
Petugas memperlihatkan uang pecahan US$100 dan rupiah di pusat penukaran uang, Jakarta, , Rabu (12/8/2015). Reshuffle kabinet pemerintahan Jokowi-JK, nilai Rupiah terahadap Dollar AS hingga siang ini menembus Rp 13.849. (Liputan6.com/Johan Tallo)... Selengkapnya

Trump mengatakan, kenaikan 50% tersebut merupakan balasan atas pengenaan tarif balasan sebesar 34% oleh Tiongkok terhadap AS pekan lalu. “Pelonggaran kontrol yuan oleh PBOC tampaknya ditujukan untuk meningkatkan nilai ekspor Tiongkok, yang pada gilirannya dapat membantu ekonomi terbesar kedua di dunia itu menghadapi perang dagang yang mengerikan dengan AS,” papar Ibrahim. Sejauh ini, Tiongkok tidak menunjukkan niat untuk menghentikan pengenaan tarif balasan, dengan Kementerian Perdagangan berjanji untuk "berjuang sampai akhir" dengan AS atas peningkatan tarifnya.

“Pasar juga berspekulasi bahwa Tiongkok membuang kepemilikannya yang besar atas Obligasi Pemerintah AS, yang menyebabkan lonjakan besar dalam imbal hasil,” kata Ibrahim.

 

PM Singapura Protes AS Kenakan Tarif Impor 10%

PM Singapura Lawrence Wong Pulang Kampung Naik Pesawat Kelas Ekonomi dari Laos
Perdana Menteri Singapura Lawrence Wong di KTT ASEAN di Laos. (dok. NHAC NGUYEN / AFP)... Selengkapnya

Perdana Menteri Singapura, Lawrence Wong buka suara terkait pengenaan tarif impor sebesar 10% terhadap negaranya oleh Amerika Serikat.

Mengutip The Straits Times, Rabu (9/4/2025) Lawrence Wong dalam pidatonya yang bernada keras mengkritik tarif impor yang dikenakan AS pada Singapura, dengan menyoroti hubungan dagang kedua negara.

Dia menyebut, keputusan pengenaan tarif impor 10% oleh Presiden AS Donald Trump "bukan tindakan yang dilakukan seseorang terhadap seorang teman".

Dalam pernyataannya di parlemen Singapura, Lawrence Wong juga mengatakan bahwa tarif baru yang luas bukanlah "reformasi" terhadap tatanan perdagangan global, tetapi penolakan terhadap sistem yang pernah diperjuangkan AS.

Menurutnya, jika bea masuk tersebut benar-benar timbal balik dan ditujukan pada negara-negara surplus perdagangan, tarif untuk Singapura seharusnya nol.

Selain itu, PM Lawrence Wong juga menilai bahwa tarif universal menandai titik balik yang mendalam dalam perdagangan global, menjauh dari globalisasi berbasis aturan dan menuju era yang lebih sewenang-wenang, proteksionis, dan berbahaya.

"Perasaan bahwa AS telah memberikan terlalu banyak dengan mengizinkan China bergabung dengan WTO; dan bahwa China bersaing secara tidak adil, misalnya, dengan memberikan subsidi besar-besaran kepada perusahaannya sendiri, memasang hambatan nontarif, dan membatasi akses pasar bagi perusahaan-perusahaan AS. Kekhawatiran ini harus ditangani dalam kerangka WTO," kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya