Lingkaran Survei Indonesia dan Yayasan Denny JA merilis survei terbarunya "Dicari Capres 2014 yang Melindungi Keberagaman". Dalam survei tersebut juga mencantumkan lima fakta kasus kekerasan terburuk yang terjadi.
Menurut Peneliti Yayasan Denny JA, Novriantoni Kahar mengatakan, lima kasus terburuk itu adalah kasus kekerasan antaretnis di Maluku dan Maluku Utara, Dayak versus Madura di Sampit, kerusuhan Mei 1998, Transito Mataram, dan Lampung Selatan. "Kasus-kasus itu ditemukan fakta lima terburuk," ujar Kahar di Kantor LSI, Rawamangun, Jakarta Timur, Minggu (23/12/2012).
Lima fakta terburuk dari lima kasus tersebut, lanjut Kahar, dilihat dari fakta jumlah korban, lamanya konflik, luas konflik, kerugian materi, dan frekuensi berita.
Kahar menjelaskan, untuk kasus Maluku dan Maluku Utara terdapat 8.000 sampai 9.000 korban meninggal dunia dan 700.000 warga mengungsi. Dengan lama konflik yang mencapai empat tahun, dari 1999 sampai 2002, konflik ini mencakup luasan sampai tingkat provinsi.
Kerugian materi akibat konflik tersebut, yakni 29.000 rumah terbakar dan 7.046 rumah rusak, serta 45 masjid, 57 gereja, 719 toko, 38 gedung pemerintah, dan 4 bank hancur. Konflik ini juga menjadi pemberitaan dengan frekuensi sebanyak 147.000 item di Google Search dengan kata kunci "kerusuhan Ambon".
Dalam konflik Dayak versus Madura, lanjut Kahar, terdapat 469 korban meninggal dunia dan 108.000 warga mengungsi, dengan lama konflik mencapai 10 hari sepanjang tahun 2001. Cakupan konflik juga terjadi dari Kota Sampit ibukota Kotawaringin Timur meluas ke Kota Palangkaraya, Kuala Kapuas, dan Pangkalanbun.
Kerugian materi akibat konflik ini terdiri atas 192 rumah dibakar dan 748 rumah rusak serta 16 mobil dan 43 sepeda motor hancur. Konflik ini memiliki 41.000 item pemberitaan dengan kata kunci "Kerusuhan Sampit" di Google Search.
Kahar menerangkan lebih lanjut, Kerusuhan Mei 1998 di Jakarta juga menjadi kasus konflik kekerasan terburuk. Dalam kasus itu mengakibatkan 1.217 korban meninggal dunia, 85 wanita diperkosa, dan 70.000 warga mengungsi. Dengan lama konflik selama 3 hari, dari tanggal 13 sampai 15 Mei 1998, cakupan konflik ini mencapai se-Provinsi DKI Jakarta.
Total kerugian akibat kerusuhan sekitar Rp 2,5 triliun dengan frekuensi pemberitaan di Google Search lewat kata kunci "Kerusuhan 13-15 Mei 1998" sebanyak 24.700 item berita.
Kasus konflik kekerasan lainnya adalah Ahmadiyah Lombok atau Transito Mataram. Dalam kasus itu ditemukan 9 korban meninggal duni, 8 luka-luka, 9 gangguan jiwa, 379 terusir, 9 dipaksa cerai, 3 keguguran, 61 putus sekolah, 45 dipersulit membuat KTP, dan 322 dipaksa keluar dari Ahmadiyah.
Konflik ini berlangsung hingga 7 kali penyerangan yang massif antara kurun 1998 sampai 2006 dengan 8 tahun warga jadi pengungsian. Cakpuan konflik ini mencapai 4 wilayah provinsi, yakni Lombok Timur, Lombok Tengah, Lombok Barat, dan Kota Mataram.
Kahar melanjutkan, kasus itu mengakibatkan 11 tempat ibadah dan 114 rumah rusak, dengan 64,14 hektar tanah terlantar, 25 tempat usaha rusak, dan ratusan harta benda rusak dan dijarah. Dengan kata kunci "Penyerangan Ahmadiyah Lombok" di Google Search, konflik ini mempunyai 30.800 item pemberitaan.
Kasus konflik kekerasan terakhir adalah di Lampung Selatan. Dalam konflik tersebut, 14 korban meninggal dunia, belasan luka parah, dan 1.700 warga mengungsi dengan lama konflik mencapai 3 hari dari tanggal 27 sampai 29 Oktober 2012. Cakupan luas konflik ini meliputi dua kecamatan, yakni Kalianda dan Way Panji.
Total kerugian akibat konflik itu mencapai Rp 24,88 miliar, 532 rumah rusak dan dibakar. Konflik ini memiliki 80.700 item pemberitaan di Google Search dengan kata kunci "Bentrok Lampung Selatan 28 Oktober 2012".(Ein)
Menurut Peneliti Yayasan Denny JA, Novriantoni Kahar mengatakan, lima kasus terburuk itu adalah kasus kekerasan antaretnis di Maluku dan Maluku Utara, Dayak versus Madura di Sampit, kerusuhan Mei 1998, Transito Mataram, dan Lampung Selatan. "Kasus-kasus itu ditemukan fakta lima terburuk," ujar Kahar di Kantor LSI, Rawamangun, Jakarta Timur, Minggu (23/12/2012).
Lima fakta terburuk dari lima kasus tersebut, lanjut Kahar, dilihat dari fakta jumlah korban, lamanya konflik, luas konflik, kerugian materi, dan frekuensi berita.
Kahar menjelaskan, untuk kasus Maluku dan Maluku Utara terdapat 8.000 sampai 9.000 korban meninggal dunia dan 700.000 warga mengungsi. Dengan lama konflik yang mencapai empat tahun, dari 1999 sampai 2002, konflik ini mencakup luasan sampai tingkat provinsi.
Kerugian materi akibat konflik tersebut, yakni 29.000 rumah terbakar dan 7.046 rumah rusak, serta 45 masjid, 57 gereja, 719 toko, 38 gedung pemerintah, dan 4 bank hancur. Konflik ini juga menjadi pemberitaan dengan frekuensi sebanyak 147.000 item di Google Search dengan kata kunci "kerusuhan Ambon".
Dalam konflik Dayak versus Madura, lanjut Kahar, terdapat 469 korban meninggal dunia dan 108.000 warga mengungsi, dengan lama konflik mencapai 10 hari sepanjang tahun 2001. Cakupan konflik juga terjadi dari Kota Sampit ibukota Kotawaringin Timur meluas ke Kota Palangkaraya, Kuala Kapuas, dan Pangkalanbun.
Kerugian materi akibat konflik ini terdiri atas 192 rumah dibakar dan 748 rumah rusak serta 16 mobil dan 43 sepeda motor hancur. Konflik ini memiliki 41.000 item pemberitaan dengan kata kunci "Kerusuhan Sampit" di Google Search.
Kahar menerangkan lebih lanjut, Kerusuhan Mei 1998 di Jakarta juga menjadi kasus konflik kekerasan terburuk. Dalam kasus itu mengakibatkan 1.217 korban meninggal dunia, 85 wanita diperkosa, dan 70.000 warga mengungsi. Dengan lama konflik selama 3 hari, dari tanggal 13 sampai 15 Mei 1998, cakupan konflik ini mencapai se-Provinsi DKI Jakarta.
Total kerugian akibat kerusuhan sekitar Rp 2,5 triliun dengan frekuensi pemberitaan di Google Search lewat kata kunci "Kerusuhan 13-15 Mei 1998" sebanyak 24.700 item berita.
Kasus konflik kekerasan lainnya adalah Ahmadiyah Lombok atau Transito Mataram. Dalam kasus itu ditemukan 9 korban meninggal duni, 8 luka-luka, 9 gangguan jiwa, 379 terusir, 9 dipaksa cerai, 3 keguguran, 61 putus sekolah, 45 dipersulit membuat KTP, dan 322 dipaksa keluar dari Ahmadiyah.
Konflik ini berlangsung hingga 7 kali penyerangan yang massif antara kurun 1998 sampai 2006 dengan 8 tahun warga jadi pengungsian. Cakpuan konflik ini mencapai 4 wilayah provinsi, yakni Lombok Timur, Lombok Tengah, Lombok Barat, dan Kota Mataram.
Kahar melanjutkan, kasus itu mengakibatkan 11 tempat ibadah dan 114 rumah rusak, dengan 64,14 hektar tanah terlantar, 25 tempat usaha rusak, dan ratusan harta benda rusak dan dijarah. Dengan kata kunci "Penyerangan Ahmadiyah Lombok" di Google Search, konflik ini mempunyai 30.800 item pemberitaan.
Kasus konflik kekerasan terakhir adalah di Lampung Selatan. Dalam konflik tersebut, 14 korban meninggal dunia, belasan luka parah, dan 1.700 warga mengungsi dengan lama konflik mencapai 3 hari dari tanggal 27 sampai 29 Oktober 2012. Cakupan luas konflik ini meliputi dua kecamatan, yakni Kalianda dan Way Panji.
Total kerugian akibat konflik itu mencapai Rp 24,88 miliar, 532 rumah rusak dan dibakar. Konflik ini memiliki 80.700 item pemberitaan di Google Search dengan kata kunci "Bentrok Lampung Selatan 28 Oktober 2012".(Ein)