Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Anindito Aditomo atau Nino mengatakan kurikulum prototipe yang berlaku pada 2022 sifatnya hanya pilihan.
Sekolah bisa memilih salah satu dari tiga kurikulum yang disediakan, yakni kurikulum 2013, kurikulum Darurat (kurikulum 2013 yang disederhanakan), serta kurikulum prototipe.
"Kurikulum prototipe akan menjadi kurikulum nasional pada tahun 2024. Dengan kata lain, pergantian berikutnya baru akan terjadi setelah kurikulum yang sebelumnya (K-13) diterapkan 11 tahun dan melewati setidaknya empat menteri pendidikan (M. Nuh, Anies Baswedan, Muhadjir Effendy, dan Nadiem Makarim). Ini waktu yang cukup untuk menetapkan pergantian kurikulum," papar Nino melalui laman Instagram pribadinya, Rabu (5/1/2022).
Advertisement
Nino berpandangan, kurikulum nasional tak mengalami perubahan secara cepat. Namun jika perubahan dari kurikulum 2013 ke kurikulum prototipe dilakukan pada 2024, menurut Nino itu rentang waktu yang cukup lama.
"Untuk kurikulum nasional, saya setuju bahwa seharusnya tidak berubah terlalu cepat. Dan sebenarnya laju perubahan kurikulum nasional sudah melambat. Mari kita cek perubahan kurikulum nasional yang terjadi setelah ada UU Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003: KBK tahun 2004, KTSP tahun 2006, dan K-13 tahun 2013," tuturnya.
Untuk saat ini sampai 2024, menurut Nino kurikulum prototipe hanya sebatas kurikulum sekolah, tidak diberlakukan wajib secara nasional. Berbeda dengan kerangka nasional, kurikulum sekolah justru harus lebih sering diubah, diperbaiki secara rutin berdasarkan evaluasi penerapan pada tahun atau bahkan semester sebelumnya.
Kurikulum Perlu Dimutakhirkan
Menurutnya kurikulum sekolah juga perlu dimutakhirkan karena adanya perubahan karakteristik murid serta perkembangan isu kontemporer.
"Karena itu, kerangka kurikulum nasional juga harus memberi ruang inovasi. Kerangka kurikulum nasional harus betul-betul dirancang sebagai kerangka, sebagai skeleton, yang bisa dan harus dikembangkan lebih lanjut oleh masing-masing sekolah," jabarnya.
"Jika kerangka nasionalnya dirancang secara preskriptif, misalnya dengan memasukkan terlalu banyak materi wajib dan mengunci jam pelajaran per minggu, maka sekolah akan sulit berinovasi dalam menyusun kurikulum yang sesuai kebutuhannya," sambung dia.
Nino memandang, Indonesia perlu sebuah kerangka kurikulum nasional yang relatif ajeg, tidak cepat berubah, tapi memungkinkan adaptasi dan perubahan yang cepat di tingkat sekolah. Dan Kurikulum Prototipe jawabannya.
Advertisement