Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati, menilai pemilihan umum atau Pemilu di Indonesia belum bisa berdampak pada meningkatnya kesejahteraan rakyat secara luas.
Khoirunnisa berpendapat, pemilu di tanah air baru menghasilkan keluaran berupa eksekutif dan legislatif terpilih. Perludem berharap ada hasil yang lebih signifikan dari pemilu di Indonesia ke depannya.
Baca Juga
"Kalau kita bicara soal outcome atau impact-nya sebetulnya kan kita mengharapkan dari Pemilu kita bisa terjadi misalnya efektivitas pemerintahan, representasi politik, integrasi politik. Bahkan kalau ditarik lebih jauh lagi pemerintahan hasil Pemilu itu (harus) bisa menghasilkan kesejahteraan bagi masyarakat," ujar Khoirunnisa dalam sebuah webinar pada Minggu (30/1/2022).
Advertisement
"Nah ini yang mungkin bagi Pemilu kita setelah sekian kali berpemilu mungkin kita baru pada berhenti pada output-nya saja, adanya eksekutif dan legislatif terpilih," tambahnya.
Menurut dia, Pemilu bukan sekadar ajang mencari aktor yang mengisi eksekutif dan legislatif, namun juga harus berdampak pada kesejahteraan rakyat. Padahal, dengan porsi penduduk yang begitu besar, ditambah kondisi geografis yang beragam, menjalankan Pemilu di Indonesia dianggap begitu kompleks.
Masalah ini sudah dibaca sejak lama oleh Perludem. Makanya, menurut Khoirunnisa, saat kali pertama isu revisi UU Pemilu digulirkan pada 2020 lalu, pihaknya begitu menyambut antusias.
"Di awal 2020 lalu, ketika ada rencana merevisi UU Pemilukan banyak sekali masukan yang masukannya tidak sekadar soal urusan variabel sistem Pemilu saja. Tapi melihat lebih jauh lagi tujuan Pemilu kita. Memang kemudian keputusan politiknya UU Pemilu-nya tidak jadi direvisi," papar dia.
Video
Soroti Meningkatnya Suara Tidak Sah
Dengan sistem Pemilu seperti itu, menurut Khoirunnisa, dari tahun ke tahun persentase suara tidak sah dalam pemilihan umum meningkat. Kendati jumlah pemilih pun sebenarnya juga meningkat.
Dalam Pileg 2019 silam, jumlah suara tidak sah mencapai 11,12 persen untuk DPR RI dan 19 persen untuk DPD RI. "Tren suara tidak sahnya kok naik. Ini menjadi tantangan sebetulnya dalam penyelenggaraan pemilu kita supaya tidak berhenti mengajak yuk datang ke TPS, tapi memastikan juga bisa meminimalisir suara tidak sah," bebernya.
Advertisement