KPK Periksa 9 Anggota DPRD Buru Selatan Terkait Kasus Dugaan Korupsi Pembangunan Jalan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi pembangunann jalan dalam Kota Namrole di Pemerintahan Kabupaten Buru Selatan tahun anggaran 2015.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 18 Mar 2022, 11:53 WIB
Diterbitkan 18 Mar 2022, 11:53 WIB
Ilustrasi KPK
Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi pembangunann jalan dalam Kota Namrole di Pemerintahan Kabupaten Buru Selatan tahun anggaran 2015.

Dalam mengusut kasus tersebut, tim penyidik KPK menjadwalkan memeriksa sembilan anggota DPRD Buru Selatan. Mereka akan diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan Bupati Nonaktif Buru Selatan Tagop Sudarsono Soulisa (TSS).

"Pemeriksaan dilakukan di Markas Komando Satuan Brimob Polda Maluku," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (18/3/2022).

Mereka yang diperiksa ialah Wakil Ketua DPRD Fraksi PAN La Hamidi, dua anggota DPRD Fraksi PDIP Ahmad Umasangadji dan Orpa A. Seleky. Kemudian, dua anggota DPRD Fraksi Demokrat Ismail Loilatu dan Herlin F. Seleky, serta anggota DPRD Fraksi PAN Ahmadan Loilatu.

KPK juga memeriksa anggota DPRD Fraksi Gerindra Mokesen Solisa, anggota DPRD Fraksi Golkar Vence Titawael, dan anggota DPRD Fraksi NasDem Abdul Gani Rahawarin.

Selain mereka KPK juga akan memeriksa anggota Babinsa TNI di Desa Mageswaen Koptu Husin Mamang serta Sekretaris Dewan Kabupaten Buru Selatan Hadi Longa.

KPK sudah menetapkan tiga tersangka, yakni mantan Bupati Buru Selatan Tagop Sudarsono Soulisa serta dua pihak swasta Johny Ryndard Kasman serta Ivana Kwelju.

Kasus ini bermula saat Tagop menjabat Bupati Buru Selatan selama dua periode 2011 hingha 2021. Tagop diduga memberikan atensi lebih untuk berbagai proyek pada dinas PUPR Buru Selatan, di antaranya dengan mengundang secara khusus Kepala Dinas dan Kabid Bina Marga untuk mengetahui daftar dan nilai anggaran paket setiap pekerjaan proyek.

Tagop kemudian merekomendasikan dan menentukan secara sepihak pihak rekanan mana saja yang bisa dimenangkan untuk mengerjakan proyek baik yang melalui proses lelang maupun penunjukkan langsung.

Dari penentuan para rekanan ini, diduga Tagop meminta sejumlah uang dalam bentuk fee dengan nilai 7% sampai 10% dari nilai kontrak pekerjaan. Khusus untuk proyek yang sumber dananya dari Dana Alokasi Khusus (DAK) ditentukan besaran fee masih diantara 7% sampai 10% ditambah 8% dari nilai kontrak pekerjaan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pembangunan Jalan

Adapun proyek-proyek tersebut, di antaranya, pembangunan jalan dalam kota Namrole Tahun 2015 dengan nilai proyek Rp 3,1 miliar, peningkatan jalan dalam kota Namrole (hotmix) dengan nilai proyek Rp14,2 miliar, peningkatan jalan ruas Wamsisi-Sp Namrole Modan Mohe (hotmix) dengan nilai proyek Rp 14,2 miliar, dan peningkatan jalan ruas Waemulang-Biloro dengan nilai proyek Rp 21,4 miliar.

Atas penerimaan sejumlah fee tersebut, Tagop diduga menggunakan orang kepercayaannya, yaitu Johny Rynhard untuk menerima sejumlah uang menggunakan rekening bank miliknya. Kemudian Johny mentransfer ke rekening bank milik Tagop.

Diduga nilai fee yang diterima Tagop sekitar Rp10 miliar yang di antaranya diberikan oleh Ivana Kwelju karena dipilih untuk mengerjakan salah satu proyek pekerjaan yang anggarannya bersumber dari dana DAK Tahun 2015.

Penerimaan uang Rp 10 miliar dimaksud, diduga Tagop membeli sejumlah aset dengan menggunakan nama pihak-pihak lain dengan maksud untuk menyamarkan asal usul uang yang diterima dari para rekanan kontraktor.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya