Liputan6.com, Jakarta - Dua konsultan pajak PT Gunung Madu Plantations (GMP), Ryan Ahmad Ronas dan Aulia Imran Magribi segera diadili dalam kasus dugaan suap terkait dengan pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan 2017 pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu).
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, berkas dakwaan Ryan Ahmad dan Aulia Imran sudah diselesaikan tim jaksa penuntut umum pada KPK. Berkas dakwaan keduanya sudah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat.
"Jaksa KPK Nur Haris Arhadi, pada Rabu (11/5/2022) telah melimpahkan berkas perkara beserta surat dakwaan terdakwa Ryan Ahmad Ronas dkk ke Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat," ujar Ali dalam keterangannya, Kamis (12/5/2022).
Advertisement
Ali mengatakan, penahanan Ryan Ahmad dan Aulia Imran kini menjadi kewenangan Pengadilan Tipikor. Ryan Ahmad Ronas ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Barat sementara Aulia Imran Magribi ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Selatan.
"Pengadilan Tipikor selanjutnya akan menerbitkan penetapan penunjukkan majelis hakim dan penetapan hari sidang untuk menjadi dasar awal dimulainya persidangan oleh tim jaksa," kata Ali.
Ali mengatakan, keduanya akan didakwa dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana, atau Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Ryan Ahmad dan Aulia Imran yang merupakan konsultan pajak PT Gunung Madu Plantations (GMP) ini dijerat sebagai tersangka lantaran diduga menyuap para pejabat pajak agar memanipulasi nilai pajak PT GMP.
Pada Oktober 2017, Ryan dan Aulia bertemu dengan dua mantan Pejabat Ditjen Pajak Wawan Ridwan dan Alfred Simanjuntak untuk mengurus pembayaran pajak PT GMP.
Dalam pertemuan itu, Ryan dan Aulia meminta Wawan dan Alfred mengurangi nilai pajak PT GMP dengan janji akan memberikan sejumlah uang. Keduanya menyiapkan Rp 30 miliar untuk Wawan dan Alfred untuk menyelesaikan pajak PT GMP dan fee suap mereka.
Wawan langsung menghubungi dua mantan Pejabat Dirjen Pajak Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani untuk membantu manipulasi pajak itu. Wawan pun memberikan Rp 15 miliar untuk Angin dan Dadan dari uang yang disiapkan oleh Ryan dan Aulia.
Ryan Ahmad sempat mengajukan gugatan praperadilan terhadap KPK. Ryan tak terima ditetapkan sebagai tersangka. Namun upaya itu kandas di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
KPK Tetapkan Banyak Tersangka
Dalam kasus suap pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan 2017 pada Ditjen Pajak, KPK sudah menetapkan banyak tersangka. Yakni, mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan DJP Kemenkeu Angin Prayitno Aji (APA) serta bekas Kepala Sub Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan DJP Kemenkeu Dadan Ramdani (DR).
Kemudian, tiga konsultan pajak Ryan Ahmad Ronas (RAR), Aulia Imran Maghribi (AIM), dan Agus Susetyo (AS), serta seorang kuasa wajib pajak, Veronika Lindawati (VL). Selanjutnya, mantan Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Bantaeng, Sulawesi Selatan, Wawan Ridwan (WR) dan eks Fungsional Pemeriksa Pajak pada Kanwil DJP Jawa Barat II, Alfred Simanjuntak (AS).
Empat pejabat pajak yakni Angin Prayitno Aji, Dadan Ramdani, Wawan Ridwan, dan Alfred Simanjuntak ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Sementara tiga konsultan serta satu kuasa wajib pajak merupakan pihak pemberi suap.
Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdan sudah divonis bersalah. Angin divonis 9 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan, sedangkan Dadan Ramdani divonis 6 tahun dan denda Rp 300 juta subsider 2 bulan kurungan.
Hakim menyatakan keduanya menerima suap terkait perhitungan pajak tiga perusahaan tersebut. Mereka melakukannya bersama-sama dengan Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar, dan Febrian selaku Tim Pemeriksa Pajak.Â
Angin dan Dadan disebut menerima suap senilai Rp 15 miliar dan Sin$ 4 juta atau sekitar Rp 42.169.984.851 dari para wajib pajak. Jika dihitung, total dugaan suap yang keduanya terima Rp 57 miliar. Pemberian uang itu untuk merekayasa hasil penghitungan wajib pajak perusahaan tersebut.
Adapun rincian penerimaan uang, yaitu sekitar Januari-Februari 2018 dengan jumlah keseluruhan Rp 15 miliar yang diserahkan oleh Ryan Ahmad Ronas dan Aulia Imran Maghribi sebagai perwakilan PT Gunung Madu Plantations.
Lalu pada pertengahan tahun 2018 sebesar Sin$ 500 ribu yang diserahkan oleh Veronika Lindawati sebagai perwakilan PT Bank Panin Tbk dari total komitmen sebesar Rp 25 miliar. Kemudian, sekitar Juli-September 2019 senilai total Sin$ 3 juta diserahkan oleh Agus Susetyo sebagai perwakilan PT Jhonlin Baratama.
Dalam surat dakwaan jaksa, tim pemeriksa pajak menemukan potensi pajak tahun pajak 2016 untuk PT Jhonlin Baratama sebesar Rp 6.608.976.659 dan tahun pajak 2017 sebesar Rp 19.049.387.750.
Agus Susetyo pada 29 Maret 2019 meminta tim pemeriksa pajak merekayasa tahun pajak 2016-2017 PT Jhonlin Baratama menjadi Rp 10 miliar. Agus menjanjikan fee sebesar Rp 50 miliar terkait pengurusan pajak tersebut. Akhirnya ketetapan pajak masa pajak tahun 2016 dan 2017 direkayasa senilai Rp 10.689.735.155.
Â
Â
Advertisement
Nama Haji Isam Beberapa Kali Disebut
Nama Haji Isam sempat beberapa kali muncul dalam persidangan. Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Yulmanizar yang dibacakan jaksa dalam persidangan terungkap Haji Isam disebut memberikan perintah langsung terkait pengondisian nilai pajak PT Jhonlin Baratama untuk tahun pajak 2016 dan 2017.
Dalam BAP disebutkan bila pertemuan antara tim pemeriksa pajak dengan konsultan pajak PT Jhonlin Baratama, Agus Susetyo, ada permintaan ihwal pengondisian pajak perusahaan sebesar Rp 10 miliar.
"Kami lanjutkan, saya tambahkan bahwa pada saat pertemuan dengan Agus Susetyo ini, dalam penyampaiannya atas permintaan pengondisian nilai SKP (Surat Ketetapan Pajak) PT Jhonlin Baratama disampaikan kepada kami, bahwa ini adalah permintaan langsung dari pemilik PT Jhonlin Baratama yakni Samsudin Andi Arsyad atau Haji Isam untuk membantu pengurusan dan pengondisian nilai SKP tersebut. Apa benar demikian?," tanya jaksa mengonfirmasi BAP Yulmanizar, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (4/10/2021).
"Iya, itu disampaikan oleh pak Agus (Agus Susetyo)," jawab Yulmanizar.
Haji Isam melalui pengacara sekaligus Juru Bicaranya, Junaidi sebelumnya membantah hal tersebut. Menurut Junaidi, keterangan saksi yang menyudutkan Haji Isam tidak benar.
"Dia menyebutkan nama HI, perlu kami luruskan bahwa keterangan tersebut adalah keterangan yang tidak benar," kata Junaidi dalam keterangan tertulis, Jumat, (29/10/2021).
Â
Â
Pemilik Bank Panin Terlibat ?
Tak hanya haji Isam, nama Mu'min Ali Gunawan sebagai pemilik PT Bank Panin juga sempat beberapa kali muncul dalam persidangan. Bahkan jaksa KPK sempat mendalami peran Mu'min Ali Gunawan. Misalnya saat Presiden Direktur PT Bank Panin, Herwidayatmo bersaksi pada Selasa (17/11/2021).
"Kami ingin menanyakan tadi saksi juga menjelaskan Mu'min Ali sebagai pemegang saham pengendali terakhir, pertanyaan saya kalau di Bank Panin tiap pengeluaran atau pembelian apakah dikendalikan atau dilaporkan ke Mu'min Ali?" tanya jaksa KPK.
"Ada aturan mekanisme pengeluaran," jawab Herwidayatmo.
"Apakah itu sampai ke Mu'min Ali sepengetahuan dia?" kata jaksa kembali bertanya.
"Tidak sedetail itu," jawab Herwidayatmo.
Kemudian Jaksa bertanya tentang laporan pajak Bank Panin apakah dilaporkan ke Mu'min Ali atau tidak. Dikatakan Herwidayatmo, laporan keuangan itu disampaikan di direksi.
"Tugas kami di direksi setelah direktur keuangan melaporkan ke direksi pasti kita sampaikan dalam laporan keuangan kita, kalau kita mempunyai kewajiban tambah sekian itu ada penjelasan," ujar dia.
Dalam kesaksiannya, Herwidayatmo mengklaim kalau Mu'min Ali tidak mengoreksi detail laporan tersebut. Menurut Herwidayatmo, Mu'min Ali hanya mengetahui secara umum.
"Tidak secara itu, beliau mengikuti secara general," tutur Herwidayatmo.
Advertisement