Pilkada Langsung Dinilai Jadi Salah Satu Penyebab Perubahan Perilaku Masyarakat Indonesia

Wakil Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnaidi menilai saat ini seharusnya tidak perlu lagi meributkan soal sistem Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada langsung maupun tidak langsung.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Feb 2023, 23:21 WIB
Diterbitkan 07 Feb 2023, 16:06 WIB
Ilustrasi Pilkada
Ilustrasi Pilkada 2020 | pexels.com/@element5

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnaidi menilai saat ini seharusnya tidak perlu lagi meributkan soal sistem Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada langsung maupun tidak langsung.

Dia menjelaskan, sistem Pilkada langsung yaitu pemilihan melalui rakyat. Sedangkan Pilkada tidak langsung yaitu pemilihan melalui DPRD.

"Keduanya sama-sama demokratis, sama-sama tidak melanggar konstitusi, tinggal melihat mana yang banyak kerugiannya dari dua sistem ini, apakah yang langsung atau tidak langsung?," ujar Teddy melalui keterangan tertulis, Selasa (7/2/2023).

Teddy menilai, setelah beberapa kali dilakukan Pilkada langsung, perilaku masyarakat Indonesia yang ramah dan santun berubah menjadi saling sikut, menyerang, memaki, dan saling menjatuhkan bahkan menjadi permusuhan yang berkepanjangan.

"Bahkan hingga memutuskan tali persaudaraan dan persahabatan. Kenapa ini bisa terjadi? Karena rakyat ikut bertarung, ikut menjadi pemeran utama," ucap dia.

Pertarungan itu, lanjut Teddy, terjadi sampai ke tingkat paling bawah, termasuk dalam keluarga. Menurut dia, contoh sederhana adalah mungkin dalam grup WhatsApp dari keluarga, lingkungan RT, pekerjaan menjadi grup politik dan terjadi perpecahan di sana.

"Karena lingkupnya kecil yaitu kabupaten, kota dan provinsi, maka keterlibatan rakyat di pilkada langsung semakin dibutuhkan. Apalagi rakyat di setiap provinsi rata-rata punya tiga Pilkada, masing-masing melibatkan langsung rakyat untuk bertarung dengan rakyat yang lain. Semakin terasah perpecahannya," kata dia.

"Pilkada langsung maupun tidak langsung menghasilkan pimpinan hebat, tapi banyak juga menghasilkan pimpinan yang lemah. Tapi Pilkada langsung adalah penyumbang terbesar perpecahan di negera ini dibandingkan dengan Pilkada tidak langsung," jelas Teddy.

 

Cak Imin Serius Usulkan Gubernur Dipilih Tanpa Pilkada, Minta Revisi Undang-Undang

Ketua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin
Ketua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin hadir di Pondok Pesantren Qomarul Huda Bagu Lombok Tengah, untuk menghadiri Ijtima Ulama Nusantara bersama ulama seluruh Nusa Tenggara Barat (NTB). (Foto: Dokumentasi PKB).

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin serius mengusulkan jabatan Gubernur tidak dipilih melalui Pilkada. Fraksi PKB akan secara resmi mengirimkan draf revisi aturan tersebut ke Baleg DPR RI.

"Iya kita ngusulin naskah ke baleg," ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat 3 Februari 2023.

Cak Imin mengatakan, usulan tersebut akan dikirimkan sesegera mungkin. PKB berharap aturan tersebut bisa dipertimbangkan untuk diubah.

"PKB mengusulkan untuk dijadikan pertimbangan, apakah bisa diubah konstitusinya," kata wakil ketua DPR RI ini.

Cak Imin berdalih, bila pemilihan gubernur melalui Pilkada hanya membuat masalah. Ia mencontohkan dampak perpecahan di masyarakat akibat Pilkada DKI Jakarta 2017.

"Pilkada langsung tidak efektif kewenangan terbatas, anggarannya untuk Pilkada besar, jadi kemudian berantemnya panjang. Pilgub DKI sampai sekarang masih berantem sampai kapan," ujar Cak Imin.

 

Kata Jokowi

Jokowi Tetapkan Cawapres Pilpres 2019
Presiden RI, Joko Widodo bersama Ketum PDIP Megawati Soekarno Putri dan Ketum Partai Nasdem Surya Paloh bersiap mendeklarasikan Calon Cawapres di Pilpres 2019, Jakarta, Kamis (9/8). Jokowi resmi menggandeng Ma'ruf Amin. (Merdeka.com/Imam Buhori)

Terkait usulan Cak Imin itu, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menilai soal penghapusan jabatan gubernur, perlu kajian yang mendalam.

Kendati begitu, dia menyebut usulan tersebut merupakan bentuk dari demokrasi.

"Semua memerlukan kajian yang mendalam. Jangan kita, kalau usulan itu ini negara demokrasi boleh-boleh saja namanya usulan," jelas Jokowi kepada wartawan di Pasar Baturiti Kabupaten Tabanan Provinsi Bali.

Namun, Jokowi menekankan usulan itu harus dikalkulasi dengan matang apakah akan efisien apabila diterapkan.

Salah satunya, dengan mempertimbangkan apakah nantinya rentang kontrol pemerintah pusat ke daerah menjadi terlalu jauh.

"Tapi perlu semua kajian, perlu perhitungan, perlu kalkluasi apakah bisa menjadi lebih efisien atau rentang kontrolnya terlalu jauh dari pusat langsung, misalnya ke bupati/walikota terlalu jauh span of control-nya harus dihitung. Semua harus dihitung," jelasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya