BNPT Dalami Temuan PPATK Soal Dugaan ACT Alirkan Dana ke Teroris

Direktur Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Ahmad Nurwakhid, menyatakan data hasil penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait aliran dana mencurigakan organisasi kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) merupakan data intelijen.

oleh Winda Nelfira diperbarui 06 Jul 2022, 12:02 WIB
Diterbitkan 06 Jul 2022, 12:02 WIB
Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen Pol R. Ahmad Nurwakhid mengatakan, paham radikalisme ini merupakan virus berbahaya yang bisa mengubah tatanan berbangsa, tanpa melihat suku, ras, agama, ataupun yang lainnya, termasuk tingkat intelektualitas seseorang.
Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen Pol R. Ahmad Nurwakhid (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Ahmad Nurwakhid, menyatakan data hasil penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait aliran dana mencurigakan organisasi kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) merupakan data intelijen.

Nurwakhid menjelaskan data tersebut masih memerlukan kajian dan pendalaman. Sehingga, saat ini ACT belum masuk dalam Daftar Terduga Terorisme atau Organisasi Terorisme (DTTOT) .

"Pada prinsipnya data yang disampaikan PPATK kepada BNPT dan Densus 88 tentang kasus ACT merupakan data intelijen terkait transaksi yang mencurigakan sehingga memerlukan kajian dan pendamalam lebih lanjut untuk memastikan keterkaitan dengan pendanaan terorisme," kata Nurwakhid kepada Liputan6.com, Rabu (6/7/2022).

Nurwakhid menyampaikan dalam hal ini BNPT dan Densus 88 bekerja berdasarkan pada UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang tindak pidana terorisme. Menurut dia, karena ACT belum masuk DTTOT dibutukan pendalaman dan koordinasi dengan stakeholder terkait dalam menentukan konstruksi hukumnya.

Namun, Nurwakhid menegaskan jika aliran dana yang mencurigakan terbukti ditemukan maka akan dilakukan tindakan hukum kepada ACT. Namun, jika tidak maka proses hukum akan dijalankan oleh penegak hukum terkait.

"Jika aktifitas aliran dana yang mencurigakan tersebut terbukti mengarah pada pendanaan terorisme tentu akan dilakukan upaya hukum oleh Densus 88 Anti Teror Polri. Jikalau tidak, maka dikoordinasikan aparat penegak hukum terkait tindak pidana lainnya," jelas Nurwakhid.


Hati-Hati

Nurwakhid mengajak seluruh masyarakat untuk lebih berhati-hati jika ingin berdonasi. Dia menyarankan agar masyarakat menyalurkan donasi pada lembaga resmi dan kredibel seperti yang direkomendiasikan oleh pemerintah.

"Termasuk dalam penggalangan dana kemanusiaan untuk luarnegeri, masyarakat juga mest hati-hati dengan menyalurkan pada lembaga resmi atau melalui kementerian luar negeri agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan pendanaan terorisme," kata dia.

Nurwakhid menyampaikan bahwa dalam konstruksi hukum untuk menentukan individu dan lembaga bisa dikenakan pasal tindak pidana jika memenuhi salah satu dari lima indikator. Antara lain yaitu pelaku langsung, yang menyuruh melakukan, ikut serta melakukan, membantu untuk melakukan, dan mendanai.


Bisa Koordinasi Dulu dengan BNPT

Nurwakhid mengutarakan himbauan untuk berhati-hati dalam penyaluran dana ini juga berlaku bagi perusahaan BUMN dan swasta. Pihak penyalur, kata dia, dapat melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan BNPT.

"Karena itulah, himbauan kehati-hatian juga berlaku kepada perusahaan BUMN atau swasta agar dalam penyaluran dana CSR untuk berhati-hati dengan melakukan koordinasi dan konsultasi dengan BNPT," kata Nurwakhid.

"Hal ini penting agar penyaluran dana untuk kepentingan kemanusiaan yang dilakukan individu ataupun lembaga tepat sasaran dan terhindar dari kategori ikut dalam mendanai tindak pidana terorisme," lanjut dia.

Infografis Anggota MUI Jadi Terduga Teroris Bekasi
Infografis Anggota MUI Jadi Terduga Teroris Bekasi (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya