DPR telah mengetok palu Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Dengan adanya RUU ini, upaya pemerangan aksi terorisme dapat dilakukan lebih masif, yakni melalui penelusuran jalur dana (follow the money).
Ketua Pansus RUU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Adang Daradjatun menuturkan, mekanisme pengawasan dana itu berupa pengawasan kegiatan pengiriman uang atau instrumen pembayaran lain dan proses pemblokiran terhadap dana yang patut diduga untuk pendanaan terorisme.
"Sehingga memiliki fungsi pencegahan yang prosesnya limitatif. Memaksa para instansi dan penegak hukum untuk melakukan tugasnya secara cepat dan tidak sewenang-wenang," kata Adang dalam pembacaan laporan hasil kerja pansus RUU ini di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (12/2/2013).
"Terdapat pengecualian pemblokiran biaya-biaya pokok dan jaminan untuk pihak ketiga, serta mekanisme keberatan terhadap pemblokiran untuk menjamin kepastian dan perlindungan hukum bagi setiap orang terutama warga negara Indonesia," imbuhnya.
Selain itu, lanjut dia, dalam RUU ini juga akan atur mengenai mekanisme keberatan terhadap daftar terduga teroris dan organisasi teroris. "Yang dilakukan secara objektif dan independen atau bebas dari intervensi atau benturan kepentingan," ujar Adang.
Adang juga menyatakan, RUU ini merupakan instrumen hak asasi manusia (HAM) dan politik yang dapat melindungi setiap warga negara Indonesia secara efektif tanpa mendapatkan intervensi dari dunia internasional.
RUU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme ini akhirnya disahkan setelah pansus yang dibentuk menjalankan tugasnya sejak rapat kerja pertama pada 14 Juli 2012 lalu. RUU ini berisi berisi 9 bab dan 49 pasal. (Ndy)
Ketua Pansus RUU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Adang Daradjatun menuturkan, mekanisme pengawasan dana itu berupa pengawasan kegiatan pengiriman uang atau instrumen pembayaran lain dan proses pemblokiran terhadap dana yang patut diduga untuk pendanaan terorisme.
"Sehingga memiliki fungsi pencegahan yang prosesnya limitatif. Memaksa para instansi dan penegak hukum untuk melakukan tugasnya secara cepat dan tidak sewenang-wenang," kata Adang dalam pembacaan laporan hasil kerja pansus RUU ini di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (12/2/2013).
"Terdapat pengecualian pemblokiran biaya-biaya pokok dan jaminan untuk pihak ketiga, serta mekanisme keberatan terhadap pemblokiran untuk menjamin kepastian dan perlindungan hukum bagi setiap orang terutama warga negara Indonesia," imbuhnya.
Selain itu, lanjut dia, dalam RUU ini juga akan atur mengenai mekanisme keberatan terhadap daftar terduga teroris dan organisasi teroris. "Yang dilakukan secara objektif dan independen atau bebas dari intervensi atau benturan kepentingan," ujar Adang.
Adang juga menyatakan, RUU ini merupakan instrumen hak asasi manusia (HAM) dan politik yang dapat melindungi setiap warga negara Indonesia secara efektif tanpa mendapatkan intervensi dari dunia internasional.
RUU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme ini akhirnya disahkan setelah pansus yang dibentuk menjalankan tugasnya sejak rapat kerja pertama pada 14 Juli 2012 lalu. RUU ini berisi berisi 9 bab dan 49 pasal. (Ndy)