Liputan6.com, Jakarta Majelis hakim kaget ketika Ahmad Syahrul Ramadhan, sopir ambulans pengantar jenazah Brigadir J mengaku diminta menunggu hingga subuh di Rumah Sakit (RS) Polri, Jakarta Timur. Permintaan itu dilontarkan oleh seorang polisi.
Pengakuan Ahmad ini diungkapkan saat bersaksi di sidang kasus pembunuhan berencana Brigadir J dengan terdakwa Richard Eliezer alias Bharada E, Ricky Rizal alias Bripka RR dan Kuat Ma'ruf di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (7/11/2022).
Advertisement
Dia menuturkan, setibanya di RS Polri dia ikut membantu menurunkan jenazah Brigadir J, ajudan Ferdy Sambo itu. Ahmad lantas berpamitan kepada seorang polisi di sana. Namun, dia diminta untuk menunggu hingga waktu salat subuh di RS Polri.
"Setelah saya drop jenazah ke troli jenazah. Saya parkir mobil. Terus saya bilang saya izin pamit," kata Ahmad.
"Sama anggota di RS terus bapak-bapak tersebut katanya sebentar dulu ya mas tunggu dulu. Saya tunggu tempat masjid di samping tembok sampai jam mau subuh yang mulia," lanjut dia.
Ketua Majelis Hakim Wahyu Imam Santosa yang mendengar kesaksian Ahmad dibuat bingung dan merasa kaget. Hakim bingung lantaran Ahmad sendiri tidak tahu maksud dari arahan untuk menunggu di RS Polri hingga waktu subuh.
"Hah, mau Subuh saudara nungguin?" tanya Majelis Hakim.
"Iya yang mulia," kata Syahrul.
"Buset, hanya tunggu jenazah tanpa tahu ada apa-apa," sebut Hakim Wahyu.
Selama menunggu, Ahmad mengaku hanya diberi makan sembari menunggu waktu salat subuh. Lantas, Hakim Wahyu kembali mencecar Ahmad terkait apa alasannya menunggu saat itu yang kembali dijawab Ahmad tidak mengetahui alasannya
"Lalu saya ditanya sudah makan belum, akhirnya beli sate, sampai saya makan subuh baru selesai kamar jenazah," ujar Ahmad.
"Kenapa saudara tunggu sampai subuh?" tanya hakim.
"Enggak tahu," jawab Ahmad.
Tak Diberi Uang Saku
Hakim Ketua Wahyu selanjutnya menanyakan apakah Ahmad menerima imbalan usai mengantar jenazah Brigadir J ke RS Polri yang diakuinya hanya menerima imbalan berupa uang untuk mencuci ambulans.
"Saudara dikasih uang?" tanya Hakim.
"Hanya untuk ambulans sama untuk cuci mobil," kata Syahrul.
Sekedar informasi, Ahmad adalah sosok sopir ambulans yang diminta untuk membawa jenazah Brigadir J dari rumah dinas komplek perumahan Polri, Duren Tiga ke RS Polri Kramat Jati.
Dia dihadirkan bersamaan dengan empat saksi lainnya yakni Petugas Swab di Smart Co Lab, Nevi Afrilia; Petugas Swab di Smart Co Lab, Ishbah Azka Tilawah; Legal Counsel pada provider PT. XL AXIATA, Viktor Kamang; dan Provider PT Telekomunikasi Selular bagian officer security and Tech Compliance Support, Bimantara Jayadiputro.
Advertisement
Dakwaan
Dalam perkara ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah mendakwa total lima tersangka yakni, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer alias Bharada E, Ricky Rizal alias Bripka RR, dan Kuat Maruf.
Mereka didakwa turut secara bersama-sama terlibat dengan perkara pembunuhan berencana bersama-sama untuk merencanakan penembakan pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Komplek Polri Duren Tiga No. 46, Jakarta Selatan.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain," ujar jaksa saat dalam surat dakwaan.
Atas perbuatannya, kelima terdakwa didakwa sebagaimana terancam Pasal 340 subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP yang menjerat dengan hukuman maksimal mencapai hukuman mati.
Khusus Sambo
Sedangkan hanya terdakwa Ferdy Sambo yang turut didakwa secara kumulatif atas perkara dugaan obstruction of justice (OOJ) untuk menghilangkan jejak pembunuhan berencana.
Atas hal tersebut, mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 221 ayat (1) ke 2 dan 233 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP.
"Timbul niat untuk menutupi fakta kejadian sebenarnya dan berupaya untuk mengaburkan tindak pidana yang telah terjadi," sebut Jaksa.
Reporter:Bachtiarudin Alam
Sumber: Merdeka
Advertisement