Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa Arif Rachman Arifin merasa telah diseret ke dalam kasus kematian Brigadir J oleh jajaran atasannya di Divisi Propam Polri. Dia pun berharap mendapatkan keadilan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
“Terkadang apa yang menjadi pemikiran pimpinan, bawahan belum tentu bisa mengerti atau memahami, tetapi yakinlah bahwa itu merupakan hal yang baik atau tidak akan menjerumuskan bawahan. Oleh karena itu saya selalu berupaya memberikan kerja saya yang terbaik dan pikiran-pikiran positif tentang perintah atau kebijakan yang diambil oleh pimpinan saya,” tutur Arif Rachman dalam pembacaan nota pembelaan atau pledoi di PN Jaksel, Jumat (3/2/2023).
Menurut Arif, secara hukum adminitrasi tentu dibedakan tugas, tanggung jawab, dan hak antara pimpinan dan bawahan. Kesalahan selalu ada di pundak pimpinan dan seharusnya berperan melindungi, mengayomi, serta menjaga anak buahnya sebagai bentuk tanggung jawab pimpinan.
Advertisement
“Saya meyakini bahwa keamanan dan keselamatan anak buah itu pun seyogyanya tanggung jawab atasan. Anak buah harus didukung, dibela, dan dilindungi atasan. Jika ada masalah, maka atasan langsung akan menjaga, mencari solusi, membina dan membimbing. Namun posisi saya saat itu mungkin pimpinan saya tidak bisa memberikan yang terbaik sebagai pimpinan,” jelas dia.
“Pimpinan saya malah menarik saya ke dalam jurang dengan mengancam agar patuh. Selanjutnya bahkan menjadi marah karena saya berusaha untuk jujur agar terlepas dari tarikan yang bisa menjerumuskan ke dalam jurang yang lebih dalam lagi. Saya hanya berharap setelah tidak dibela, dijerumuskan, kini masih ada keadilan untuk saya di persidangan ini,” sambung Arif Rachman.
Budaya di Organisasi Polri
Dia pun hanya dapat mengambil hikmah atas peristiwa yang menimpanya, bahwa menjadi seorang pimpinan bukan hanya tentang mengemban jabatan dan berkuasa, melainkan harus lebih bijak melihat apa yang terjadi terhadap bawahan serta bertanggung jawab.
“Apakah adil jika semua pihak menyalahkan, memusuhi, memojokan saya, bahkan memfitnah saya atas kondisi yang tidak kuasa saya hindari? Apakah adil jika orang yang tidak bersedia menjamin keselamatan saya kemudian meminta banyak hal dari saya? Meminta saya bersikap ideal dalam kondisi tidak ada jaminan keselamatan fisik dan psikis?,” katanya.
Arif Rachman menyebut, kondisi organisasi Polri yang sangat kental dengan budaya militer tentu mengakibatkan seorang bawahan lebih banyak menjalankan perintah atasan dengan tidak banyak berpikir. Rasa takut, patuh, segan, serta perasaan lainnya juga berpengaruh terhadap tindakan bawahan atas perintah komandan atasan.
“Dari berbagai pilihan sikap yang bisa ditempuh, saat itu dalam benak saya, sikap diam adalah satu-satunya jalan paling aman untuk saya dan tindakan menyiapkan rencana lain adalah opsi paling terukur yang mungkin untuk saya lakukan,” Arif Rachman menandaskan.
Advertisement