Liputan6.com, Jakarta Warga sipil yang pakai pelat dinas Polri tidak sesuai peruntukkanya kembali bikin heboh publik. Baru-baru ini, David Yulianto (33) terekam kamera salah satu penumpang saat bersikap arogan terhadap sopir taksi yang ditumpangi.
Saat itu, tersorot kamera David menganiaya sopir taksi daring yang belakangan diketahui sebagai Hendra Hermansyah.
Baca Juga
Tak cuma itu, David yang membawa mobil Madza kedapatan menggunakan pelat nomor dinas polri 10011-VII. Polisi telah memastikan pelat yang terpasang palsu dan bukan dikeluarkan oleh Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya.
Advertisement
Selain itu ada juga pengendara Fortuner inisial YA juga pernah disorot. Gegara, menggunakan pelat nomor dinas Polri. Kendaraan yang dikemudikan YA, menerobos lampu merah hingga menyebabkan kecelakaan lalu lintas di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur (Jaktim).
Polisi sebut, pengemudi Toyota Fortuner memasang tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB) yang tak sesuai aturan.
Mobil yang dikemudikan YA terdaftar dengan pelat nomor B 1236 FJD. Sementara, pada saat kecelakaan YA menggunakan pelat nomor dinas palsu.
Polisi menyatakan, YA melanggar aturan Pasal 280 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan angkutan jalan.
Terkait hal ini, Pengamat Kepolisian Bambang Rukminto mengatakan, simbol merupakan salah satu bentuk identitas yang melekat dengan kewenangan yang diberikan negara pada institusi. Penggunaan simbol atau atribut bisa dipersepsikan oleh beberapa orang seolah juga menerima kewenangan tersebut.
"Makanya jamak terjadi muncul arogansi-arogansi dilakukan oleh orang-orang yang menggunakan atribut-atribut atau simbol-simbol Polri maupun militer," ujar dia saat dihubungi, Sabtu (6/5/2023).
Menurut dia, jangankan anggota masyarakat biasa, anggota komisi III DPR RI saja sangat bangga pakai nopol dinas Polri palsu.
"Dan bebas tak dijerat pidana apapun. Arogansi oleh siapapun tentu tak dibenarkan," ujar dia.
Karenanya, Ia meminta aparat kepolisian menindak tegas para pelaku yang memproduksi pelat nomor dinas palsu. Menurut dia, penggunaan pelat dinas palsu itu salah satu bentuk arogansi.
"Makanya yang juga harus diusut adalah siapa yang membikin dan memberikannya. Arogansi muncul salah satunya karena kewenangan yang besar tanpa ada kontrol dan pengawasan yang ketat," ujar dia.
Sanksi Kurang Tegas
Bambang menerangkan, sanksi yang kurang tegas dinilai salah satu faktor penggunaan pelat dinas palsu bermunculan. Seringkali pelaku hanya diberi sanksi ringan, atau denda saja. Padahal kalau digunakan pasa pemalsuan identitas bisa dikenai pidana penjara.
"Itu jikalau mau polisi serius memberantas pemalsuan tanda nomer kendaraan dan memberi efek jera bagi yang lainnya," ujar dia.
Advertisement