Denny Indrayana soal Info Putusan MK Sebut Tidak Ada Pembocoran Rahasia Negara

Mantan Wamenkumham Denny Indrayana menilai tidak ada pelanggaran hukum dalam cuitannya tentang bocoran putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal sistem pemilu.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Mei 2023, 10:12 WIB
Diterbitkan 30 Mei 2023, 10:12 WIB
Pemeriksaan Perdana Denny Indrayana Sebagai Tersangka
Mantan Wakil Menkumham Denny Indrayana (tengah) memenuhi panggilan penyidik Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (27/3/2015). Denny diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi payment gateway di Kemenkumham tahun 2014. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

 

Liputan6.com, Jakarta Mantan Wamenkumham Denny Indrayana menilai tidak ada pelanggaran hukum dalam cuitannya tentang bocoran putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal sistem pemilu. Pada akun Twitternya, Denny Indrayana mengatakan, sistem pemilu akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos gambar partai.

Dia mengaku paham soal hukum dan etik. Oleh karena itu, apa yang diunggahnya tidak masuk dalam koridor pelanggaran hukum.

"Insyaallah saya paham betul untuk tidak masuk ke dalam wilayah delik hukum pidana ataupun pelanggaran etika. Kantor hukum kami sengaja bernama Intergrity, dimaksudkan sebagai pengingat kepada kami, untuk terus menjaga integritas dan moralitas," ujar Denny dalam keterangan tertulisnya, Selasa (30/5/2023).

Menurut dia, tidak ada pembocoran rahasia negara dalam pesan yang disampaikan untuk publik lewat akun media sosial. Rahasia putusan MK, masih terjaga di tangan hakim Mahkamah Konstitusi.

Selain itu, informasi yang didapatnya, bukan lah dari lingkungan MK, baik hakim maupun elemen lain di lembaga tersebut.

Oleh karena itu, dia menyarankan tidak perlu melakukan langkah mubazir melakukan pemeriksaan, karena informasi yang didapatnya bukan dari pihak-pihak MK.

"Silakan disimak dengan hati-hati, saya sudah secara cermat memilih frasa, 'mendapatkan informasi' bukan 'mendapatkan bocoran'. Tidak ada pula putusan yang bocor, karena kita semua tahu, memang belum ada putusannya. Saya menulis, 'MK akan memutuskan'. Masih akan, belum diputuskan," jelas dia.

Tidak Pakai Informasi A1

Selain itu, dia juga meluruskan soal respons Menko Polhukam Mahfud Md yang menyebutnya memakai frasa "informasi A1". Dengan meminta pihak kepolisian menyelidiki pemberi informasi tersebut.

"Saya juga secara sadar tidak menggunakan istilah 'informasi dari A1' sebagaimana frasa yang digunakan dalam twit Menkopolhukam Mahfud Md. Karena, info A1 mengandung makna informasi rahasia, seringkali dari intelijen. Saya menggunakan frasa informasi dari 'Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya'," terangnya.

 

 

Maksud Denny Unggah Cuitan soal Sistem Pemilu

"Informasi yang saya terima tentu sangat kredibel, dan karenanya patut dipercaya. Karena itu pula saya putuskan untuk melanjutkannya kepada khalayak luas sebagai bentuk public control (pengawasan publik). Agar MK hati-hati dalam memutus perkara yang sangat penting dan strategis tersebut," tambah dia.

Lantaran putusan MK bersifat langsung mengikat dan tidak ada upaya hukum lain sama sekali (final and binding), dia pun mencuatkan isu itu ke publik. 

"Hanyalah sebelum putusan dibacakan di hadapan sidang terbuka Mahkamah. Meskipun informasi saya kredibel, saya justru berharap pada ujungnya putusan MK tidaklah mengembalikan sistem proporsional tertutup," kata dia.

Dengan harapan tersebut, Denny mengatakan bila perubahan sistem pemilu dilakukan di tengah jalan pemilu yang sudah dimulai. Bisa membuat kekacauan dalam persiapan pemilu.

"Karena banyak partai yang harus mengubah daftar bakal calegnya, ataupun karena banyak bakal caleg yang mundur karena tidak mendapatkan nomor urut jadi," tuturnya.

 

Denny Juga Singgung soal PK Moeldoko di MA

Selain itu tersebut, Denny buka suara soal pesannya yang mengkhawatirkan hukum dijadikan alat pemenangan Pemilu 2024. Di mana, dugaan itu tidak hanya di MK, tetapi juga di Mahkamah Agung (MA), terkhusus soal perseteruan antara Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko dengan Partai Demokrat.

"Secara spesifik saya mengajak publik untuk juga mengawal proses Peninjauan Kembali yang diajukan Kepala Staf Presiden Moeldoko atas Partai Demokrat. Proses PK tersebut lebih tertutup dan tidak ada persidangan terbukanya untuk umum, maka lebih rentan diselewengkan," ujarnya

"Jangan sampai kedaulatan partai dirusak oleh tangan-tangan kekuasaan, bagian dari istana Presiden Jokowi, lagi-lagi karena kepentingan cawe-cawe dalam kontestasi Pilpres 2024," sambungnya.

Pandangan itu, kata Denny, lantaran bila PK Moeldoko sampai dikabulkan MA nantinya. Maka Partai Demokrat secara nyata telah dibajak, dan pencapresan Anies Baswedan bisa kemungkinan dijegal kekuasaan. 

"Seharusnya Presiden Jokowi membiarkan rakyat bebas memilih langsung presidennya. Mari kita ingatkan bunyi Pasal 6A UUD 1945 'Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat'," bebernya.

Sebelumnya, Denny sempat menuliskan komentar di media sosial terkait putusannya nanti hakim MK akan memiliki pendapat yang terbelah dalam gugatan sistem proporsional tertutup.

"Jadi putusan kembali memilih tanda gambar partai saja. Info tersebut menyatakan, komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting," kata Denny Indrayana dalam keterangan tertulis yang disiarkan via media sosial pribadinya, Minggu (28/5).

Dia menyebut, informasi tersebut berasal dari orang yang kredibilitasnya dia percaya. "Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi," tutur dia.

 

Reporter: Bachtiarudin Alam 

Sumber: Merdeka

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya