Labelisasi BPA pada Kemasan Produk Berdasarkan Isu Global dan Penelitian Sains

BPOM juga telah mengambil langkah progresif dalam menghadapi ancaman kontaminan dari produk kemasan yang mengandung Bisphenol A (BPA).

oleh Gilar Ramdhani diperbarui 22 Jul 2023, 10:14 WIB
Diterbitkan 22 Jul 2023, 10:06 WIB
Ilustrasi minum air putih dari dispenser
Ilustrasi minum air putih dari dispenser/Shutterstock-Hasbi Sahin.

Liputan6.com, Jakarta Sebagai regulator bidang pengawasan obat dan makanan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kembali menegaskan komitmennya untuk menggerakkan industri obat dan makanan di Indonesia, dengan berpegang pada praktik operasional. Memastikan bahwa tidak ada kontaminan berbahaya dalam produk produsen yang beredar di masyarakat dan ramah lingkungan.

BPOM juga telah mengambil langkah progresif dalam menghadapi ancaman kontaminan dari produk kemasan yang mengandung Bisphenol A (BPA). 

“BPOM sebagai regulator akan mendorong dengan memberikan insentif. Dalam artian BPOM akan memberikan kemudahan dalam regulasi, apresiasi, dan dukungan terkait labeling untuk produk-produk yang menaati aspek keamanan lingkungan, serta dukungan edukasi kepada masyarakat agar hanya memilih produk yang ramah lingkungan,” kata Kepala BPOM RI, Penny K. Lukito, dalam Forum Dialog yang berjudul “Menuju Sustainable Corporate Governance: BPOM Mendukung Produksi dan Konsumsi Berkelanjutan Industri Obat dan Makanan Untuk Indonesia Maju” yang digelar di Hotel Shangri-La, Jakarta, Senin (17/7/2023).

Forum Dialog tersebut bertepatan dengan momentum peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia atau World Environment Day 2023 yang mengusung tema "Beat Plastic Pollution” (Meminimalkan Polusi Plastik). Tema ini berfokus pada solusi permasalahan plastik yang menjadi isu lingkungan global saat ini.

Dalam kesempatan itu, BPOM juga meneguhkan langkahnya sebagai regulator yang bertugas menjaga keseimbangan lingkungan di industri obat dan makanan. Mengingat rantai proses produksi berisiko menghasilkan limbah berbahaya.

“Rantai proses produksi dari industri obat dan makanan dapat berisiko menghasilkan limbah berbahaya bagi lingkungan hidup, maupun kontaminasi pada produk yang dihasilkan. Hal ini yang menjadi concern BPOM dari sisi keamanan lingkungan,” kata Penny.

Penny menegaskan kebijakan labelisasi bahaya BPA pada galon guna ulang berbahan polikarbonat didasari atas isu global serta penelitian secara saintifik.

“Ada penelitian yang mendukung dan kami percaya pada latar belakang sains tersebut. Harus diaplikasikan dalam regulasi,” kata Penny seperti dikutip Antara (17/7).

BPOM Merancang Aturan Labelisasi BPA

Ilustrasi botol plastik
Ilustrasi botol plastik/Shuttestock-Pixel B.

Sebagai langkah preventif dan edukatif serta perlindungan pada masyarakat, BPOM telah merancang aturan labelisasi pada kemasan galon air minum guna ulang. Rancangan labelisasi ini bertujuan agar masyarakat memiliki kesadaran lebih, untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan galon yang telah digunakan kembali. Adanya labelisasi yang jelas, memungkinkan masyarakat untuk memilih galon yang lebih aman dan terhindar dari kontaminasi BPA yang berbahaya.

Bagi yang masih mempertanyakan dampak buruk produk yang terkontaminan BPA dan meragukan aturan labelisasi galon guna ulang, Penny meminta agar pelaku usaha mau belajar dari peristiwa Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA). Gangguan kesehatan ini memicu korban jiwa pada anak, akibat terkontaminasi Etilen Glikol/Dietilen Glikol (EG/DEG) yang melampaui ambang batas aman pada produk obat sirup. 

“Harusnya kita belajar, sudah pintar,  dikaitkan EG dan DEG, bahwa risiko produk mengandung kontaminan itu ada. Kita tidak perlu menunggu yang meninggal atau sakit,” katanya. 

Ciptakan Iklim Usaha Sehat Melalui Inovasi Kemasan

Labelisasi BPA menurut Penny masih sangat wajar, sebabnya tidak sampai ada penerapan larangan terhadap penggunaan kemasan air minum yang digunakan berulang kali.  

“Kebijakan BPOM sangat lunak untuk mengedukasi masyarakat, tidak sampai melarang penggunaan kemasan air yang dipakai berulang. Tapi masih ada industri yang menolak,” kata Penny.

Padahal, BPOM mengharapkan labelisasi galon BPA dapat menciptakan kompetisi sehat melalui inovasi kemasan air minum yang aman dan bermutu. Sehingga konsumen dapat teredukasi dan cerdas memilih produk.

“Masyarakat akan memilih produk yang aman, akhirnya produk yang tidak ramah lingkungan dengan sendirinya akan tersingkir karena adanya kompetisi inovasi,” kata Penny. 

Bahaya Galon BPA

Ilustrasi air minum dari galon
Ilustrasi air minum dari galon/Shutterstock-BiniClick.

Sementara itu, Deputi Bidang Pengawasan BPOM, Rita Endang, mengatakan bahaya galon BPA isi ulang terdapat pada jenis plastik keras atau polikarbonat yang pembuatannya menggunakan campuran senyawa BPA.  Karena itulah, rancangan regulasi pelabelan galon BPA menargetkan produk galon guna ulang  yang saat ini digunakan sekitar 50 juta warga Indonesia untuk kebutuhan sehari-hari. Dari total 21 miliar liter produksi industri AMDK per tahunnya, sekitar 22 persen di antaranya beredar dalam bentuk galon guna ulang. 

Di samping menyelenggarakan forum dialog, dalam rangkaian kegiatan puncak peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia beberapa waktu lalu itu, BPOM memberikan apresiasi kepada industri obat dan makanan yang proaktif menerapkan produksi berkelanjutan berwawasan lingkungan. 

Serta menyelenggarakan pameran inovasi teknologi berwawasan lingkungan bersama 26 industri obat dan makanan.

 

 

(*)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya