Liputan6.com, Jakarta - Aipda M, salah seorang anggota polisi diduga terlibat dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) jaringan penjualan ginjal Indonesia-Kamboja. Ia ditangkap bersama dengan 11 orang tersangka lainnya beberapa waktu lalu.
Dengan ditangkapnya Aipda M, Komisioner Komisi Polisi Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti mengaku prihatin terkait dengan adanya aksi polisi tersebut yang menghalangi proses hukum kepada para pelaku TPPO.
"Tidak ada ampun bagi orang seperti itu di kepolisian, sehingga yang bersangkutan harus diproses pidana dengan hukuman maksimum ditambah sepertiga. Karena yang bersangkutan sebagai aparat kepolisian, seharusnya menegakkan hukum, bukan malah menghalang-halangi proses hukum," kata Poengky saat dihubungi, Sabtu (22/7).
Advertisement
Dengan adanya tindakan tersebut, Poengky pun mendorong agar Aipda segera dilakukan proses kode etik serta dikenai sanksi pemecatan.
"Buah yang busuk dalam keranjang harus dibuang. Jika tetap dipertahankan, maka akan menularkan kebusukan pada yang lain," ujarnya.
Poengky menegaskan, Korps Bhayangkara harus memberikan hukuman yang maksimum. Hal ini juga agar menjadi efek jera, supaya tidak ada lagi anggota yang melakukan tindak pidana.
"Hukuman pidana maksimum disertai pemberatan serta sanksi pemecatan sebagai efek jera agar tidak ada lagi aparat yang berani coba-coba merintangi proses penyidikan," pungkasnya.
Sumber: Nur Habibie/Merdeka.com
Amankan 12 Tersangka
Sebelumnya, Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Polda Metro Jaya telah mengamankan 12 orang tersangka. Mereka yang diamankan ini terkait kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) terkait penjualan ginjal.
Dir Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengky Hariyadi mengatakan, penangkapan terhadap para tersangka tersebut dengan adanya backup dari Direktorat Tindak Pidana Umum (Dit Tipidum) Bareskrim Polri.
"Kami telah menetapkan 12 tersangka, dan dari 12 tersangka ini. 10 merupakan bagian dari sindikat, dimana dari 10 ini, sembilan adalah memasukan donor. Kemudian ada koordinator secara keseluruhan, ini menghubungkan Indonesia dan Kamboja," kata Hengky kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Kamis (20/7).
Lalu, pihaknya juga menangkap seseorang yang khusus melayani di Kamboja atau yang menghubungkan dengan rumah sakit. Ia yang dimaksudnya itu atas nama Lukman.
"Kemudian, khusus yang melayani di Kamboja yang menghubungkan dengan rumah sakit, menjemput dan yang mendonori juga ini kita tangkap kemudian kami kembali kejar ke Kamboja. Kami tangkap atas nama Lukman, dan tujuh orang perekrut yang mengurus paspor dan lain sebagainya," ujarnya.
Dari 12 orang tersangka yang ditangkap, satu orang lainnya merupakan anggota Polri atas nama inisial Aipda M serta satu orang dari pihak Imigrasi inisial AH alias A.
Lalu, untuk 10 orang lainnya berinisial MAF alias L, R, DS alias R, HA alias D, ST alias I, H alias T, HS alias H, GS alias G, EP alias E dan LF alias L.
"Aipda M, ini anggota yang berusaha mencegah, merintangi baik langsung maupun secara tidak langsung proses penyidikan yang dilakukan oleh tim gabungan ini, yaitu dengan cara menyuruh membuang hp dan berpindah-pindah tempat, yang pada intinya agar menghindari pengejaran daripada kepolisian," jelasnya.
"Dan juga yang bersangkutan menerima uang sejumlah Rp612 juta, ini menipu, pelaku-pelaku ini yang menyatakan bahwa yang bersangkutan bisa mengurus agar tidak dilanjutkan kasusnya," sambungnya.
Sedangkan, untuk AH sendiri menerima uang mulai dari Rp3.200.000 hingga Rp3.500.000 dari para pendonor atau persetiap satu orang.
"Kemudian satu orang tersangka dari oknum Imigrasi atas nama AH ini dikenakan pada Pasal 2 dan Pasal 4 Juncto Pasal 8 UU nomor 21 Tahun 2007 yaitu setiap penyelenggara negara yang menyalahgunakan kekuasaan yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana perdagangan orang, ini ancamannya ditambah 1/3 kalau penyelenggara negara, disini daripada pasal-pasal pokok," pungkasnya.
Advertisement