Liputan6.com, Jakarta - Menko Polhukam Mahfud Md menyebut, Satgas Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) telah mengusut transaksi janggal Rp349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), khususnya terhadap transaksi sebesar Rp189 triliun dalam kasus importasi emas. Kasusnya pun dinyatakan naik ke penyidikan.
Mahfud Md mengungkapkan, transaksi emas bernilai triliunan itu terjadi dalam periode 2017-2019 dan melibatkan tiga entitas terafiliasi dengan grup SB.
Baca Juga
"SB Ini inisial orang yang bekerja sama dengan perusahaan di luar negeri," kata Mahfud di Menkopolhukam, Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2023).
Advertisement
Mahfud menyatakan, dalam kasus ini telah ditemukan fakta pemalsuan data kepabeanan yang membuat hilangnya pungutan pajak penghasilan (PPH) atas emas batangan eks impor seberat 3,5 ton.
"Modus kejahatan yang dilakukan mengkondisikan seolah-olah emas batangan yang diimpor telah diolah menjadi perhiasan dan seluruhnya telah diekspor," kata dia.
Padahal, kata Mahfud, emas batangan 3,5 ton beredar di perdagangan dalam negeri. Sehingga, atas hal ini Grup SB dinyatakan telah salah menggunakan surat bebas PPH pasal 22.
Menurut Mahfud, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Keemenkeu juga memperoleh dokumen perjanjian tentang pengolahan anoda logam dari salah satu Badan Usaha Milik Negara atau BUMN (PT ATM) ke Group SB (PT LM) 2017.
"Diduga perjanjian ini sebagai kedok Group SB untuk melakukan ekspor barang yang tidak benar," kata dia.
Telusuri Nilai Transaksi
Meski begitu, Mahfud menyatakan, saat ini jumlah pengiriman anoda logam dari PT ATM ke PT LM dan pengiriman hasil olahan berupa emas dari PT LM ke PT ATM masih ditelusuri untuk memastikan nilai transaksi yang sebenarnya.
"DJP memperoleh data bahwa Group SB melaporkan SPT secara tidak benar sehingga DJP menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan (Sprin Bukper) tanggal 14 Juni 2023 terhadap 4 Wajib Pajak Group SB. Data sementara yang diperoleh, terdapat Pajak Kurang Bayar beserta denda yang diperkirakan mencapai ratusan milyar rupiah untuk Group SB," ucap dia.
Mahfud berujar, dalam menjalankan bisnisnya ini, SB memanfaatkan orang-orang yang bekerja kepadanya sebagai instrumen untuk melakukan pidana kepabeanan dan TPPU.
"PPATK telah menyerahkan data tambahan transaksi keuangan mencurigakan dari puluhan rekening grup SB kepada Dirjen pajak untuk dilakukan analisis kebenaran pelaporan pajaknya," ujar dia.
Advertisement
Diusut Penyidik Ditjen Bea Cukai
Sebelumnya, Mahfud Md mengatakan, satgas Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) menemukan bukti awal memperlihatkan adanya tindak pidana di kasus transaksi janggal Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Khususnya, kata dia terhadap nilai transaksi sebesar Rp 189 triliun yang merupakan transaksi terbesar dalam kasus importasi emas.
"Penyidik Ditjen Bea Cukai meyakini telah memperoleh bukti permulaan terjadinya tindak pidana kepabeanan dalam surat yang dikirimkan PPATK Nomor SR-205/2020 dengan nilai transaksi mencurigakan sebesar Rp189 triliun," kata Mahfud di Menkopolkam, Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2023).
Oleh sebab itu, kata Mahfud penyidik Dirjen Bea Cukai telah menerbitkan surat perintah penyidikan atau sprindik sebagai tindak lanjut. Selain itu, dalam kasus ini Satgas TPPU juga melibatkan Kejaksaan Agung.
"Penyidik telah menerbitkan surat perintah penyidikan bernomor 7 tanggal 19 Oktober Tahun 2023 terkait pelanggaran UU kepabeanan dan UU TPPU serta menyerahkan surat pemberitahuan untuk dimulainya penyidikan kepada bidang pidana khusus Kejagung," jelas Mahfud.
Mahfud menyampaikan, transaksi emas dalam kasus ini terjadi dalam periode 2017 sampai 2019 dan melibatkan tiga entitas terafiliasi dengan grup SB.
"SB Ini inisial orang yg bekerja sama dengan perusahaan di luar negeri," ujar Mahfud.
Mahfud mengungkapkan, Satgas TPPU menemukan fakta terjadi pemalsuan data kepabeanan yang menyebabkan hilangnya pungutan pajak penghasilan (PPH) atas emas batangan eks impor seberat 3,5 ton.
Bentuk Satgas TPPU
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud Md membentuk satuan tugas atau Satgas supervisi untuk menyelidiki dugaan pencucian uang yang ada di Kementerian Keuangan. Satgas ini dibentuk terkait transaksi janggal di Kementerian Keuangan senilai Rp349 triliun.
"Saya sampaikan hari ini pemerintah bentuk satgas yang dimaksudkan, yaitu satgas dugaan tindak pidana pencucian uang," kata Mahfud di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Jakarta Pusat, Rabu (3/5/2023).
Satgas ini dibentuk berdasarkan evaluasi penanganan laporan hasil analisis, laporan hasil pemeriksaan dan adanya dugaan TPPU pada rapat komite TPPU tanggal 10 april 2023. Termasuk juga sebagai hasil keputusan rapat Komite TPPU pada tanggal 10 April 2023 yang disampaikan kepada DPR melalui Rapat Dengan Pendapat di Komisi III DPR pada 11 april 2023.
Mahfud menjelaskan, Satgas TPPU ini terdiri dari 3 bagian yakni tim pengarah, tim pelaksana dan kelompok kerja.
Tim pengarah terdiri dari tiga orang pimpinan, yakni Ketua Komite TPPU Mahfud MD, Wakil Ketua Komite Airlangga Hartarto dan Sekretaris merangkap anggota Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.
Tim pelaksana terdiri dari berbagai perwakilan kementerian/lembaga. Antara lain, Ketua Deputi 3 Kemenko Polhukam dan wakilnya Deputi 5 Kemenko polhukam. Direktur analisis dan pemeriksaan 1 PPATK sebagai sekretaris.
Sementara itu, anggotanya terdiri dari Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo, Dirjen Bea Cukai, Askolani, Irjen Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh. Selain itu ada juga Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Wakil Kabareskrim Polri Deputi bidang Kontra Intelijen BRIN, dan Deputi Analisis PPATK.
Advertisement