Usut Kasus Korupsi di Bima, KPK Panggil Pj Gubernur NTB Lalu Gita Ariadi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan memeriksa Pj Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Lalu Gita Ariadi, Senin (20/11/2023).

oleh Fachrur Rozie diperbarui 20 Nov 2023, 07:44 WIB
Diterbitkan 20 Nov 2023, 07:44 WIB
Ilustrasi KPK
Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan memeriksa Pj Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Lalu Gita Ariadi, Senin (20/11/2023). Lalu Gita akan dimintai keterangan seputar kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kota Bima, NTB.

Lalu Gita akan diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan Wali Kota nonaktif Bima Muhammad Lutfi (ML).

"Dari informasi yang kami terima benar, tim penyidik KPK memanggil Lalu Gita Ariadi (Pj Gubernur NTB) sebagai saksi pada (20/11) dalam perkara dengan tersangka ML selaku wali kota Bima dimaksud," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (20/11/2023).

Ali berharap Lalu Gita bersedia hadir memenuhi panggilan penyidik KPK dan memberikan keterangan yang dibutuhkan tim penyidik dalam kasus ini.

"Kami berharap saksi akan kooperatif hadir sesuai jadwal yang ditentukan tersebut," kata Ali.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Wali Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) Muhammad Lutfi (MLI). Dia ditahan usai diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kota Bima.

Lutfi ditahan setelah KPK resmi mengumumkan statusnya sebagai tersangka.

"Untuk kebutuhan proses penyidikan, dilakukan penahanan pertama pada tersangka MLI selama 20 hari, mulai 5 Oktober 2023 hingga 24 Oktober 2023 di Rutan KPK," ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (5/10/2023).

 

Kronologi Kasus

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Wali Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) Muhammad Lutfi (MLI).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Wali Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) Muhammad Lutfi (MLI). (Liputan6.com/Fachrur Rozie)

Firli menjelaskan, awal mula kasus ini terjadi pada 2019 saat Lutfi bersama dengan salah satu keluarga intinya mengondisikan proyek-proyek yang akan dikerjakan Pemerintah Kota Bima. Tahap awal pengondisiannya, dengan meminta dokumen berbagai proyek yang ada di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemkot Bima.

Lutfi kemudian memerintahkan beberapa pejabat pada Dinas PUPR dan BPBD Pemkot Bima untuk menyusun berbagai proyek yang memiliki nilai anggaran besar. Proses penyusunannya pun dilakukan di rumah dinas jabatan Wali Kota Bima.

Nilai proyek di Dinas PUPR dan BPBD Pemkot Bima untuk Tahun Anggaran 2019 hingga 2020 mencapai puluhan miliar rupiah. Lutfi secara sepihak menentukan para kontraktor untuk dimenangkan dalam pekerjaan proyek-proyek dimaksud.

Meski demikian, proses lelang tetap berjalan, namun hanya sebagai formalitas. Sementara para pemenang lelang tidak memenuhi kualifikasi persyaratan sebagaimana ketentuan.

 

Proyek Pelebaran Jalan

Adapun beberapa proyek yang dikondisikan itu di antaranya proyek pelebaran jalan Nungga Toloweri, serta pengadaan listrik dan PJU perumahan Oi'Foo. Teknis penyetoran uang itu diduga melalui transfer rekening bank atas nama orang-orang kepercayaan Lutfi termasuk anggota keluarganya.

"Atas pengondisian tersebut, Muhammad Lutfi menerima setoran uang dari para kontraktor yang dimenangkan hingga mencapai Rp8,6 miliar," kata Firli.

Atas perbuatannya, Muhammad Lutfi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (i) dan atau Pasal 12B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Infografis OTT KPK Era Firli Bahuri
Infografis OTT KPK Era Firli Bahuri (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya