Liputan6.com, Jakarta - Mantan Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Sekretariat Jenderal (Setjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Dudy Jocom dituntut hukuman pidana lima tahun penjara atas kasus dugaan korupsi proyek pembangunan tiga kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).
Kampus IPDN tersebut dibangun di tiga wilayah yakni Riau, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan.
Baca Juga
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Dudy Jocom, berupa pidana penjara selama lima tahun," ujar Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (22/2/2024).
Advertisement
Jaksa menilai Dudy telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi pembangunan ketiga kampus IPDN dan telah merugikan negara sebesar Rp69,1 miliar.
Dalam tuntutannya, Dudy juga dikenai denda sebesar Rp500 juta atau dapat diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan.
Selain itu, Jaksa KPK juga membebankan Dudy dengan membayar uang pengganti. Namun bila terdakwa tidak mampu membayarnya maka akan diganti dengan hartanya yang disita.
"Menghukum Terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp4.625.000.000,00 dan apabila Terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa," tegas Jaksa KPK.
Jaksa kemudian menambahkan pertimbangan memberatkan dalam tuntutannya, yakni Dudy sebagai mantan pejabat di Kemendagri dianggap tidak turut andil mendukung program pemerintah dalam upaya memberantas korupsi.
Sementara untuk hal yang meringankan, Dudy dinilai telah mengakui perbuatan korupsinya.
Â
Rugikan Negara Rp69,1 Miliar
Â
Dalam dakwaannya, Dudy telah merugikan negara sebesar Rp69,1Â milar atas pembangunan tiga kampus IPDN di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau, Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Sulawesi Selatan.
Da dinilai telah bekerja sama dengan General Manager Divisi Gedung PT Hutama Karya, Budi Rachmat Kurniawan; Senior Manager Pemasaran Divisi Gedung PT Hutama Karya, Bambang Mustaqim; Kepala Divisi Konstruksi VI PT Adhi Karya, Dono Purwoko; dan Kepala Divisi I (Gedung) PT Waskita Karya, Adi Wibowo.
Bahkan dalam pelaksanaan lelangnya itu, Dudy tidak menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) sebagai acuan dalam pelaksanaan lelang. Alhasil hanya memenangkan tiga tender proyek kepada PT Hutama Karya, PT Adhi Karya, dan PT Waskita Karya.
Adapun untuk kontrak kerja yang terbentuk yakni penyetujuan 100 atas pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai untuk pembangunan tiga kampus tersebut dengan kerugian yang berbeda.
Untuk Kampus IPDN di Riau telah merugikan keuangan negara senilai Rp 22.109.329.098,42. Pembangunan kampus di Sulawesi Utara merugikan senilai Rp 19.749.384.767,24.
Sementara di Sulawesi Selatan telah merugikan negara Rp 27.247.147.449,84.
Perbuatannya telah melanggar pasal Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Â
Reporter: Rahmat Baihaqi
Merdeka.com
Advertisement