Liputan6.com, Jakarta - Pengacara mengungkap kondisi psikis korban pelecehan oknum rektor nonaktif Universitas Pancasila Edie Toet Hendratno (ETH) usai mendapat intimidasi dan intervensi. Menurut penasihat hukum korban, Amanda Manthovani, psikis kliennya terguncang.
"Ya sebenarnya justru psikis mereka terguncang makin ngerasa luapan hati mereka tambah kesel. Kok udah gue diginiin, gue dirugikan kok gue disuruh cabut juga. Kan keterlaluan," kata dia saat dihubungi, Senin (11/3/2024).
Baca Juga
Apalagi, Amanda menerangkan, kliennya terus disudutkan oleh kubu dari terlapor atau Edie Toet seolah-olah nama baik kampus Universitas Pancasila menjadi tercoreng akibat pelaporannya ke polisi.
Advertisement
"Padahal kan nama kampus jadi rusak karena nama baik terlapor, bukan korban," ujar dia.
"Jadi makanya yang saya bilang kemarin mereka semakin resah, merasa gak tenang, karena kok udah jelas-jelas yang salah siapa kok harus mereka yang harus mengalah dengan dalih nama baik kampus," dia menandaskan.
Sebelumnya, Amanda menerima aduan dari kliennya mendapat intimidasi dari kubu Edie Toet. Dia menceritakan, saat itu mendapat informasi bahwa kliennya dipanggil oleh salah satu orang suruhan dari rektor Edie pada 12 Februari 2024 lalu.
"Itu memang dari salah satu petinggi itu. Itu panggil korban, korban pada saat itu dan korban infokan ke saya. Mba saya dipanggil sama ini, gitu," ucap dia.
Amanda menyarankan kepada kliennya untuk menemui orang tersebut. Terlebih, kliennya masih berstatus karyawan. Namun, yang janggal orang itu bekerja di bagian S1 Universitas Pancasila, sementara korban saat ini bertugas di Pascasarjana.
"Yaudah anggap aja tidak apa-apa. Dia kemudian hadap," ujar dia.
Diminta Cabut Laporan
Amanda mengatakan, kliennya ketika itu diminta untuk mencabut laporan polisi (LP). Dalihnya, untuk menjaga nama baik kampus.
"Dicabut aja, kenapa enggak dicabut aja laporannya, gitu," ujar dia.
Amanda mengatakan, kliennya menolak permintaan tersebut. Dia bersikukuh akan melanjutkan proses hukum hingga mendapat kepastian hukum.
"Dia bilang 'saya enggak mau', tetep kekeh, sampe ya terus dia (kubu ETH) jawab 'kalau saya memang ngejalanin perintah si ETH itu'. Gitu," ujar Amanda.
Amanda menyebut, permintaan dinilai semacam intimidasi secara psiksis. Menurut dia, ada intervensi dari pihak kampus untuk tidak melanjutkan laporan polisi tersebut.
"Itukan semacam gimana ya. Itu menurut saya udah intimidasi karena dianggap merusak nama baik kampus. Sedangkan udah dijelasin sama korban bahwa kejadiannya seperti ini bu, saya ini dilecehkan, kenapa saya harus cabut laporan saya," tandas dia.
Advertisement