Liputan6.com, Jakarta - Seniman perempuan masih berjuang melawan berbagai bentuk pelecehan dan diskriminasi. Dalam upaya mengatasi tantangan ini, Simpul Seni Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) bersama Puan Seni menyelenggarakan Sarasehan Seniman Perempuan di Aula PDSHB Jassin, Gedung Ali Sadikin, Taman Ismail Marzuki.
Acara ini menjadi wadah bagi puluhan seniman perempuan dari berbagai disiplin seni untuk berbagi pengalaman dan aspirasi mereka.
Baca Juga
Pada pertemuan ini, berbagai isu penting diangkat, termasuk kesetaraan gender dan pelecehan seksual hingga intelektual yang masih marak di kalangan seniman perempuan.
Advertisement
Nadine, seorang pelaku teater, berbagi pengalaman pahitnya menghadapi pelecehan sejak masa sekolah menengah.
"Saya menyesal baru mempelajari soal kesetaraan gender baru-baru ini, padahal pengalaman yang mengguncang mental itu saya alami dari saat sekolah. Bahkan awalnya tidak tahu. Pencerahan-pencerahan ini harus sampai ke pelajar juga," kata dia.
Nadine menekankan pentingnya edukasi tentang pencegahan pelecehan seksual bagi pelajar yang rentan. Pelajar yang masih lugu harus dibekali pengetahuan ini sejak dini.
Pelecehan Intelektual: Batasan Gender dalam Dunia Seni
Kartika Jahja dari Institute Ungu mengungkapkan fenomena lain yang dihadapi seniman perempuan, yaitu pelecehan intelektual. Ia menyebut adanya anggapan bahwa seniman perempuan memiliki "masa kadaluarsa" atau "expired date", sehingga dianggap tidak lagi relevan setelah usia tertentu.
Selain itu, Kartika juga menyoroti sulitnya akses pelatihan di bidang-bidang tertentu yang dianggap sebagai ranah laki-laki, seperti sound engineer. Hal ini, menurutnya, menghambat regenerasi pegiat seni perempuan.
Senada dengan Kartika, Gema Swaratyagita, seorang komposer perempuan dari Perempuan Komponis: Forum & Lab, juga mengungkapkan diskriminasi yang dialami oleh komponis perempuan yang menjadi ibu.
Ia menyebutkan adanya anggapan bahwa perempuan tidak dapat langsung berkarya setelah melahirkan, sehingga banyak yang berhenti berkarya setelah menjadi ibu.
Menanggapi temuan-temuan tersebut, Aquino Hayunta, anggota Komite Seni Rupa dan Komisi Simpul Seni DKJ, menjelaskan bahwa temuan ini akan dipetakan dan dibahas bersama Puan Seni untuk menyusun strategi advokasi selanjutnya.
Bendahara Puan Seni Indonesia, Irawita, menambahkan bahwa tidak menutup kemungkinan pertemuan serupa akan digelar untuk membahas hasil pemetaan tersebut.
Advertisement
