Cegah Overcrowding, Bapas Surabaya dan Pemkot Kolaborasi Upaya Penerapan Pidana Non-Penjara

Diberlakukannya pidana non pemenjaraan, bukan hanya terkait penghematan anggaran negara, tapi juga peningkatan kualitas pembinaan bagi warga binaan.

oleh Tim News diperbarui 26 Mar 2024, 14:35 WIB
Diterbitkan 26 Mar 2024, 11:22 WIB
Bapas surabaya
Kepala Balai Pemasyarakatan (Bapas) Surabaya, Rika Aprianti saat memaparkan di hadapan peserta rakor di ruang rapat bidang hukum Pemerintah Kota Surabaya, Senin (25/3/2024). (Tim News)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Balai Pemasyarakatan (Bapas) Surabaya, Rika Aprianti, menyampaikan kesiapan dan dukungan Bapas Surabaya untuk kolaborasi pelaksanaan pidana alternatif atau pidana luar lembaga atau pidana non pemenjaraan. Bapas Surabaya siap menghadirkan produk assessment yang akan menjadi dokumen dukungan penting dalam pelaksanan pidana alternatif.

“Pidana alternatif menjadi salah satu solusi penting permasalahan klasik overcrowding di lapas dan rutan. Tidak semua kasus pidana harus masuk ke rutan atau lapas. Untuk itu dibutuhkan kolaborasi dan koordinasi, baik APH, Pemerintah Daerah dan Masayarakat. Karena sejatinya penerapan ini adalah kebutuhan untuk melindungi masyarakat,” ungkap Rika saat memaparkan di hadapan peserta rakor di ruang rapat bidang hukum Pemerintah Kota Surabaya, Senin (25/3/2024).

Rika menyebutkan dengan diundangkannya UU No1 tahun 2023 tentang KUHP, khususnya Pasal 65 yang menyebutkan 5 pidana pokok, yang 3 diantaranya menyebutkan Pidana Pengawasan, Pidana Denda dan Pidana Kerja Sosial, memberi peluang lebih luas untuk menerapkan pidana luar lapas atau rutan. Walaupun saat ini masih masa transisi hingga tahun 2026.

“Namun sebenarnya saat ini sudah memiliki cantolan pidana luar penjara di Pasal 14a KUHP, bahwa putusan pidana 1 tahun ke bawah dapat diberlakukan pidana percobaan,” kata Rika

Ia pun menyebutkan bahwa berdasarkan data yang dihimpun di 6 wilayah kerja Bapas Kelas Surabaya di 6 Lapas dan Rutan, saat ini terdapat 235 narapidana dengan hukuman 1 tahun ke bawah atau diregister.

“Kami coba hitung rata-rata saja uang makan 20 ribu per hari dikalikan 235 narapidana tersebut dikalikan 365 hari atau 1 tahun. Maka penghematan anggaran negara yang diperkirakan apabila mereka menjalani pidana luar lembaga atau pidana percobaan adalah sekitar 1, 7 milyar rupiah," Rika menjelaskan.

“Itu hanya dari makannya saja, belum pemenuhan kebutuhan sarana lain,’ imbuhnya.

 

Dapat Tingkatkan Kualitas Pembinaan

Menurutnya diberlakukannya pidana non pemenjaraan, bukan hanya terkait dengan penghematan anggaran negara, tetapi juga peningkatan kualitas pembinaan bagi warga binaan di dalam lapas dan rutan. Karena dengan menurunnya jumlah hunian, tingkat keseimbangan antara petugas dan penghuni lapas rutan dapat terwujud. Dengan begitu, melalui pembinaan dan perawatan, kulitas warga binaan yang akan kembali ke masyarakat pun akan semakin membaik.

“Artinya sebenarnya pidana non-pemenjaraan senafas dengan tujuan sistem Pemasyarakatan, yaitu melindungi masyarakat, termasuk melindungi masyarakat dari pengulangan tindakan pidana,” kata Rika.

Ia kembali menjelaskan bahwa dengan pidana alternatif pelaku pelanggaran dapat “membayar” langsung perilakunya kepada masyarakat melalui jenis tindak pidana alternatif. Negara tidak harus mengeluarkan uang, justru mereka yang membayar langsung ke masyarakat, misalnya kerja sosial, menyapu taman kota, mengajar materi tertentu atau lainnya.

"Tapi tentunya itu setelah dilakukan assessment ketat, kami di Bapas akan melakukan assessment melalui litmas (penelitian kemasyarakatan) dan pertimbangan dari pihak terkait lain pun sangat dibutuhkan. Kolaborasi untuk menghasilkan kualitas warga negara Indonesia yang baik untuk kembali ke masyarakat,” terang Rika.

 

Penurunan Drastis ABH

Rika mengharapkan best practice penurunan drastis jumlah Anak yang berhadapan dengan Hukum (ABH) penanganan anak dengan berlakunya UU 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak (UU SPPA). Sebelum berlaku UU SPPA, jumlah anak Indonsia sekitar 7.000 anak. Tapi setelah berlakunya peraturan itu, jumlah anak yang berada di dalam lembaga berada pada angka kurang dari 2.000 Anak.

Kepala Bapas Surabaya ini juga menyampaikan apresiasinya atas atensi dan dukungan dari Pemkot Surabaya yang telah menginisiasi rapat koordinasi.

Kepala Bagian Hukum dan Kerjasama Pemkot Surabaya Shidarta Praditya Revienda Putra, menyampaikan dukungannya dan siap untuk menindaklanjuti.

“Sebenarnya ini adalah PR lama, tapi kali ini PR ini harus sama-sama kita tuntaskan, khususnya tentang perubahan mindset penghukuma,”katanya

Ia menambahkan, pertemuan ini akan segera ditanklanjuti dengan rapat koordinasi dengan menghadirkan aparat penegak hukum (APH). Pada rakor itu hadir beberapa elemen dinas daerah seperti PPA, Dinas Sosial, yang berinetraksi dalam diskusi bagaimana berbagai peran ini akan berkolaborasi dalam penerapan pidana alternatif.

Selain dari pemerintah daerah, perwakilan dari Divisi Pemasyarakatan dan Pelayan Hukum Kanwil Kemenkumham Jawa Timur juga turut hadir sebagai penanggung jawab wilayah Jawa Timur.

Infografis Vonis Penjara Seumur Hidup Teddy Minahasa. (Liputan6.com/Abdillah) (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Vonis Penjara Seumur Hidup Teddy Minahasa. (Liputan6.com/Abdillah) (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya