Liputan6.com, Gorontalo - Dalam khazanah budaya Gorontalo, panggilan Nou dan Uti telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas sosial anak laki-laki dan perempuan selama puluhan tahun.
Namun, di tengah arus modernisasi, tradisi ini mulai jarang terdengar di lingkungan masyarakat yang dikenal sebagai "Serambi Madinah".
Secara harfiah, dalam bahasa Gorontalo, Nou berarti anak perempuan, sementara Uti merujuk pada anak laki-laki.
Advertisement
Panggilan ini tidak sekadar sapaan biasa, melainkan bentuk kasih sayang mendalam dari orang tua kepada anak, serta antar sesama kerabat dekat.
Baca Juga
"Panggilan ini biasa digunakan oleh orang tua kepada anaknya, kakak kepada adiknya, atau antar keluarga besar," kata Saiful, seorang warga Gorontalo yang hingga kini masih mempertahankan penggunaan Nou dan Uti dalam keluarganya.
Menurut Saiful, dalam struktur sosial Gorontalo, sistem panggilan memiliki tingkatan berdasarkan usia dan kedudukan. Nou dan Uti ditempatkan sebagai sapaan penuh keakraban bagi generasi yang lebih muda.
Dalam keseharian, penggunaan panggilan Nou dan Uti mempererat hubungan kekeluargaan, menciptakan suasana penuh kehangatan, sekaligus mempertegas penerimaan seseorang dalam komunitas adat Gorontalo. Tradisi ini juga menjadi media penting dalam mentransmisikan nilai budaya antar generasi.
Namun, perubahan zaman membawa tantangan tersendiri bagi kelangsungan tradisi ini. Beberapa dekade terakhir, semakin banyak orang tua yang memilih sapaan modern atau bernuansa agama untuk anak-anak mereka.
"Globalisasi dan pengaruh budaya populer melalui media massa menjadi faktor utama perubahan ini. Selain itu, urbanisasi membuat masyarakat cenderung mengadopsi budaya luar," ujarnya.
Meskipun demikian, sejumlah keluarga di Gorontalo masih berupaya melestarikan panggilan Nou dan Uti sebagai bentuk penghormatan terhadap akar budaya lokal.
Upaya ini menjadi penting di tengah derasnya arus globalisasi yang kerap menggerus identitas budaya daerah.
Pelestarian istilah Nou dan Uti diharapkan dapat terus dilakukan, agar generasi muda Gorontalo tetap memiliki keterikatan emosional dengan warisan budaya leluhur mereka.
Â