Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Rampai Nusantara, Mardiansyah Semar, menyesalkan pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang mengibaratkan Gibran Rakabuming Raka yang maju sebagai calon wakil presiden seperti sopir truk yang membuat kecelakaan di Gerbang Tol Halim.
Mardiansyah tidak sepakat dengan Hasto. Dia pun menyayangkan, pernyataan yang dinilai sebagai aksi blunder dari seorang Sekjen PDIP.
Baca Juga
“Hasto sedang bingung yang bersangkutan sering blunder dalam mengeluarkan pernyataan yang justru merugikan partai,” kata Mardiansyah melalui siaran pers diterima, Senin (1/4/2024).
Advertisement
Sebagai seorang aktivis politik di era 98, Mardiansyah juga menilai pernyataan Hasto tidak mencerminkan kualitas dirinya yang saat ini menjabat selaku Sekjen. Dia berharap, Hasto kedepan bisa lebih baik.
"Pernyataan-pernyataanya sangat tidak mencerminkan petinggi partai politik, semoga Bu Megawati juga mengontrol yang bersangkutan," tambahnya.
Ia menyarankan, Hasto fokus terhadap urusan partainya yang belum selesai. Salah satunya, kasus korupsi yang menjerat kadernya dan masih buron, Harun Masiku.
"Kami mendorong KPK segera menemukan Harun Masiku dan jika bukti sudah cukup, segera tuntaskan dan jangan ragu atau takut,” pungkasnya.
Hasto PDIP Ibaratkan Pencalonan Gibran Seperti Sopir Truk Penyebab Kecelakaan di GT Halim Utama
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto mengibaratkan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 layaknya kasus kecelakaan beruntun di Gerbang Tol (GT) Halim Utama yang disebabkan sopir truk mebel.
Menurut Hasto, baik sopir truk pemicu kecelakaan beruntun maupun Gibran memiliki kesamaan, yakni masalah krisis kedewasaan.
"Saya memberikan contoh ketika menyampaikan pembicaraan, kebetulan ada persoalan sangat serius ketika di dekat pintu gerbang tol Halim ada sopir truk yang usianya baru 17 tahun, belum punya SIM dan kemudian mengalami dua krisis," kata Hasto di Media Center Ganja- Mahfud, Jakarta, Senin (1/4/2024).
Hasto menjelaskan, krisis pertama yakni saat sopir truk menyenggol kendaraan lain. Kedua, karena belum cukup dewasa dan berumur, sopir tancap gas hingga menyebabkan kecelakaan beruntun.
"Artinya untuk sopir truk saja diperlukan suatu kedewasaan," katanya.
Ia mengingatkan, bahkan usia menjadi syarat bagi seseorang untuk memiliki SIM. Oleh karena itu yang sama juga berlaku untuk pencalonan presiden dan wakil presiden, dibutuhkan usia cukup yakni syarat usia 40 tahun.
"Ternyata untuk mengatasi konflik, persoalan di lapangan butuh kedewasaan, apalagi untuk memimpin bangsa dan negara. Maka usia 40 tahun sebagai capres dan cawapres itu merupakan suatu usia yang menunjukkan tingkat kematangan," katanya.
Hasto Kristiyanto juga menyindir, bagaimana sopir truk yang belum cukup usia bisa menyebabkan kecelakaan, apalagi seorang pemimpin.
"Kalau kasus di jalan raya aja menciptakan korban seperti ini, apalagi kalau persoalan-persoalan di tingkat nasional? Jangan-jangan nanti pas rapat kabinet misalnya, sekiranya proses ini tak terbendung karena abuse of power, lebih asik naik sepeda," ucap Sekjen PDIP ini memungkasi.
Advertisement