Liputan6.com, Jakarta Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengaku tidak tidak tahu mantan Direktur Utama (Dirut) Pertamina, Karen Agustiawan, harus duduk di kursi persidangan sebagai terdakwa kasus korupsi. Dia hanya mengetahui kalau Karen hanya menjalankan tugasnya.
Hal itu disampaikan JK ketika menjadi saksi meringankan Karen Agustiawan dalam perkara korupsi Liquefied Natural Gas (LNG) atau gas alam cair tahun 2011-2021.
Baca Juga
"Sebab terdakwa ini sampai dijadikan terdakwa di sini, tahu saudara?" tanya hakim anggota di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (16/5/2024).
Advertisement
"Saya juga bingung kenapa jadi terdakwa, bingung, karena dia menjalankan tugasnya," jawab JK.
Hakim pun menanyakan perihal Instruksi Presiden nomor 1 yang ditujukan langsung kepada Pertamina, yang pada saat itu kondisi industri energi di dalam negeri sedang krisis.
Dalam instruksi yang dikeluarkan pemerintah era SBY-JK tahun 2006, pada intinya Pertamina harus menaikkan konsumsi gas lebih dari 30% dengan cara apa pun.
Jusuf Kalla pun menegaskan walaupun ada kebijakan itu, dalam perihal bisnis tidak luput dengan hal untung dan rugi. Namun yang harus digarisbawahi adalah bila pada akhirnya usaha BUMN merugi, maka harus ada hukuman.
"Jadi ada memang ada kebijakan kebijakan dalam itu ya. Jadi Bapak tidak tahu apakah Pertamina itu merugi atau untung, enggak tahu?" tanya hakim.
"Tidak. Tapi begini, boleh saya tambahkan? Kalau suatu kebijakan bisnis, langkah bisnis, cuma ada dua kemungkinannya; dia untung atau rugi. Kalau semua perusahaan rugi harus dihukum, maka seluruh BUMN karya harus dihukum, ini bahayanya. Kalau suatu perusahaan rugi harus dihukum," jelas JK.
"Maka semua perusahan negara harus dihukum dan itu akan menghancurkan sistem," sambung JK.
JK Sebut Pemerintah Keluarkan Kebijakan kepada Pertamina untuk Percepatan Pembangunan
JK mengatakan pemerintah sempat mengeluarkan kebijakan era Presiden SBY yang pada tahun 2006 yang ditujukan kepada Pertamina untuk menjaga ketahanan industri energi. Termasuk dalam bidang energi Liquified Petroleum Gas (LPG) maupun LNG (Liquefied Natural Gas).
Kebijakan tersebut juga menindaklanjuti dengan kondisi tahun 2005 di mana Indonesia sedang mengalami krisis energi secara besar-besaran. Terlebih harga minyak mencapai 90 dolar per barelnya. Alhasil, pemerintah mengambil empat langkah kebijakan.
"Pemerintah mengambil empat kebijakan untuk mengatasi masalah krisis energi di tahun 2005 yaitu mengurangi konsumsi yang waktu itu tinggi sekali dengan cara menaikkan harga BBM. Bapak ingat waktu itu kita naik lebih 100% agar negara tidak bangkrut pada waktu itu," kata JK di ruang sidang PN Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (16/5/2024).
Kebijakan lainnya yakni melakukan penghematan energi seperti pengaturan listrik AC, TV dan lain sebagainya. Kebijakan ketiga mengkonversi minyak tanah ke LPG karena dianggap jauh lebih bersih dan murah.
Alhasil, untuk mengatasi krisis energi, pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan menargetkan kenaikan konsumsi gas.
"BBM itu minyak bumi seperti solar, bensin, minyak tanah, dan sebagainya, dan diganti oleh gas dan batubara untuk listrik. Gas itu terdiri dari LPG dan LNG, dan industry. Maka itulah pemerintah mempunyai target waktu untuk menaikkan konsumsi gas lebih 30%, sehingga negara karena agar biaya suatu gas dan BBM itu satu banding tiga. Artinya, hanya satu kalori daripada minyak tanah dibanding dengan gas itu lebih murah, lebih bersih," jelas JK.
"Waktu itu punya pelaksanaan dari pada energi LNG baik LPG. Dan LNG itu tanggung jawab Pertamina menyiapkan satu ketersediaan energi, dalam hal ini gas lebih besar daripada sebelumnya. Itulah kenapa dikeluarkan keputusan Perpres Nomor 5 tahun 2006 itu dalam rangka menjaga ketahanan industri," sambung dia.
Advertisement
JK Jadi Saksi Meringankan Eks Dirut PT Pertamina Karen Agustiawan
Wakil Presiden Ke-10 dan 12 itu tiba di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (16/5/2024). Dia hadir untuk menjadi saksi a de charge atau saksi meringankan untuk terdakwa mantan Dirut PT Pertamina, Karen Agustiawan dalam perkara korupsi Liquefied Natural Gas (LNG) atau gas alam cair tahun 2011-2021.
Berdasarkan pantauan, JK telah hadir di PN Tipikor Jakarta Pusat sekitar pukul 09.59 WIB dengan didampingi oleh beberapa ajudannya. Terlihat saat dirinya masuk ke lobi pengadilan, dia terlebih dahulu mengobrol dengan salah seorang wanita, dan setelahnya langsung masuk ke dalam ruang VIP .
JK menyebut kehadirannya di PN Tipikor hanya sebatas saksi meringankan untuk terdakwa Karen.
"Saksi meringankan (terdakwa)," kata JK.
Berselang beberapa menit kemudian, terdakwa Karen juga terlihat telah hadir ruang sidang pengadilan sambil mengenakan baju hitam berkerudung pink. Dia hadir dengan didampingi kuasa hukumnya, Luhut Pangaribuan.
Karen menyatakan memilih JK untuk jadi saksi meringankan sehubungan dengan kebijakan era pemerintahan wakil JK.
"Soal kebijakan saja, soal pemerintah pada saat itu yang diambil seperti apa," kata Karen.
Karen didakwa melawan hukum dengan membuat kontrak perjanjian dengan perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC. Akibatnya, negara mengalami kerugian 113 juta dollar AS. Langkah itu dilakukan Karen bersama eks Senior Vice President (SVP) Gas & Power PT Pertamina, Yenni Andayani dan Direktur Gas PT Pertamina, Hari Karyuliarto.
Karen juga dianggap telah memperkaya diri Rp1.091.280.281,81 dan 104,016,65 dollar AS akibat seluruh kargo LNG milik Pertamina yang dibeli oleh perusahaan CCL LLC Amerika Serikat berdampak pada pasar domestik.
Alhasil, tindakannya juga turut memperkaya Corpus Christi Liquedaction sebesar 113,839,186.60 dollar AS.
Reporter: Rahmat Baihaqi
Sumber: Merdeka.com