Rumah Modular, PUPR, dan Komunitas Sustainable Buildings Bahas Perumahan Ramah Lingkungan

Menurut data Program Lingkungan PBB (UNEP) diperkirakan 40% dari konsumsi energi dan sekitar 30% emisi gas rumah kaca dihasilkan dari lingkungan binaan.

oleh Tim News diperbarui 16 Mei 2024, 16:59 WIB
Diterbitkan 16 Mei 2024, 16:04 WIB
Rumah Modular
SBCC didukung Asosiasi Rumah Modular Indonesia (ARMI) dan Kementerian PUPR menggelar FGD di Hotel Mulia, Senayan, Tanah Abang, Jakarta Pusat pada Rabu (15/5/2024) malam. (Ist).

Liputan6.com, Jakarta - Komunitas Sustainable Buildings, Cities & Communities (SBCC) didukung oleh Asosiasi Rumah Modular Indonesia (ARMI) dan Kementerian PUPR menggelar Focus Group Discussion (FGD) di Hotel Mulia, Senayan, Tanah Abang, Jakarta Pusat pada Rabu (15/5/2024) malam. 

Dalam FGD bertajuk ‘Light Steel Based Modular House: Eco-Friendly, Energy & Cost Efficient, Strong, Light, Fast, Cooler’ itu hadir Associated Professor Samad Sepasgzoar. Dalam kesempatan itu, ia menyampaikan materi terkait implikasi teknologi masa depan untuk mengurangi konsumsi energi pada bangunan,

Founder SBCC sekaligus Associate Prof Prodi Arsitektur Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Beta Paramita menerangkan, kegiatan ini diharapkan dapat menjadi salah satu langkah mitigasi yang realistik dan terstruktur. Tujuannya untuk mencegah dampak kerusakan lingkungan yang timbul akibat perkembangan lingkungan binaan di Indonesia.

“Menurut laporan Bank Dunia dampak Urban Heat Island (UHI), terutama bila dipertimbangkan bersamaan dengan perubahan iklim, merupakan ancaman serius dan semakin besar terhadap daya saing, kelayakan huni, dan inklusivitas kota-kota di Asia Timur," ungkap Dr. Eng. Beta dalam siaran tertulis pada Kamis (16/5/2024).

"Yang mengkhawatirkan, kota-kota di Indonesia, Malaysia, dan Filipina terkena dampak UHI yang paling parah dengan rata-rata suhu permukaan tanah (Land Surfaces Temperature/LST) hingga 6,6 derajat Celcius lebih hangat dibandingkan daerah pedesaan di sekitarnya,” paparnya.

Ia menjelaskan, menurut data Program Lingkungan PBB (UNEP) diperkirakan 40% dari konsumsi energi dan sekitar 30% emisi gas rumah kaca dihasilkan dari lingkungan binaan.

Pembangunan perumahan merupakan salah satu contohnya. Padahal perumahan adalah tipologi arsitektur beragam yang konfigurasinya ditentukan tidak hanya oleh mereka yang merancangnya, tetapi juga oleh pemanfaatan orang-orang yang tinggal di dalamnya.

Oleh karena itu, rumah pada dasarnya adalah struktur yang dapat beradaptasi dan berkembang seiring dengan waktu dan penggunanya, serta mengalami perubahan terus-menerus yang diwujudkan dalam cara hidup.

Menurutnya, rumah yang dibangun saat ini tidak akan sama dengan rumah yang dibangun ke depan, sehingga perlu adanya pendekatan kritis dan mendalam terhadap perannya dalam lingkungan binaan.

“Dalam hal ini, rumah modular secara konsisten menampilkan dirinya sebagai strategi desain dinamis yang telah merevolusi perumahan konvesional, mengembangkan solusi serbaguna untuk ruang dan praktik konstruksi yang berkelanjutan," jelas Dr. Eng. Beta.

Oleh karena itu, lanjutnya, perumahan modular telah menjadi lahan subur untuk mengeksplorasi dan memperdalam cara menghuni ruang dan memenuhi kebutuhan manusia.

"Dari katalog rumah prefabrikasi pada abad ke-19 hingga booming perumahan pasca-Perang Dunia II, evolusinya mencerminkan proposal masa lalu dan eksplorasi konsep-konsep baru untuk masa depan yang tentunya lebih ramah lingkungan,” terangnya lagi.

 

Rumah Modular

Sejurus dengan Dr. Eng. Beta, Ketua Umum ARMI, Nicolas Kesuma menerangkan, rumah modular adalah rumah dengan konstruksi bangunan khusus yang terbuat dari material rakitan pabrik.

Rumah modular dibangun dengan cara yang berbeda dari rumah biasa. Komponen seperti dinding, jendela dan pintu, dan atap sudah diproduksi terlebih dahulu, sehingga nantinya hanya tinggal dirakit (assembly) di lokasi konstruksi tanpa menyisakan limbah.

Jenis konstruksi ini katanya 50 persen lebih cepat dan membutuhkan bahan hingga 50 perseb lebih sedikit, sehingga menghasilkan efisiensi biaya 50 persen dibandingkan konstruksi konvensional atau tradisional.

“Teknologi baru telah memungkinkan bangunan atau rumah modular dibangun lebih besar, lebih tinggi, dan dalam banyak desain. Unit dapat dikirim ke seluruh negeri dan dirakit di lokasi dalam hitungan hari," jelas NIcolas.

"Rumah modular ini dibangun menggunakan sistem yang melibatkan proses berurutan yang kini menggunakan teknik modern seperti pemodelan digital 3D, sehingga memungkinkan adanya perencanaan awal untuk membuat proses lebih efisien,” bebernya.

Nicolas menambahkan, jika ditinjau dari kebutuhan pembangunan rumah di Indonesia yang terus meningkat, terutama yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, rumah modular berstruktur baja ringan (steel frame) adalah satu pilihan yang tepat.

Pasalnya, selain hemat energy pada operasional dan hemat biaya, rumah modular berstruktur baja ringan juga kuat, ringan, cepat dalam pembangunan, lebih sejuk, rendah jejak karbon dan ramah lingkungan.

“Kebutuhan rumah modular berstruktur baja ringan ini juga dapat dipenuhi oleh industri baja nasional yang mana akan memberikan nilai TKDN yang cukup tinggi dan akan meningkatkan utilisasi produksi yang pada akhirnya menggerakkan roda ekonomi sesuai tujuan SDGs," terang Nicolas.

"Selain itu, dengan pemanfaatan penutup atap dan dinding yang dilapisi cat reflektif surya yang memiliki nilai SRI (Solar Reflectance Index) tinggi, efek urban heat island ini juga dapat diminimalisir,” tambahnya.

Untuk itu, dengan adanya kegiatan FGD ini, ia berharap dapat terbuka jalur komunikasi dan memperluas jaringan antar pemangku kepentingan dari pemerintah, pelaku usaha, akademisi, tenaga ahli dan pihak lain dalam menjajaki potensi kolaborasi dan kemitraan dalam lingkup SBCC.

Selain itu, adanya pertimbangan dalam penyusunan SNI bangunan rumah modular berbasis baja ringan yang ramah lingkungan, efisien energi dan biaya, kuat, ringan, cepat bangun dan sejuk.

 

Kebutuhan Perumahan Masyarakat

Menjawab harapan di atas, maka dalam kegiatan sebuah komunitas seperti SBCC ini keterlibatan satu elemen kunci yaitu pemerintah sebagai regulator adalah sangat krusial.

Kementerian PUPR yang diwakili oleh Direktorat Jenderal Perumahan menerangkan tentang kebutuhan perumahan masyarakat, tanggapan cepat kepada pembangunan kembali paska bencana.

Selanjutnya, ketentuan penyusunan SNI bangunan gedung dan penyusunan prototype bangunan gedung hijau dan cerdas hingga standar perhitungan harga satuan tertinggi bangunan gedung negara. Tujuannya untuk mengetahui kelayakan rumah modular berbasis baja ringan.

“Diskusi teknis antar pemangku kepentingan kunci yang hadir luring dan daring terdiri dari akademisi, pengembang (developer), kontraktor, designer, industri baja ringan dan rumah modular, pemerintah terjadi secara kondusif dan membangun hingga tanpa terasa ada di penghujung acara," ungkap Nicolas.

"Kami berharap dapat memberikan masukan dan berkontribusi dalam penyusunan prototype rumah hijau dan cerdas," tambahnya.

Hal ini katanya untuk memudahkan industri, designer dan jasa konstruksi dalam membangun bangunan yang pasti sudah masuk kriteria dan lulus berdasarkan kebijakan bangunan gedung hijau dan bangunan cerdas.

Sehingga kejaran target perumahan nasional dapat segera tercapai secara kuantitas, sekaligus bisa mengantongi kredibilitas hijau dan cerdas yang berkontribusi kepada penurunan gas rumah kaca (GRK).

Infografis desain-desain interior rumah
Infografis desain-desain interior rumah yang bisa menjadi ide untuk menata kembali rumah Anda. (Dok: Liputan6/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya