Meski Sempat Tertimpa Beban Crane, Angka Keterangkutan MRT Jakarta Mengalami Peningkatan

PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta mencatat ada sekitar 107.773 orang yang menggunakan layanan MRT Jakarta setiap harinya pada Mei 2024. Angka ini meningkat dari April 2024 yang hanya 90.316 orang per hari.

oleh Winda Nelfira diperbarui 10 Jun 2024, 15:30 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2024, 15:30 WIB
Dua Juta Lebih Orang Gunakan MRT Jakarta Selama September 2022
Rangkaian kereta MRT melintas menuju stasiun di Jakarta, Kamis (20/10/2022). Selama 2022, perseroan menargetkan volume penumpan bisa mencapai rata-rata harian menyentuh 40.000 orang per hari. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta mencatat ada sekitar 107.773 orang yang menggunakan layanan MRT Jakarta setiap harinya pada Mei 2024. Angka ini meningkat dari April 2024 yang hanya 90.316 orang per hari.

"Secara total angka keterangkutan pada Mei lalu tidak kurang dari 3.340.972 orang menggunakan ratangga," demikian keterangan tertulis PT MRT Jakarta, diterima Senin (10/6/2024).

MRT Jakarta secara konsisten dapat mempertahankan ketepatan waktu operasional meliputi, ketepatan waktu tempuh, kedatangan, dan berhenti ratangga 100 persen dengan total 7.882 perjalanan kereta.

Kendati pada Mei 2024 terjadi insiden jatuhnya material besi oleh sebuah crane di jalur MRT Jakarta hingga operasional MRT Jakarta berhenti serta pembatalan lebih dari 100 perjalanan kereta, angka keterangkutan tetap menunjukkan pola kenaikan.

"Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat pekerja telah menggunakan MRT Jakarta saat beraktivitas dari tempat tinggal ke tempat kerja, begitu pula sebaliknya," katanya.

Adapun tren meningkatnya angka keterangkutan (ridership) MRT Jakarta terlihat di lima stasiun. Rinciannya di Stasiun Dukuh Atas BNI, Bundaran HI, Lebak Bulus Grab, Blok M BCA, Senayan Mastercard, dan Istora Mandiri.

Selain itu, integrasi antarmoda, gedung di sekitar stasiun, transit mitra feeder, dan program gaya hidup dan event menjadi sejumlah faktor lain yan turut mendorong peningkatan angka keterangkutan tersebut.

Kemudian, untuk menaikkan angka keterangkutan, PT MRT Jakarta juga bekerja sama dengan berbagai pihak, terutama dari industri wisata seperti sektor kuliner, aktivitas, hingga pusat perbelanjaan, kesehatan, pendidikan, hingga promo tiket di sejumlah tempat wisata.

"Kerja kolaborasi dengan sejumlah operator transportasi publik pengumpan (feeder) juga mendorong peningkatan angka keterangkutan," ucapnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Jokowi Ungkap Biaya Bangun MRT Lebih Mahal dari Kereta Cepat

 

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengungkapkan mahalnya biaya pembangunan transportasi massal di Indonesia. Jokowi mencontohkan biaya pembangunan Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta pada tahun 2013 mencapai Rp1,1 triliun per kilometer.

Namun, kata dia, biaya pembangunan MRT Jakarta saat ini semakin mahal yakni, Rp2,3 triliun per kilometer. Jokowi pun menanyakan apakah wali kota berani membangun MRT dengan APBD sendiri.

"Kalau kita bayangannya subway, LRT, MRT itu biayanya gede banget mahal. Saya sampai hafal. Waktu MRT dibangun pertama kali di Jakarta, dibangun itu per kilometer MRT yang bawah tanah itu Rp1,1 triliun per kilometer. Sekarang sudah Rp2,3 triilium per kilometer," kata Jokowi saat membuka Rakernas Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) ke-XVII di Balikpapan, Kalimantan Timur, Selasa (4/6/2024).

"Tolong tunjuk jari kota mana yang siap membangun MRT dengan APBD nya? 1 kilometer Rp2,3 triliun," sambungnya.

Sementara itu, dia mengatakan biaya pembangunan LRT Jabodebek yang gerbongnya dibuat oleh PT INKA mencapai Rp600 miliar per kilometer. Selain itu, biaya Kereta Cepat Jakarta-Bandung mencapai Rp780 miliar per kilometer.

"Siapa yang sanggup? Ada kota yang APBD-nya sanggup? Tunjuk jari saya beri sepeda. Enggak ada yang mampu. Apalagi kereta cepat, itu juga justru lebih murah dari subway, kereta cepat itu Rp780 miliar per kilometernya," ujarnya.

 


Tawarkan Moda Transportasi Lain

Jokowi pun menawarkan moda transportasi massal lain yang biaya pembangunannya jauh lebih murah yaitu, atunomous rapid transit (ART). Moda transportasi ini merupakan kereta tanpa rel konvensional.

"Tidak pakai rel tapi pakai magnet. Bisa 3 gerbong, 2 gerbong, atau 1 gerbong. Nah ini jauh lebih murah," tutur Jokowi.

Dia menyampaikan pemerintah daerah dapat meminta bantuan pendanaan APBN untuk membangun moda transportasi massal tersebut. Jokowi menekankan pentingnya transportasi massal agar kota-kota di Indonesia tak mengalami kemacetan dalam beberapa tahun kedepan.

"Kalau ada APBD punya kemampuan tolong berhubungan dengan Pak Menteri Perhubungan. Bisa bagi-bagi 50-50, APBD 50 persen, APBN 50 persen misalnya," ucap Jokowi.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya