Komisi IX DPR Dorong Pemerintah Segera Revisi PP Soal Alat Kontrasepsi Remaja

Kurniasih menyebut, PP sebagai regulasi UU Kesehatan yang merupakan regulasi omnibus justru membuka tidak menyederhanakan peraturan dan menimbulkan tafsir regulasi yang berbahaya.

oleh Muhammad AliTim News diperbarui 07 Agu 2024, 08:49 WIB
Diterbitkan 07 Agu 2024, 08:49 WIB
Ilustrasi Gedung MPR/DPR/DPD. (Istimewa)
Ilustrasi Gedung MPR/DPR/DPD. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati ingin agar pemerintah harus segera merevisi PP 28 Tahun 2024. Salah satunya meregulasi penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja.

Dalam Pasal 103 ayat (4) poin e menyebutkan pelayanan kesehatan reproduksi pada remaja paling sedikit meliputi, salah satunya penyediaan alat kontrasepsi.

Kurniasih menyebut, PP sebagai regulasi UU Kesehatan yang merupakan regulasi omnibus justru membuka tidak menyederhanakan peraturan dan menimbulkan tafsir regulasi yang berbahaya.

Kementerian Kesehatan pun disebutnya berdalih, aturan alat kontrasepsi tersebut dikhususkan bagi remaja yang sudah menikah dan teknisnya akan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan.

"Jika masih harus menunggu Permenkes, sama sekali tidak menyederhanakan regulasi. UU Kesehatan dibuat dengan sistem Omnibus dengan dalih menyederhanakan regulasi, namun aturan turunanya malah harus berbelit-belit dan birokratis. Kita dorong untuk revisi di tingkat PP agar tidak menimbulkan tafsir liar," kata Kurniasih dalam keterangannya, Rabu (7/8/2024).

Ia menjelaskan, salah satu tafsir liar adalah pembolehan remaja melakukan hubungan seksual di luar pernikahan menggunakan alat kontrasepsi berdalih pelayanan kesehatan reproduksi.Liar

"Dari data yang ada, seks bebas di tingkat remaja semakin mengkhawatirkan dengan konsekuensi negatif yang semakin meningkat," jelasnya.

BKKBN mencatat, pada remaja usia 16-17 tahun ada sebanyak 60 persen remaja yang melakukan hubungan seksual, usia 14-15 tahun ada sebanyak 20 persen, dan pada usia 19-20 sebanyak 20 persen.

Ketua DPP PKS Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga ini mengungkapkan, salah satu ekses negatif dari seks bebas adalah angka aborsi akibat kehamilan yang tidak diinginkan yang semakin tinggi.

Data Guttmacher Institute pada 2000 estimasi aborsi adalah 37 aborsi untuk setiap 1000 perempuan berusia 15-49 tahun, angka ini terbilang tinggi dibandingkan dengan Asia secara regional. Penelitian oleh Nurhafni pada 2022 menunjukkan, dari 405 kehamilan yang tidak direncanakan, 95% nya dilakukan oleh remaja usia 15-25 tahun.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Angka Aborsi

Angka kejadian aborsi di Indonesia mencapai 2,5 juta kasus, 1,5 juta diantaranya dilakukan oleh remaja. Di Bandung menunjukkan 20% dari 1.000 remaja yang pernah melakukan seks bebas.

"Belum lagi bicara meningkatnya angka penyakit menular seksual yang semakin tinggi. Kemenkes melansir kasus sifilis meningkat hampir 70% dalam kurun waktu lima tahun terakhir, yakni 2018 sampai 2022 kemarin," ungkapnya.

Sementara, ada 100.000 orang dikatakannya dengan HIV yang belum terdeteksi dan berpotensi menularkan ke masyarakat. Berdasarkan catatan Kemenkes, dari 526.841 orang dengan HIV, baru sekitar 429.215 orang yang sudah terdeteksi atau mengetahui status HIV dirinya.

"Angka seks bebas yang naik pasti diikuti oleh ekses negatif seperti kasus aborsi dan penularan penyakit seksual yang naik. Ini kita bicara dari sisi kesehatan," ujarnya.

"Maka dibanding menunggu munculnya aturan turunan dari Kementerian, Pemerintah secara lugas dan jelas merevisi pasal penggunaan alat kontrasepsi bagi remaja sesegera mungkin," pungkasnya.

 


Kemenkes Buka Suara Soal Peluang Seks Bebas

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menjawab anggapan pemberian kontrasepsi bagi remaja membuka peluang seks bebas bagi pelajar. Penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar ini diatur dalam pasal 103 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi menegaskan, pemberian alat kontrasepsi bagi remaja hanya bagi mereka yang sudah menikah.

"Ini ditujukan pemberian kontrasepsi bagi remaja yang menikah tapi menunda kehamilan sampai siap secara fisik dan psikis," kata Nadia, Selasa (6/8).

Nadia menjelaskan, inisiatif tersebut dilakukan karena masih banyaknya perkawinan di usia anak dan remaja.

"Kembali pasal 109 menyatakan pemberian layanan kontrasepsi pada pasangan usia subur," katanya.

Reporter: Nur Habibie

Sumber: Merdeka.com

 

Infografis Daftar Penyedia Layanan Konsultasi Korban Kekerasan Seksual
Infografis Daftar Penyedia Layanan Konsultasi Korban Kekerasan Seksual. (Trisyani/Liputan6.com)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya