Usman Hamid soal Dibatalnya Pameran Yos Suprapto: Seni Itu Punya Kebebasan

Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid angkat bicara ihwal batalnya pameran lukisan tunggal karya Yos Suprapto beberapa waktu lalu.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 22 Des 2024, 21:45 WIB
Diterbitkan 22 Des 2024, 21:45 WIB
Amnesty International Indonesia Dorong Pemerintah Buka Arsip Tragedi 65
Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid (kiri) menyampaikan keterangan bersama IPT 65 di Jakarta, Jumat (20/10). Rilis terkait Indonesia perlu membuka arsip tragedi 65 pasca diungkapnya dokumen Amerika. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid angkat bicara ihwal batalnya pameran lukisan tunggal karya Yos Suprapto beberapa waktu lalu.

Menurut dia, untuk karya seni, di dalam literatur hak asasi manusia itu disebut kebebasan artistik, kebebasan berkesenian.

"Karena dia kebebasan artistik, maka dia sebenarnya jauh dari ranah yang dibayangkan bagai alasan-alasan pembredelan," kata Usman Hamid dalam diskusi bertajuk 'Seni Sebagai Medium Kritik Kekuasaan' yang digelar di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (22/12/2024).

Dia menyebut, pada umumnya di dunia, pemberedelan karya seni sebagai ekspresi artistik terjadi di negara-negara totaliter, setidak-tidaknya di negara otoriter.

"Ada tiga penyebab biasanya kenapa lukisan misalnya disensor di negara-negara otoriter. Yang pertama, itu karena mengganggu stabilitas politik. Yang kedua, karena mengganggu norma agama. Dan yang ketiga, karena mengganggu norma sosial," ujarnya.

Dalam banyak kasus, seperti di Indonesia di masa Orde Baru, Usman menyatakan bahwa kebanyakan penyensoran karya seni terjadi karena alasan-alasan norma politik atau stabilitas politik.

"Jadi ketika kabar lukisan Mas Yos Suprapto diminta dicabut, maka saya langsung terbayang jangan-jangan ada kritik politik di dalamnya," tuturnya.

Dalam kasus Yos Suprapto, Usman menduga masalah pembatalan pameran itu terjadi berkaitan dengan tema sentral yang diangkat, yakni tanah dan kedaulatan pangan.

Ia melihat, lukisan milik Yos Suprapto ini menjadi semacam penjembatan atau lidah dari masyarakat yang hak-haknya terpinggirkan oleh pembangunan yang haus dengan tanah, lapar tanah, dan tidak ramah lingkungan.

"Nah sampai di titik ini, sebenarnya ekspresi artistiknya Yos bukan sekadar ekspresi keindahan seni, tapi sesuatu yang bersifat etik. Jadi bukan lagi artistik, bukan lagi estetik, tapi sudah masuk dalam dimensi etik dalam bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat," ujar Usman.

 

Sedang Bermasalah

Usman coba menyimpulkan, jika ada kritik dari Yos Suprapto tentang negara ini yang tidak beretika di dalam mengelola tanah untuk masyarakat. Sehingga, banyak masyarakat tidak mempunyai kedaulatan atas tanahnya itu.

"Jadi, keresahan masyarakat itu berhasil diserap oleh Yos, termasuk dinamika politik. Dinamika politik antarpartai, antarpelaku politik itu. Saya kira dengan, bukan hanya artistik, estetik, tapi juga beretika di dalam konteks kebebasan berekspresi," ungkapnya.

"Saya kira ini peringatan buat masyarakat kita, bahwa kebebasan berekspresi di Indonesia saat ini memang sedang dalam keadaan bahaya," tutup Usman menutup paparannya.

Penjelasan Pihak Galeri Nasional

Sebelumnya, Galeri Nasional memutuskan menunda pameran tersebut setelah mempertimbangkan faktor teknis, yakni mundurnya kurator pameran, Suwarno Wisetrotomo, akibat ketidaksepakatan antara kurator dan seniman mengenai karya-karya yang akan dipamerkan.

Diketahui, rencana Pameran Tunggal Yos Suprapto telah disetujui sejak 2023 serta direncanakan dengan tema awal "BANGKIT!"

Pameran ini bertujuan untuk menyajikan karya seni lukis dan instalasi dari Yos Suprapto, dengan fokus pada tema kedaulatan pangan dan budaya agraris Indonesia. Setelah melalui proses seleksi dan evaluasi kuratorial, tema pameran dipertegas dengan tajuk "Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan".

Tema kurasi ini ditetapkan karena disepakati mencerminkan pesan besar pembangunan dan kerja pemerintahan saat ini. Dalam proses penataan karya-karya Yos Suprapto di area tata pamer, Galeri Nasional mengklaim beberapa karya ditampilkan tanpa melalui persetujuan dan kesepakatan antara seniman dan kurator pameran terlebih dahulu.

Karya-karya ini merupakan inisiatif pribadi dari seniman untuk turut serta dalam pameran. Setelah melalui proses evaluasi oleh kurator pameran, karya-karya tersebut dianggap tidak sesuai dengan tema kurasi yang telah ditetapkan.  

Meskipun proses mediasi dilakukan, tidak tercapai kesepakatan mengenai karya-karya yang akan ditampilkan. Berkenaan dengan hal tersebut, kurator pameran Suwarno Wisetrotomo menyatakan mundur dari tugasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya