Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa bekas penyidiknya untuk menyelidiki kasus dugaan suap yang dilakukan Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, Rabu 8 Januari 2025. Hal ini menuai kecaman oleh kubu Hasto karena dianggap tak etis.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu angkat bicara. Menurut dia, semua yang dilakukan pihaknya dalam rangka penyidikan.
Baca Juga
"Penydik fokus pada pemeriksaan. Misalnya permintaan keterangan, pemanggilan saksi-saksi, hingga penggedelahan," kata dia saat dikonfirmasi, Kamis (9/1/2025).
Advertisement
Dari penyelidikan ini, KPK telah menggeledah kediaman Hasto Kristiyanto yang berada di daerah Bekasi dan daerah Kebagusan, serta menyita sejumlah barang.
"Upaya paksa yang kita lakukan itu dalam rangka memenuhi unsur-unsur pasal yang dipersangkakan. Jadi tidak pernah penyidik itu mendramatisir segala macam," tegas Asep.
Dia juga meluruskan perihal penggedelahan itu menyasar ke dua kediaman Hasto. Hal itu semata dalam rangka mencari dan menemukan bukti-bukti terkait kasus korupsi dan perintangan penyidikan Hasto.
"Karena memang kami dalam rangak mencari atau memanggil seseorang, misalnya memanggil si A atau si B, itu bukan dalam rangka mendramatisir, tapi kami membutuhkan keterangannya untuk membuktikan atau melengkapi unsur-unsur pasal yang dipersangkakan kepadanya," tutup Asep.
Tim Hukum: Tidak Etis dan Bias
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa bekas penyidiknya untuk menyelidiki kasus dugaan suap yang dilakukan Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, Rabu 8 Januari 2025.
Ketua Tim Penasehat Hukum Hasto Kristiyanto, Todung Mulya Lubis mengatakan, pemeriksaan eks penyidik lembaga antirasuah itu semakin menegaskan KPK sedang menutupi kelemahan dalam pembuktian atau kekurangan bukti, dan sekaligus mengonfirmasi kliennya memang ditarget sejak lama.
"Keterangan mantan penyidik ini tentu saja tidak valid secara hukum dan bias karena ia tidak melihat langsung peristiwa yang terjadi serta tidak mendengar secara langsung, sehingga tindakan pemeriksaan seperti ini jelas melanggar KUHAP jika tetap dipaksakan oleh KPK," jelas dia dalam keterangannya, Kamis (9/1/2025).
"Aneh, seperti jeruk makan jeruk. Penyidik kok memeriksa mantan penyidik yang menangani perkara yang sama? Kalau hal-hal ini diperbolehkan kenapa tidak langsung saja penyidik menyimpulkan seseorang bersalah dan menjatuhkan hukuman sekaligus?," sambungnya.
Todung menjelaskan, pemeriksaan penyidik di pengadilan biasanya dikenal dengan istilah saksi verbalisan yang hanya dilakukan oleh Majelis Hakim jika terdapat saksi yang mengubah keterangan karena ada tekanan atau paksaan.
"Praktik-praktik seperti ini tidak etis dilakukan oleh Penyidik KPK. Apalagi seperti yang diungkapkan Mantan Penyidik KPK tersebut di media, ada materi perkara yang disimpulkan sendiri dan bertentangan dengan fakta persidangan dan putusan pada perkara Wahyu Kurniawan dkk yang telah berkekuatan hukum tetap, yaitu tentang Harun Masiku yang tidak bisa memenuhi seluruh permintaan Wahyu Kurniawan sejumlah Rp1 Miliar dan kemudian di-framing ada pihak lain yang juga menjadi sumber dana. Padahal di putusan justru terbukti seluruh dana tersebut berasal dari Harun Masiku," ungkap Dia.
Advertisement
Dipandang Mengiring Pendapat Publik
Todung pun mengajak KPK menghentikan praktik-praktik penegakan hukum seperti ini dan menjalankan tugas secara profesional tanpa menarget pihak tertentu.
"Bagaimana mungkin pendapat atau imajinasi mantan penyidik seolah-olah dibungkus menjadi fakta hukum? Sehingga, wajar jika Kami Penasihat Hukum Hasto Kristiyanto menduga, upaya menggiring pendapat publik, sekaligus pemeriksaan yang dilakukan penyidik KPK ini seperti ingin menutupi kelemahan dalam pembuktian perkara ini, sampai-sampai harus memanggil mantan penyidik yang juga pernah berada di tim yang sama dengan penyidik saat ini," jelas dia.
Selain itu, Mantan Penyidik KPK tersebut juga mengatakan Hasto sudah diusulkan ke Pimpinan KPK sejak 2020 untuk menjadi tersangka.
"Hal ini menurut Kami semakin mempertegas Pak Hasto memang ditarget sejak lama. Enggak dapat di tahun 2020, kemudian dicari-cari terus kesalahannya hingga sekarang di era pimpinan baru ditersangkakan ketika Pak Hasto keras sekali mengkritik praktik pengrusakan demokrasi di Indonesia. Jika dihubungkan dengan kegagalan penyidik menemukan bukti saat menggeledah rumah klien kami sehari sebelumnya, maka semakin menegaskan lemahnya bukti hukum dalam perkara ini," jelas dia.
Â
Reporter: Rahmat Baihaqi/Merdeka.com