Liputan6.com, Jakarta - Pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Satrio Arismunandar mengungkapkan analisisnya berbasis kecerdasan buatan (AI).
Analisis itu mengungkap bahwa pengaruh sosok Denny Januar Ali alias Denny JA punya pengaruh besar dalam dunia sastra. Denny JA bahkan disejajarkan dengan sosok sastrawan besar Indonesia seperti Chairil Anwar dan Sapardi Djoko Damono.
Baca Juga
Empat aplikasi AI mulai dari ChatGPT 4.0, Gemini 2.0, Perplexity, hingga DeepSeek dilibatkan dalam perbandingan ini.
Advertisement
Hasilnya konsisten, ketiga nama tersebut memiliki pengaruh besar dalam lintasan sejarah sastra dalam corak dan cara yang berbeda.
“Chairil Anwar adalah ikon revolusi sastra, Sapardi Djoko Damono adalah penjaga keindahan, sedangkan Denny JA adalah arsitek dan pembangun ekosistem sastra,” ujar Satrio Arismunandar, yang membuat analisis ini.
Satrio lebih jauh menjelaskan AI menyebut Chairil Anwar sebagai sosok yang merombak konvensi sastra Indonesia dengan gaya yang lebih bebas dan padat. Puisinya, seperti Aku, menjadi manifestasi keberanian dalam menantang nasib dan kemapanan.
“Pengaruh Chairil ada dalam gaya dan semangatnya. Ia menginspirasi generasi penyair setelahnya untuk menulis dengan lebih bebas dan ekspresif,” jelas Satrio.
Sementara nama Sapardi Djoko Damono dinilai AI sebagai penyair yang merayakan kesederhanaan dan kedalaman emosi dalam metafora yang halus. Puisinya, seperti Hujan Bulan Juni, telah menjadi bagian dari kesadaran kolektif bangsa.
“Sapardi adalah suara sunyi dalam sastra Indonesia. Ia mengajarkan bahwa kata-kata yang lembut bisa lebih tajam dari teriakan, dan dalam keheningan terdapat kedalaman," ujar Satrio.
AI mendeteksi bahwa puisi Sapardi sering digunakan dalam momen reflektif, dari pernikahan hingga perpisahan, menunjukkan daya tarik universal yang tetap relevan sepanjang zaman.
Ubah Sastra Jadi Gerakan Berkelanjutan
Sementara itu, Denny JA dipandang oleh AI sebagai tokoh yang mengubah sastra menjadi gerakan yang berkelanjutan. Kontribusinya terbagi dalam tiga aspek mulai dari melahirkan genre baru Puisi Esai, membangun komunitas sastra termasuk mendanai komunitas sastra di ASEAN hingga menyediakan dana abadi bagi penghargaan sastra.
AI mencatat bahwa pendanaan sastra yang dilakukan Denny JA mirip dengan Man Booker Prize.
“Penghargaan sastra dengan dukungan finansial adalah fondasi yang memastikan sastra tetap hidup dalam jangka panjang,” ujar Dr. Satrio.
“Denny JA tidak hanya berkarya seperti Chairil dan Sapardi, tetapi juga membangun sistem yang memungkinkan sastra bertahan dan berkembang,” tambahnya.
AI menyimpulkan bahwa pengaruh Denny JA, Chairil Anwar, dan Sapardi Djoko Damono sama besarnya dalam sejarah sastra Indonesia, tetapi dalam bentuk yang berbeda. Menurut Satrio, perbedaan ini bukanlah hierarki, melainkan komplementer.
“Chairil dan Sapardi menciptakan warisan dalam bentuk karya, sedangkan Denny JA membangun ekosistem yang memungkinkan sastra terus berkembang,” pungkasnya.
Advertisement