Liputan6.com, Jakarta - Revisi Undang-Undang (RUU) Kejaksaan dan KUHAP menjadi sorotan, karena jaksa akan punya kewenangan lebih atas nama asas dominus litis. Kewenangan berlebih kepada suatu lembaga penegak hukum dinilai bisa berdampak ketidakpastian hukum dalam penanganan kasus.
Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi menjelaskan kasus pagar laut Tangerang setidaknya ditangani oleh tiga lembaga penegak hukum. Mulai dari Polri, KPK, hingga Kejaksaan. Polri mengusut dugaan pidana umumnya, sedangkan KPK dan Kejaksaan sama-sama mengusut dugaan pidana korupsinya.
Baca Juga
"Antara KPK dan Kejaksaan dua lembaga penegak hukum menangani satu kasus korupsi jelas tidak efisien dan menyebabkan ketidakpastian hukum," tutur Haidar.
Advertisement
Haidar menyebut untuk menghindari ketidakpastian hukum itulah KUHAP yang berlaku saat ini mengatur pemisahan fungsi kewenangan lembaga penegak hukum. Polri dan PPNS sebagai penyidik, jaksa sebagai penuntut umum, dan hakim sebagai pengadil. Sedangkan KPK, kata dia, sebagai lembaga ad-hoc yang diberi tugas khusus dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dengan gabungan fungsi penyidikan sekaligus penuntutan.
"Namun kewenangan jaksa sebagai penyidik tindak pidana tertentu dalam UU Kejaksaan telah mengganggu keteraturan penegakan hukum tersebut. Padahal tindak pidana tertentu bukan hanya korupsi. Kini jaksa terkesan lebih daripada KPK hingga menutupi fungsi utamanya sebagai penuntut umum," jelas R Haidar Alwi.
Kasus Timah
Selain itu, Haidar mengatakan ketidakpastian hukum akibat kewenangan berlebih jaksa juga tercermin dari kasus korupsi timah. Menurutnya, gembar-gembor kasus timah sebagai kasus korupsi terbesar di Indonesia bertolak-belakang dengan vonis hakim.
"Dampaknya bukan hanya merugikan pelaku dan keluarga karena terlanjur mendapatkan predikat koruptor terbesar, tapi juga merugikan hakim karena dicap pro koruptor. Padahal, itu terjadi karena kegagalan jaksa membuktikan tuntutan dan dakwaannya di pengadilan," ujar Haidar.
Ia khawatir terjadi kekacauan hukum yang lebih kusut bila kewenangan berlebih jaksa atas nama asas dominus litis pada akhirnya dilegalisasi melalui Revisi UU Kejaksaan dan KUHAP.
Pasalnya, RUU terkait perubahan kedua atas UU Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan dan RUU perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana saat ini masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025.
"Sudah semrawut masih mau diawut-awut, jadinya makin kusut dan ini tidak sesuai dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto mengenai transformasi hukum," ungkapnya.
Advertisement
