Dosen Fisipol UGM: Pemangkasan Tunjangan Pejabat Perlu Diperhatikan untuk Tingkatkan Efisiensi

Menurut Prof. Agus efisiensi adalah suatu keharusan, tetapi langkah konkret dalam pemangkasan anggaran masih belum jelas.

oleh Elza Puti Pramata Diperbarui 18 Feb 2025, 14:30 WIB
Diterbitkan 18 Feb 2025, 14:30 WIB
Usai Dilantik, Para Menteri dan Kepala Lembaga Kabinet Merah Putih Berfoto Bersama
Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto (tengah depan) bersama dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka berfoto bersama dengan para menteri Kabinet Merah Putih yang baru saja dilantik di Istana Merdeka, Jakarta, Senin 21 Oktober 2024. (AP Photo/Achmad Ibrahim)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Dosen Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik Fisipol UGM, Prof. Agus Pramusinto, mengungkapkan Presiden Prabowo Subianto, belum menunjukkan keberanian untuk memangkas tunjangan pejabat di kementerian sebagai bagian dari upaya efisiensi anggaran 2025.

Hal ini disampaikannya saat menghadiri diskusi dengan tajuk 'Retreat Kepala Daerah dan Efisiensi Anggaran: Reformasi Birokrasi Setengah Hati', yang digelar secara daring, Selasa (18/2/2025).

Menurutnya, efisiensi adalah suatu keharusan, tetapi langkah konkret dalam pemangkasan anggaran masih belum jelas.

“Saya punya catatan kecil kalau kita bicara efisiensi memang itu keharusan ya, hanya saja apa yang perlu dipangkas dan bagaimana caranya itu perlu didiskusikan,” ujar Prof. Agus.

Prof. Agus juga menegaskan bahwa tunjangan yang diterima oleh pejabat kementerian menjadi salah satu aspek yang perlu dibahas lebih dalam.

“Saya selalu berulang-ulang kenapa tidak berani memangkas tunjangan. Di kementerian tertentu atau mungkin sebagian kementerian yang tunjangannya sudah keluar wajar itu masih menerima honor sebagai komisaris. Padahal, hal ini sudah melanggar aturan,” ujarnya.

 

Pejabat Rangkap Jabatan

Prabowo Pimpin Sidang Kabinet Perdana di Istana Jakarta
Presiden Prabowo Subianto memimpin sidang perdana Kabinet Merah Putih di Istana, Jakarta, Rabu (23/10/2024). (Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden)... Selengkapnya

Di sisi lain, ia juga menyinggung soal permasalahan adanya pejabat yang merangkap sebagai komisaris di perusahaan-perusahaan milik negara dan menerima honor tambahan yang cukup besar, bahkan mencapai Rp20 miliar hingga Rp25 miliar.

“Di banyak negara memang pejabat itu merangkap sebagai komisaris, tetapi tidak mendapatkan tunjangan tambahan. Dan saya kira itu bisa signifikan, karena satu orang komisaris itu bisa sampai Rp20 miliar, bahkan kemarin saya baca itu Rp25 miliar.” ungkapnya. 

Ia juga menyoroti besarnya angka tersebut jika dibandingkan dengan tunjangan yang diterima tenaga honorer atau guru, yang hanya sekitar Rp300 ribu per bulan.

"Kalau Rp 25 miliar itu untuk menambahkan tenaga honorer yang selama ini hanya dapat 300 ribu, guru-guru di pelosok itu 300 ribu, itu kan kalau menambah Rp1 juta untuk tunjangan misalnya hari raya Rp1 juta saja sudah 25 ribu, itu baru satu komisaris, padahal kita punya ratusan," tambahnya.

 

Perlu Diperbaiki

Ia berpendapat bahwa hal ini perlu segera diperbaiki demi menciptakan transparansi dalam pengelolaan anggaran negara.

“Pak Presiden Prabowo, yang dikenal sebagai sosok yang berani, mestinya berani melakukan pemangkasan tunjangan ini. Tentu hal ini harus disampaikan dengan jelas kepada publik agar semua pihak tahu bahwa ada pejabat yang mendapatkan tunjangan yang melebihi batas kewajaran,” tegasnya.

Di akhir pembicaraannya, Prof. Agus menekankan pentingnya kebijakan yang lebih tegas terkait efisiensi anggaran. Ia berharap kebijakan efisiensi ini dapat membantu mengurangi pemborosan anggaran negara dan memberikan manfaat lebih besar bagi masyarakat.

Infografis 7 Arahan Menkeu Terkait Efisiensi Anggaran Perjalanan Dinas
Infografis 7 Arahan Menkeu Terkait Efisiensi Anggaran Perjalanan Dinas. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya