Prabowo Sebut Ada Koalisi KIM Plus Plus, Isyarat PDIP Akan Gabung?

Adi menjelaskan PDIP sudah menyatakan dukungan penuh terhadap seluruh kebijakan pemerintahan Prabowo. Hal ini dapat disebut sebagai koalisi batin yang termasuk dalam koalisi KIM Plus Plus.

oleh Nila Chrisna YulikaArviola Marchsyalina Syurgandari Diperbarui 27 Feb 2025, 00:00 WIB
Diterbitkan 27 Feb 2025, 00:00 WIB
Prabowo di Acara Kongres Demokrat
Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidato di acara Kongres VI Partai Demokrat. (Foto: Muchlis Jr - Biro Pers Sekretariat Presiden)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto menyinggung soal adanya Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus Plus, koalisi informal, hingga koalisi batin dalam pidatonya di Kongres VI Partai Demokrat.

"Sekarang ada Koalisi Indonesia Maju Plus. Saya tidak tahu kalau ada lagi Koalisi Indonesia Maju Plus Plus," kata Prabowo.

"Jangan-jangan ada koalisi formal, ada koalisi tidak formal, ada koalisi informal, ada koalisi batin," sambungnya.

Pengamat politik Adi Prayitno mengatakan pernyataan Presiden Prabowo itu merujuk pada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

"Ya, saya kira memang tak bisa dipungkiri pernyataan Prabowo bahwa ada koalisi KIM Plus Plus itu sepertinya memang diarahkan kepada PDIP. Apalagi pada saat yang bersamaan ditambahkan ada koalisi formal dan ada koalisi batin yang saya kira memang secara eksplisit itu juga ditujukan kepada PDIP," kata Adi kepada Liputan6.com.

Adi menjelaskan, PDIP sudah menyatakan dukungan penuh terhadap seluruh kebijakan pemerintahan Prabowo. Hal ini dapat disebut sebagai koalisi batin yang termasuk dalam koalisi KIM Plus Plus. 

"Kebijakan-kebijakan strategis Prabowo kan sudah didukung oleh PDIP misalnya kenaikan PPN 12 persen, soal makan bergizi gratis, itu kan PDIP menjadi salah satu partai yang terdepan mendukung secara penuh," ucap Adi.

"PDIP menjadi salah satu partai yang terdepan mendukung secara penuh itu bisa juga disebut sebagai koalisi batin dan termasuk juga disebut dengan koalisi KIM Plus Plus yaitu plus-plusnya ada PDIP," lanjutnya.

Dia mengatakan, PDIP memang sedang memperkirakan baik dan buruk nya jika bergabung pada pemerintahan Prabowo meski beberapa kali terlihat adanya dukungan penuh yang diberikan atas kebijakan tersebut. Bahkan, kader PDIP yang mendapatkan posisi strategis di DPR mengartikan hubungan mereka baik-baik saja.

"Satu sisi memang tidak bisa dibantah bahwa suasana hati PDIP basis-basis konstituennya adalah mereka yang sepertinya terkonfirmasi ingin PDIP berada di luar kekuasaan tentu karena efek dari kekalahan pemilu 2024 yang lalu meski pada saat yang bersamaan sejumlah elit PDIP itu kan kelihatan ingin melakukan kerjasama dengan Prabowo Subianto," katanya.

Namun, sisi lainnya jika PDIP bergabung pada pemerintahan tersebut dikhawatirkan akan menghilangkan ciri khas dari partai banteng yaitu dalam melakukan oposisi.

"Tapi kerjasama politik dengan Prabowo ini kan dikhawatirkan akan menghilangkan bagaimana ciri khas PDIP yang biasanya kalau kalah pemilu itu jadi oposisi," tuturnya.

Adi berpendapat alasan PDIP tidak kunjung berkoalisi dengan pemerintahan Prabowo dikarenakan adanya faktor Presiden ke-7 Republik Indonesia (RI) Joko Widodo didalamnya. "Ada faktor Jokowi karena apapun judulnya Jokowi itu bagi PDIP adalah musuh gitu ya yang tidak bisa dimaafkan jadi wajar sepanjang Prabowo ini berkawan baik dengan Jokowi maka sepanjang itu juga akan menjadi ganjalan PDIP bergabung dengan Prabowo Subianto>"

Dia menjelaskan, PDIP sedari awal masa pilkada memang sudah diasingkan di banyak tempat seperti Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan lain-lain, karena tidak bergabung dengan Prabowo. Tapi hal ini tidak terjadi dalam sisi pemerintahan.

"Kalau dalam konteks pemerintahan saya kira PDIP tidak dikucilkan ya buktinya di DPR banyak kader PDIP yang menempati posisi-posisi strategis dalam konteks kebijakan politik pemerintah PDIP sejalan dengan Prabowo Subianto," jelas Adi.

Lebih lanjut, Adi mengatakan Indonesia memiliki kecenderungan dalam menganggap asing partai yang memilih oposisi. Hal serupa terjadi pada partai Demokrat.

"Memang ada kecenderungan di negara kita ini memilih jadi oposisi, ya memang dikerdilkan oposisi itu dikucilkan dan bahkan cenderung menjadi musuh bersama. Bahkan kalau kita mengacu pada partai demokrat sepanjang jadi oposisi ya partainya hampir dibegalkan oleh oknum-oknum kekuasaan," lanjut Adi.

Hal ini dapat disimpulkan, secara prinsip PDIP tidak bergabung dengan pemerintahan Prabowo. Namun, secara praktik PDIP mendukung seluruh program dan kebijakannya. Ini lah yang dinamakan koalisi di dalam oposisi.

"Sebenarnya menjelaskan PDIP di luar kekuasaan tapi pada saat yang bersamaan mereka mendukung pemerintahan Prabowo jadi luarnya oposisi dalamnya koalisi ya itulah PDIP," ucap Adi.

Infografis Kejutan Prabowo di Penutupan Kongres VI Demokrat
Infografis Kejutan Prabowo di Penutupan Kongres VI Demokrat. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)... Selengkapnya

Prabowo Harus Bebas dari Jokowi?

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, mengungkapkan peluang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk bergabung dalam kabinet Prabowo sangat terbuka. Namun, menurut Dedi, ada satu syarat penting agar hal ini bisa terwujud, yaitu Prabowo harus bebas dari intervensi politik Jokowi.

"PDIP ke kabinet bisa untungkan Prabowo, karena ia akan leluasa sebagai Presiden, tidak ada tokoh yang membayangi seperti saat ini yang ia dianggap terbayangi oleh Jokowi. Prabowo seharusnya memahami situasi itu. Kecuali, dirinya memang tersandera oleh Jokowi," ungkap Dedi kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu (26/2/2025).

Dedi mengatakan meski PDIP punya peluang besar untuk gabung kabinet namun kondisi politik saat ini memperlihatkan adanya hambatan yang cukup signifikan. Salah satunya adalah sulitnya merealisasikan pertemuan Prabowo dan Megawati. 

"Saat ini memang ada pihak yang tampaknya tidak menginginkan adanya konsolidasi antara Prabowo dan Megawati, dan itu merujuk pada Jokowi. Situasi ini cukup pelik dan menjadi kendala bagi PDIP untuk mengalihkan dukungannya kepada Prabowo secara resmi," ujar Dedi.

Meski belum ada deklarasi resmi dari PDIP, Dedi menilai bahwa partai tersebut sebenarnya telah menunjukkan dukungannya secara tidak langsung. Salah satunya, adalah dengan memberikan dukungan kepada Puan Maharani yang terpilih sebagai Ketua DPR. Puan sendiri, menurut Dedi, terpilih berkat dorongan dari Gerindra, yang merupakan partai pengusung Prabowo.

"Prinsip politik yang sedang terjadi, PDIP sebenarnya sudah menunjukkan dukungan dengan adanya Puan di pimpinan DPR, bahkan Puan bisa saja tidak terpilih jika bukan dorongan atau restu Gerindra. Namun, dalam ekspresi koalisi yang mengemuka, belum terlihat tanda-tanda PDIP mendeklarasikan sokongan pada pemerintahan Prabowo," jelasnya. 

Lebih Baik PDIP Berada di Luar Kabinet?

Pidato Megawati di HUT PDIP
Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri menyampaikan pidato politiknya saat perayaan HUT ke-51 PDIP di Sekolah Partai DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Rabu (10/1/2024). PDIP merayakan HUT ke-51 dengan tema "Safyam Era Jayate, Kebenaran Pasti Menang". (Liputan6.com/Herman Zakharia)... Selengkapnya

Direktur Eksekutif Ethical Politics, Hasyibulloh Mulyawan menilai KIM Plus Plus yang disebutkan Prabowo bukan merujuk pada PDIP melainkan koalisi yang akan dipermanenkan sebagai bagian dari strategi politik Prabowo untuk mendorong dirinya kembali bertarung pada kontestasi politik di tahun 2029.

"Koalisi KIM Plus Plus, saya lihat, merupakan koalisi yang akan dipermanenkan oleh Presiden Prabowo untuk memperkuat posisi politiknya menuju 2029. Artinya, ini bukan hanya koalisi sementara, tapi koalisi yang akan terus ada untuk jangka panjang," jelas Hasyibulloh kepada Liputan6.com.

Hasyibulloh juga menilai bahwa dukungan PDIP terhadap pemerintahan Prabowo tidak berarti partai tersebut akan masuk dalam kabinet. Dukungan PDIP lebih pada kritik yang membangun terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang dinilai kurang pro terhadap masyarakat.

"Dukungan PDIP terhadap pemerintahan Prabowo bukan berarti mereka akan bergabung dalam kabinet. Justru, kritik tajam terhadap kebijakan-kebijakan yang tidak pro-rakyat menjadi bentuk dukungan mereka untuk memperbaiki kebijakan pemerintahan Prabowo," ungkapnya.

Hasyibulloh mengatakan jika PDIP bergabung dalam pemerintahan Prabowo, hal itu berpotensi memberi dampak buruk bagi citra elektoral partai tersebut. Hal ini disebabkan oleh hubungan historis PDIP dengan Presiden Jokowi yang pernah menjadi bagian dari partai tersebut.

"Saya melihat jika PDIP bergabung dalam pemerintahan Prabowo, secara komunikasi politik akan buruk bagi PDIP secara elektoral. Mereka akan sulit menghilangkan stigma negatif dari masyarakat yang mengaitkan mereka dengan Presiden Jokowi yang dulu bagian dari PDIP," ujar Hasyibulloh.

PDIP Perbaiki Citra Politik Tanpa Bergabung ke Kabinet

Namun, Hasyibulloh menilai ini adalah momentum yang baik bagi PDIP untuk memperbaiki citra mereka di mata publik tanpa terjebak dalam koalisi pemerintahan Prabowo. Menurutnya, PDIP bisa memperbaiki hubungan dengan masyarakat dengan tetap berada di luar pemerintahan dan lebih fokus pada peran sebagai pengawas kebijakan pemerintah.

"Ini adalah kesempatan yang baik bagi PDIP untuk memperbaiki citra mereka melalui komunikasi politik yang lebih baik. Saya rasa PDIP tidak akan sia-sia dengan tetap menjaga jarak dari pemerintahan Prabowo," tambahnya.

Hasyibulloh juga menyinggung pengaruh mantan Presiden Jokowi terhadap keputusan PDIP. Menurutnya, Jokowi secara tidak langsung memberikan sinyal bahwa ia tidak menginginkan PDIP bergabung dalam pemerintahan Prabowo, karena hal tersebut bisa mengurangi pengaruh politiknya terhadap Prabowo di masa depan.

"Jokowi, saya lihat, menunjukkan sinyalemen tidak ingin PDIP bergabung dengan pemerintahan Prabowo karena hal itu akan mereduksi pengaruh politiknya terhadap Presiden Prabowo. Ini juga akan menjadi tantangan bagi PDIP," tegas Hasyibulloh.

Meski demikian, Hasyibulloh menegaskan bahwa Prabowo tetap harus membangun komunikasi politik yang lebih intens dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri. Mengingat PDIP memiliki suara mayoritas di parlemen, hubungan baik antara Prabowo dan Megawati sangat penting untuk memastikan kelancaran kebijakan politik pemerintahan Prabowo ke depannya.

"Prabowo harus menjaga hubungan baik dengan Megawati karena PDIP adalah partai yang memiliki suara mayoritas di parlemen. Hubungan yang baik dengan PDIP akan sangat membantu mengamankan kebijakan politik pemerintahan Prabowo tanpa gangguan," tutup Hasyibulloh.

 

PDIP Sebut Ada Pihak yang Ingin Megawati-Prabowo Tidak Akur

Potret keakraban Prabowo dan Megawati
Potret keakraban Menhan Prabowo Subianto dengan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri saat menghadiri upacara HUT ke-77 RI. (Youtube Sekretariat Presiden)... Selengkapnya

Juru Bicara PDI Perjuangan Ahmad Basarah mengatakan ada pihak-pihak yang tidak menginginkan hubungan Megawati dan Prabowo baik-baik saja. Namun Basarah tidak menyebutkan siapa pihak tersebut.

"Alhamdulillah sampai dengan hari ini hubungan Ibu Megawati Soekarnoputri dan Pak Prabowo Subianto tetap baik-baik saja, meskipun kami menyadari dan merasakan ada pihak-pihak yang tidak ingin Ibu Megawati dan Pak Prabowo baik-baik saja,” kata Basarah saat konferensi pers terkait dengan penjelasan instruksi Megawati mengenai retret kepala daerah di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Selasa malam.

Ia mengatakan bahwa Prabowo sudah mengetahui terkait situasi tersebut. Basarah berharap Prabowo mengambil langkah untuk menjaga agar hubungannya dengan Megawati tetap baik. 

"Insyaallah, Pak Prabowo sudah mengetahui situasi ini sehingga kami harapkan beliau juga dapat mengambil langkah-langkah untuk tetap menjaga hubungan baiknya dengan sahabat beliau, Ibu Megawati Soekarnoputri," kata Basarah.

Menurut Basarah, Megawati dan Prabowo mempunyai hubungan yang panjang dan baik selama ini sehingga menjadi dasar untuk terus menjalin komunikasi satu sama lain.

Sementara Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus menilai Jokowi dan Prabowo sudah selayaknya dipisah lantaran Prabowo saat ini menjabat sebagai presiden. Sementara Jokowi sudah menjadi mantan atau purna tugas sebagai presiden, sehingga tidak pantas selalu bersanding dengan presiden yang menjabat.

"Memang kan harus pisah, satu mantan presiden satu presiden," tegas Deddy.

Meskipun kedua tokoh itu memiliki hubungan baik, tapi menurut Deddy, tidak selayaknya selalu berdua. Apalagi jika kebersamaan keduanya mempengaruhi kebijakan pemerintah.

"Hubungan yang baik bukan berarti harus bareng nempel. Keputusan Pak Prabowo juga tidak harus sesuai dengan Pak Jokowi, kan setiap pemimpin punya challange sendiri," ucap Deddy.

 

 

Infografis 5 Kader Demokrat di Kabinet Merah Putih

Infografis 5 Kader Demokrat di Kabinet Merah Putih
Infografis 5 Kader Demokrat di Kabinet Merah Putih. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya