Waka Komisi V Soal Penghentian Pendamping Desa: Jangan karena Like and Dislike

Huda menilai pengelolaan tenaga pendamping profesional di Kementerian/Lembaga (K/L) termasuk Kemendes PDT harus berdasarkan key perfomence indikator (KPI) yang jelas.

oleh Tim News Diperbarui 03 Mar 2025, 20:57 WIB
Diterbitkan 03 Mar 2025, 18:05 WIB
Syaiful Huda
Wakil ketua Komisi V Syaiful Huda saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan anggota Perkumpulan Tenaga Pendamping Desa Indonesia (Pertepedesia) di ruang Komisi V DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/3/2025). (Tim News).... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Polemik penghentian tenaga pendamping profesional (TPP) Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) terus bergulir. Wakil Ketua Komisi V DPR RI Syaiful Huda menilai pengelolaan tenaga pendamping profesional di Kementerian/Lembaga (K/L) termasuk Kemendes PDT harus berdasarkan key perfomence indikator (KPI) yang jelas.

Hal itu disampaikan Syaiful Huda saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan anggota Perkumpulan Tenaga Pendamping Desa Indonesia (Pertepedesia) di ruang Komisi V DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/3/2025). Sedikitnya 100 perwakilan Pertepedesia dari seluruh Indonesia menyampaikan pandangan mereka atas aksi sepihak dari Kemendes PDT yang mengantung nasib mereka.

“Kami menilai pengelolaan tenaga profesional di kementerian/lembaga tidak boleh hanya didasarkan pada persoalan suka dan tidak suka (like and dislike) tetapi harus didasarkan pada KPI yang jelas. Dengan demikian tujuan dari keberadaan tenaga profesional di K/L benar-benar optimal sesuai dengan tujuan keberadaan mereka,” ujar Syaiful Huda.

Huda menegaskan alasan jika penghentian TPP di lingkungan Kemendes PDT karena faktor pencalegan cenderung dibuat-buat. Menurutnya, tidak ada aturan yang melarang TPP sebagai tenaga profesional untuk maju menggunakan hak untuk dipilih dan memilih.

“Dari semua aspek Legal, dilihat secara kronologis TPP yang maju Caleg tidak ada yang dilanggar secara hukum, tidak ada sengketa Pemilu yang dipicu oleh TPP. Tidak ada teguran Bawaslu maupun KPU terkait dugaan pelanggaran oleh TPP saat maju Caleg,” ujarnya.

Bahkan dari laporan TPP, lanjut Huda, ada respondensi antara KPU dan Kemendes PDT yang menegaskan tidak ada masalah jika pendamping desa maju sebagai Caleg dalam Pemilu 2024. Menurutnya hal itu membuat TPP merasa tidak ada beban saat maju menjadi Caleg.

“Lalu tiba-tiba sekarang mereka dipersoalkan bahkan diberhentinkan gara-gara mereka nyaleg. Padahal mayoritas mereka adalah TPP dengan masa kerja dan pengalaman panjang yang ingin memajukan desa-desa dampingan mereka dengan menjadi anggota legislatif,” katanya.

 

Maju Caleg dari Banyak Partai

 

Huda menegaskan, jika TPP maju sebagai Caleg tidak hanya didominasi salah satu partai politik. Dari laporan Pertepedesia, TPP yang maju Caleg berasal dari lintas partai seperti PDI Perjuangan, PKB, Golkar, hingga Gerindra. “Memang dari lintas partai karena selama ini TPP yang maju caleg pada Pemilu memang tidak ada persoalan,” katanya.

Politikus PKB ini meminta agar pengelolaan jasa profesional seperti pendamping desa di Kemendes PDT, pendamping keluarga harapan di Kemensos, maupun penyuluh koperasi di Kementerian Koperasi dan UKM benar-benar dikelola secara profesional. Salah satunya dengan memastikan KPI dan kejelasan tujuan dikontraknya para pendamping profesional.

“Kami akan mendukung sepenuhnya langkah-langkah para TPP yang terkena PHK baik secara politik maupun hukum,” pungkasnya.

Infografis

Infografis 6 Desa Wisata yang Wajib Dikunjungi
Infografis 6 Desa Wisata yang Wajib Dikunjungi (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya