RUU Pilpres Ditunda, Indra PKS: Ini Sengaja untuk `Buying Time`

Hingga kini pembahasan tentang perubahan UU Pilpres masih menggantung.

oleh Widji Ananta diperbarui 11 Jul 2013, 01:03 WIB
Diterbitkan 11 Jul 2013, 01:03 WIB
paripurna-4i-130617b.jpg
Hingga kini pembahasan tentang perubahan UU Pilpres masih menggantung. Dalam rapat pleno Badan Legislasi DPR yang digelar pada Selasa 9 Juli kemarin, pembahasannya dihentikan dan akan dilanjutkan dalam masa sidang selanjutnya setelah Lebaran.

Menurut anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS, Indra mengungkapkan kekecewaannya. Dia mengatakan, dengan memperlambat pengambilan keputusan perubahan UU Pilpres ini seperti disengaja untuk tidak merevisi UU tersebut.

"Ya kalau saya pribadi kecewa, kenapa ditunda lagi, karena agenda pengambilan keputusasn sudah 2 kali. Nah saya curiga pola ini sengaja dilakukan untuk buying time. Jadi UU Pilpres tidak mungkin direvisi dengan waktu yang singkat dari pemilu," kata Indra di Jakarta, Rabu (10/7/2013).

Menurut Indra perubahan UU Pilpres ini menjadi penting karena di tengah masyarakat yang belum cerdas, perlu adanya penyegaran terhadap mereka. Menurutnya, perbaikan sistem pilpres akan menjadi dasar untuk menjadi perubahan.

"Pilpres tidak hanya Presidential Threshold. Kemudian banyak hal yang kita lakukan, masalah rangkap jabatan. Padahal rangkap jabatan presiden sangat buruk," imbuhnya. Kemudian, masalah dana kampanye. Dana kampanye ini rawan dari dana asing, karena dana kampanye tak terbatas bisa beli suara. Ini bisa merusak demokrasi.

Hingga saat ini, ada 5 fraksi yang menolak perubahan UU Pilpres, yakni Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Golkar, Fraksi PDIP, Fraksi PAN, dan Fraksi PKB.

Sementara fraksi yang mendukung revisi UU Pilpres adalah Fraksi PPP, Fraksi PKS, Fraksi Partai Gerindra, dan Fraksi Partai Hanura.

Pembahasan revisi UU Pilpres ini sudah berkali-kali ditunda lantaran persoalan satu pasal, yakni pada Pasal 9 UU Pilpres. Di dalam pasal itu disebutkan, pasangan capres dan cawapres hanya bisa diajukan parpol dan gabungan parpol yang memiliki 20 persen kursi di parlemen dan 25 persen suara nasional. (Dji/Frd)

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya