Kasus Korupsi Minyak Mentah, Anggota Komisi XII DPR Ini Minta Reformasi Tata Kelola Perusahaan

Anggota Komisi XII DPR RI, Meitri Citra Wardani, menyatakan keprihatinannya atas kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah.

oleh Delvira Hutabarat Diperbarui 02 Mar 2025, 11:00 WIB
Diterbitkan 02 Mar 2025, 11:00 WIB
Anggota Komisi XII DPR RI dari Fraksi PKS, Meitri Citra Wardani.
Anggota Komisi XII DPR RI dari Fraksi PKS, Meitri Citra Wardani. (Sumber Foto: fraksi.pks.id).... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi XII DPR RI, Meitri Citra Wardani, menyatakan keprihatinannya atas kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.

"Lemahnya praktik pengawasan ini akhirnya membuka celah bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menyusup dan merusak sistem yang ada sehingga berakibat pada kerugian negara," kata dia dalam keterangan tertulis, Minggu (2/3/2025). 

Politikus PKS ini menuturkan, lemahnya pengawasan berkontribusi terhadap moral hazard yang menjangkiti sejumlah oknum petinggi perseroan. Moral hazard tersebut pada akhirnya menciptakan lingkungan, di mana mereka merasa aman untuk melakukan tindakan tidak etis atau ilegal.

"Mekanisme kontrol dan pengawasan internal dan eksternal yang tidak berjalan dengan optimal membuat mereka yang memiliki niat tidak baik bisa dengan mudah melakukan manipulasi data, mengatur tender, dan terpengaruh oleh bujuk rayu oknum di luar perusahaan. Untuk itu, sistem pengawasan perlu dibenahi agar lebih kuat," jelas Meitri.

Dia juga mengingatkan pentingnya kehati-hatian dalam menjalin kerja sama dengan pihak swasta. Menurutnya, perusahaan negara perlu melakukan evaluasi terhadap sejumlah kontrak kerja sama dengan pihak luar untuk memastikan bahwa bisnis yang dijalankan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

"Ke depan, Pertamina harus lebih selektif dan berhati-hati dalam menjalin kerja sama agar praktik serupa tidak terulang. Langkah ini bukan untuk mempersulit, tetapi guna memastikan bahwa setiap mitra bisnis memiliki komitmen dan keseriusan dalam menjalankan tata kelola yang baik dan bekerja sesuai dengan regulasi yang berlaku," ungkap Meitri.

Selain itu, kasus ini harus menjadi momentum untuk melakukan reformasi dalam tata kelola perusahaan negara. Reformasi ini diharapkan dapat mengembalikan arah pengelolaan kekayaan alam negara sesuai dengan mandat konstitusi.

"Reformasi ini bukan sekadar perbaikan internal. Lebih jauh, yaitu sebagai upaya memastikan pengelolaan sumber daya energi nasional berjalan dengan transparan, akuntabel," jelas dia.

 

Komitmen Prabowo

Selain itu, lanjut Meitri,  kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023 ini terungkap di era pemerintahan Prabowo Subianto.

Hal ini jelas bahwa pemerintahan Prabowo benar serius dalam mengusut kasus dugaan korupsi dan dituntaskannya.

"Skandal ini terjadi pada rentang 2018-2023 dan berhasil terbongkar pada saat ini. Dengan demikian, terungkapnya kasus ini di era pemerintahan Prabowo adalah bukti keseriusannya dalam menciptakan pemerintahan yang bersih, berani, dan tidak mengenal kompromi terhadap tindakan yang merugikan keuangan negara," pungkasnya.

Kasus Korupsi Minyak Mentah, Ahok Siap Hadir Jika Dipanggil Kejagung

Kejaksaan Agung (Kejagung) membuka peluang memeriksa mantan Komisaris Utama (Komut) PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam upaya menuntaskan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.

Terkait hal itu, Ahok menyatakan siap dipanggil Kejagung. Menurut Politikus PDIP ini, senang memantu lembaga tersebut.

"Saya siap, saya senang membantu," kata dia dalam wawancara khusus dengan Liputan6 SCTV dikutip Jumat (28/2/2025).

Ahok kemudian singgung lemahnya pengawasan di Pertamina, sehingga melenggangkan permainan kotor di dalam pengelolaan minyak.

"Kalau soal itu kita enggak bisa tahu teknis. Itu adalah soal teknis, kalau pemasoknya mencampur ini permainan bajingan lah kenapa lo terima," ujar dia.

Lebih lanjut, Ahok menjelaskan, ahli-ahli minyak seharusnya bisa langsung melakukan pengujian, bukan baru mengetes setelah minyak tiba di Tanjung Priok.

"Kita punya insinyur-insinyur bisa ngetes dong, masa minyak masuk kapal mesin ngetes di Tanjung Priok ngetesnya. kalau gitu semua pecat aja," tambah dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya