Liputan6.com, Jakarta - Pasal-pasal terkait tembakau dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan sebagai aturan pelaksana Undang-Undang (UU) Kesehatan dinilai dapat mengancam budaya Indonesia yang telah lestari selama berabad-abad. Hal itu seperti disampaikan Budayawan Nahdlatul Ulama (NU) Candra Malik.
Candra menilai, tembakau dalam kehidupan bermasyarakat telah hadir sejak dahulu kala dalam berbagai aktivitas budaya dan sosial di Tanah Air.
"Kita ini tidak boleh lupa jati diri bangsa. Faktanya kita adalah bangsa tembakau. Bukan hanya hari ini dan kemarin. Sudah sejak ratusan, bahkan ribuan tahun sehingga wajar sudah menjadi bagian dari budaya bangsa," ujar Candra yang disampaikan melalui keterangan tertulis, Minggu (14/4/2024).
Advertisement
Dia mengatakan, pemerintah sebagai pemangku kepentingan dan regulator seharusnya memiliki tanggungjawab dalam melestarikan keberadaaan tembakau di Bumi Pertiwi.
"Jadi saya harap pemerintah itu lebih bijaksana. Berurusan dengan tembakau ini urusannya banyak, culture, spiritual, religi," kata dia.
"Tembakau telah menjadi bagian dari budaya Indonesia selama berabad-abad dan saat ini diancam oleh pemerintah lewat pasal-pasal tembakau di RPP Kesehatan," sambung Candra.
Ia juga menekankan bahwa apabila aturan tembakau di RPP Kesehatan disahkan, maka akan muncul persoalan sosial dan ekonomi yang luas.
Oleh karena itu, pihaknya secara aktif menyuarakan pentingnya perlindungan terhadap komiditi khas nusantara ini di tengah gempuran kepentingan pihak lain.
"Pentingnya kegiatan ini adalah memberitahu rakyat bahwa kita sedang menghadapi problematika besar lho, apalagi kalau ini dibiarkan," terang Candra.
Minta Perhatikan Petani Tembakau
Selain itu menurut Candra, tidak hanya kebudayaan, tetapi mata pencaharian para petani tembakau dan pekerja di industri tersebut juga terancam jika permintaan menurun imbas dari ketatnya regulasi bagi produk tembakau yang dicanangkan pemerintah lewat RPP Kesehatan.
"Total tenaga kerja yang diserap oleh industri rokok adalah sekitar 6 juta orang. Jumlah itu tersebar dari pekerja di sektor manufaktur, distribusi, hingga perkebunan," kata dia.
"Belum lagi, ada ribuan pedagang eceran dan jutaan pemilik warung sembako, termasuk pedagang asongan, yang pendapatannya bakal tergerus kalau aturan tembakau di RPP Kesehatan disahkan," tandas Candra.
Sementara itu, pedagang asongan asal Cililin, Jawa Barat yang telah berjualan sejak 1997 Udi mengatakan, hasil jualannya dalam satu hari rata-rata mencapai Rp50 ribu sampai Rp100 ribu.
"Enggak tentu lah jualan mah. Tapi, separuhnya lebih (pendapatannya) itu dari hasil jualan rokok. Kebanyakan yang beli (rokok) ketengan (eceran per batang)," kata Udi.
Dengan berjualan rokok secara eceran, Udi mendapatkan keuntungan bersih antara Rp3.000 sampai Rp 4.000. Selain rokok, barang jualan lainnya dalam kotak yang ia bawa setiap hari, antara lain adalah tisu dan barang kecil lainnya.
"Saya harap pemerintah bijaksana. Kalau saya dilarang jual (rokok) eceran berarti saya nggak bisa jualan. Nggak tahu deh nanti jualan apa," tutup Udi.
Advertisement