'Pembantaian' oleh militer terhadap pendukung Presiden Mesir terguling Mohammed Morsi membuat dunia merinding. Pertumpahan darah itu harus dikutuk.
"Pembantaian brutal terhadap rakyat sipil Mesir oleh pihak militer dan penguasa harus dikutuk oleh dunia, karena ini bentuk penodaan nyata terhadap demokrasi dan hak asasi manusia," kata Wasekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mahfudz Siddiq kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis (15/8/2013).
Menurut dia, selama ini pihak penguasa dan militer Mesir merasa telah mendapat angin segar atas tindakannya karena sikap lunak banyak negara di dunia. Padahal pembantaian ini merupakan pelanggaran HAM berat yang harus direspons oleh Komisi HAM PBB dan pengadilan kriminal internasional.
Sejarah politik Mesir, lanjut Ketua Komisi I DPR ini, sejak lama menorehkan kekerasan berdarah. Jika hasil pemilu demokratis pasca-rezim Mubarak dibiarkan dinodai lagi, maka tidak akan ada kekuatan yang mampu menegakkan demokrasi dan HAM di Negeri Piramida tersebut.
"Ini bisa menjadi pola menular di negara-negara lain yang alami The Arab Spring. Indonesia mesti bersuara keras. Jangan diam. Presiden SBY harus di baris depan menyikapi masalah ini," pungkas Mahfudz.
Sudah 278 orang tewas dalam bentrokan berdarah di Mesir. Wapres Mohamed Elbaradei pun mundur karena tak kuat menanggung beban 1 tetes darah yang tertumpah. Status darurat nasional diberlakukan. Jam malam diterapkan di 14 provinsi. Siapapun yang melanggar jam malam akan dijebloskan ke dalam penjara. (Adm/Sss)
"Pembantaian brutal terhadap rakyat sipil Mesir oleh pihak militer dan penguasa harus dikutuk oleh dunia, karena ini bentuk penodaan nyata terhadap demokrasi dan hak asasi manusia," kata Wasekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mahfudz Siddiq kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis (15/8/2013).
Menurut dia, selama ini pihak penguasa dan militer Mesir merasa telah mendapat angin segar atas tindakannya karena sikap lunak banyak negara di dunia. Padahal pembantaian ini merupakan pelanggaran HAM berat yang harus direspons oleh Komisi HAM PBB dan pengadilan kriminal internasional.
Sejarah politik Mesir, lanjut Ketua Komisi I DPR ini, sejak lama menorehkan kekerasan berdarah. Jika hasil pemilu demokratis pasca-rezim Mubarak dibiarkan dinodai lagi, maka tidak akan ada kekuatan yang mampu menegakkan demokrasi dan HAM di Negeri Piramida tersebut.
"Ini bisa menjadi pola menular di negara-negara lain yang alami The Arab Spring. Indonesia mesti bersuara keras. Jangan diam. Presiden SBY harus di baris depan menyikapi masalah ini," pungkas Mahfudz.
Sudah 278 orang tewas dalam bentrokan berdarah di Mesir. Wapres Mohamed Elbaradei pun mundur karena tak kuat menanggung beban 1 tetes darah yang tertumpah. Status darurat nasional diberlakukan. Jam malam diterapkan di 14 provinsi. Siapapun yang melanggar jam malam akan dijebloskan ke dalam penjara. (Adm/Sss)