Wiji Thukul, penyair protes, itu pada Senin (26/8/2013) ini tepat berusia 50 tahun. Penyair itu dinyatakan hilang, 2 bulan sebelum Orde Baru tumbang pada 21 Mei 1998.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) menengarai, Thukul hilang berkaitan dengan aktivitas keseniannya. "Saat itu bertepatan dengan peningkatan operasi represif yang dilakukan ole rezim Orde Baru dalam upaya pembersihan aktivitas politik yang berlawanan dengan Orde Baru," tulis Kontras dalam siaran persnya, April 2000 silam.
Pada Agustus 1996, Thukul pamit kepada istrinya, Sipon, untuk pergi bersembunyi. Sejak itu, ia mengembara dari satu kota ke kota lain, menghindar dari kejaran militer yang menganggap puisinya menghasut para aktivis untuk menentang rezim Soeharto. Namun, ia tak pernah pulang ke rumah.
Thukul lahir 23 Agustus 1963 di Solo. Aktif berkesenian sejak SMP ketika bergabung dengan Sanggar Teater Jagat. Lulus dari SMP, ia Thukul melanjutkan studi di Sekolah Menengah Karawitan Indonesia meski tak sampai lulus. Di samping aktif berteater, Thukul juga menulis puisi. Puisinya pernah dibacakan di Radio PTPN Solo dan dimuat di sejumlah koran.
Pergumulannya dengan kesenian kerakyatan semakin intens ketika mulai mengembangkan aktivitas kesenian di kampung bersama teman-temannya, sesama kaum buruh. Â
Di masa menjelang reformasi, ada satu frasa yang begitu kuat dan dipakai dalam demonstrasi, yakni "Hanya Satu Kata: Lawan!" Frasa itu berasal dari sajak yang dibuat 1986 berjudul Peringatan. Berikut teks lengkapnya:
Jika rakyat pergi
Ketika penguasa pidato
Kita harus hati-hati
Barangkali mereka putus asa
.
Kalau rakyat bersembunyi
Dan berbisik-bisik
Ketika membicarakan masalahnya sendiri
Penguasa harus waspada dan belajar mendengar
.
Bila rakyat berani mengeluh
Itu artinya sudah gawat
Dan bila omongan penguasa
Tidak boleh dibantah
Kebenaran pasti terancam
.
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: lawan!
Sampai hari ini, Thukul belum kembali. Hilang tak tentu rimba. Para anggota Tim Mawar, sekelompok anggota Kopassus yang melakukan penculikan para aktivis pada 1997-1998, dalam persidangan, mengaku tak membawa Thukul. (Yus/Mut)
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) menengarai, Thukul hilang berkaitan dengan aktivitas keseniannya. "Saat itu bertepatan dengan peningkatan operasi represif yang dilakukan ole rezim Orde Baru dalam upaya pembersihan aktivitas politik yang berlawanan dengan Orde Baru," tulis Kontras dalam siaran persnya, April 2000 silam.
Pada Agustus 1996, Thukul pamit kepada istrinya, Sipon, untuk pergi bersembunyi. Sejak itu, ia mengembara dari satu kota ke kota lain, menghindar dari kejaran militer yang menganggap puisinya menghasut para aktivis untuk menentang rezim Soeharto. Namun, ia tak pernah pulang ke rumah.
Thukul lahir 23 Agustus 1963 di Solo. Aktif berkesenian sejak SMP ketika bergabung dengan Sanggar Teater Jagat. Lulus dari SMP, ia Thukul melanjutkan studi di Sekolah Menengah Karawitan Indonesia meski tak sampai lulus. Di samping aktif berteater, Thukul juga menulis puisi. Puisinya pernah dibacakan di Radio PTPN Solo dan dimuat di sejumlah koran.
Pergumulannya dengan kesenian kerakyatan semakin intens ketika mulai mengembangkan aktivitas kesenian di kampung bersama teman-temannya, sesama kaum buruh. Â
Di masa menjelang reformasi, ada satu frasa yang begitu kuat dan dipakai dalam demonstrasi, yakni "Hanya Satu Kata: Lawan!" Frasa itu berasal dari sajak yang dibuat 1986 berjudul Peringatan. Berikut teks lengkapnya:
Jika rakyat pergi
Ketika penguasa pidato
Kita harus hati-hati
Barangkali mereka putus asa
.
Kalau rakyat bersembunyi
Dan berbisik-bisik
Ketika membicarakan masalahnya sendiri
Penguasa harus waspada dan belajar mendengar
.
Bila rakyat berani mengeluh
Itu artinya sudah gawat
Dan bila omongan penguasa
Tidak boleh dibantah
Kebenaran pasti terancam
.
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: lawan!
Sampai hari ini, Thukul belum kembali. Hilang tak tentu rimba. Para anggota Tim Mawar, sekelompok anggota Kopassus yang melakukan penculikan para aktivis pada 1997-1998, dalam persidangan, mengaku tak membawa Thukul. (Yus/Mut)