Berita penyekapan dan penganiayaan belasan pembantu rumah tangga (PRT) yang menghebohkan seantero nusantara, membuat sang tuan rumah angkat bicara. Brigjen Pol Purn Mangisi Sitompul (MS), pemilik rumah mewah yang diduga dijadikan tempat untuk menyimpan 16 PRT itu menjawab kritikan publik, setelah sang istri dikabarkan yang melakukan penyekapan dan disertai dengan penganiayaan tersebut.
Namun, sang jenderal membantah jika istrinya melakukan tindakan pelanggaran hukum terhadap para PRT yang dipekerjakannya di rumah yang beralamat di Blok C5 No 18 Jalan Danau Mantana, Kelurahan Tegallega Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat itu.
"Di rumah saya tidak terjadi penyekapan, para pekerja itu di rumah dalam keadaan bebas," kata Mangisi saat menggelar jumpa pers di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (22/2/2014).
Bahkan menurut Mangisi, kunci gerbang rumahnya dipegang oleh salah satu di antara PRT tersebut yang bernama Agus. Kebetulan, Agus ini sudah lama bekerja dengannya. Ia juga mengatakan, istrinya telah memberikan perhatian kepada para pembantu dengan sangat manusiawi. Para pembantu tak jarang diberikan jajanan untuk dimakan.
"Setiap pagi kalau ada tukang roti yang lewat kita panggil buat mereka dan itu saya yang bayar, kadang-kadang 150 ribu kadang sampai 250 ribu, itu memang untuk persediaan beberapa hari," paparnya.
Siap Diperiksa
Sebagai mantan pejabat Polri, Mangisi beserta istrinya mengaku siap menjalani pemeriksaan oleh aparat kepolisian terkait kasus dugaan penyekapan dan disertai dengan penganiayaan kepada belasan PRT itu.
"Panggilan sudah ada, saya siap untuk datang ke sana bersama istri," ungkapnya.
Meski membantah menyekap para PRT, mantan Kapuslitbang Polri itu meminta maaf kepada Kapolri dan instansi yang membesarkannya. Sebab, pemberitaan terkait dugaan penyekapan di rumahnya telah mengganggu Polri.
"Izinkan saya menyampaikan permohonan maaf saya kepada Kapolri beserta keluarga besar Polri," tutur Mangisi.
Untuk penyelidikan lebih lanjut, aparat kepolisian dari Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Kepolsiain Resor Bogor Kota melakukan olah TKP dirumah sang jenderal. Namun sayang, olah TKP itu berlangsung tertutup.
Aparat kepolisian datang kerumah sang jenderal dengan menggunakan 3 mobil yang terdiri dari 2 mobil kijang warna abu-abu dan hijau dan 1 mobil Xenia warna silver. Ketiga mobil itu terparkir tepat di depan rumah berpagar warna hitam tersebut.
Sekitar pukul 15.30 WIB Jumat kemarin, polisi juga terlihat membawa Ibu RT setempat yaitu Sri Hendardi. Sesekali pintu pagar rumah itu dibuka untuk menerima anggota polisi yang hilir mudik masuk ke dalam. Tak ada penjagaan ketat dari polisi di sekitar rumah.
Punya PRT Banyak
Meski siap diperiksa terkait dugaan penyekapan dan penganiayan, namun banyak pihak masih bertanya terkait kepemilihan pembantu rumah tangga (PRT) yang jumlahnya cukup banyak untuk mengurus satu rumah sang jenderal.
Bahkan, ada dugaan para PRT tersebut akan menjadi korban perdagangan orang alias Human trafficking. Benarkah demikian?.
Ternyata, Brigjen Pol (Purn) Mangisi Sitompul (MS) selaku pemilik rumah mengaku akan mempekerjakan 4 dari 16 orang pembantunya itu sebagai penjaga dan mengurus peternakan ikan lele miliknya di kawasan Bogor.
"Ada empat orang yang sudah saya siapkan untuk kerja di peternakan lele di daerah Bogor. Disana juga disiapkan rumah buat mereka tinggal cuma belum jadi," paparnya.
Jenderal bintang 1 polisi ini berujar, Ia dan istrinya sengaja menampung para PRT atas dasar kemanusiaan. Karena, banyak dari mereka yang kesusahan dan kebetulan sempat terlantar di Terminal Pulo Gadung. Termasuk Yuiana Lewir (17), yang melaporkan kasus penyekapan tersebut kepada aparat kepolisian.
Juru bicara keluarga, Victor Nadapdap, menyatakan ada 16 PRT yang dipekerjakan di rumah tersebut. 5 orang di antaranya adalah laki-laki, sisanya perempuan. Awalnya, para PRT laki-laki ini akan dipekerjakan untuk mengurusi peternakan ikan lele milik keluarga MS.
"Pada saat saya tanya kepada PRT tersebut, sebenarnya para pembantu ini tidak melakukan pekerjaan seperti pembantu. Karena untuk kebutuhan makan, istri Pak MS sendiri yang masak. Sedangkan untuk nyuci ada mesin cuci dan menggosok itu hanya dilakukan tiga pembantu saja," kata Victor di Bogor, Jumat 21 Februari 2014 kemarin.
"Nanti bisa dibuktikan di persidangan, sekarang polisi masih memproses penyelidikan. Kita harus tunggu hasilnya nanti," jelasnya
Pelapor Terlantar
Victor juga menjelaskan, Yuiana Lewir yang melaporkan kasus penyekapan tersebut kepada aparat kepolisian pernah telantar bersama ibunya bernama Melinda di Terminal Pulogadung sebelum akhirnya ditolong pihak keluarga Brigjen Mangisi untuk dipekerjakan sebagai PRT.
"Awalnya Yuliana dibawa oleh ibunya, Melinda, dari Lampung yang bekerja di perkebunan kelapa sawit. Lalu pergi ke Jakarta, telantar di Pulogadung. Kemudian di sana ada orang sebagai penyalur tenaga kerja lalu diserahkan kepada ibu MS," tutur Victor.
Yuliana pun dibawa ke Bogor untuk dipekerjakan di rumah MS. Sedangkan Melinda dibawa ke Sumatera Utara untuk dipekerjakan di rumah mertua Brigjen Mangisi.
Yuliana, sambung Victor, sebenarnya baru bekerja di rumah MS selama 3 bulan. "Sedangkan Ibunya (Melinda) dipekerjakan di Rumah orangtua ibu (mertua MS) yang sudah renta dan jompo," ungkapnya.
Victor kembali membantah Yuliana dan pekerja lainnya mendapatkan perlakuan kasar dari istri sang jenderal. "Penganiayaan tidak pernah terjadi, tetapi hak untuk Yuliana (korban) untuk melaporkan hal tersebut. Sekarang proses masih berjalan," paparnya.
Menurut Victor, istri sang jenderal tidak pernah melakukan penyekapan. Hal ini dibuktikan dengan diizinkannya para pembantu untuk membeli roti dan bakso pada pagi hari.
Para pembantu yang laki-laki juga diperbolehkan keluar rumah untuk membeli rokok di warung. "Kalo nyapu atau nyuci mobil, gerbang pintunya dibuka lebar," jelasnya.
Polisi Tetap Netral
Kasus tersebut ternyata juga menjadi perhatian Kapolda Jawa Barat Irjen Pol M. Iriawan. Lantaran, kasus tersebut terjadi diwilayahnya.
Iriawan menjelaskan, pihaknya akan memberikan sanksi tegas terhadap siapapun yang melanggar hukum meskipun dia merupakan sanak maupun keluarga dari seorang jenderal polisi.
"Buat kita semua sama di mata hukum. Kalau memang nantinya ada indikasi seperti yang dilaporkan, maka harus diproses sesuai aturan yang ada," kata Iriawan saat berbincang dengan Liputan6.com ketika melakukan pengecekan jalur Kereta Api di Stasiun Bogor, Jawa Barat, Kamis 20 Februari 2014 lalu.
Kemudian, kata Iriawan, kasus tersebut sekarang sedang dalam proses pemeriksaan pendalaman oleh Polres Bogor Kota. "Jadi ada satu laporan ke polres atas nama Yuliana di mana yang bersangkutan merasa disekap dan melarikan diri dari rumah tersebut," ucapnya.
Selain Kapolda Jawa Barat, kasus penyekapan yang kini menjadi pemberitaan nasional itu juga menarik perhatian Mabes Polri. Kadiv Humas Polri Irjen Ronny F Sompie memastikan tidak ada intervensi dalam proses penyelesaian kasus yang melibatkan istri dari jenderal polisi itu. Hal ini tentunya untuk menegakkan profesionalitas kinerja kepolisian dalam menangani sebuah perkara.
"Tidak ada intervensi dari MS. Hari ini penyidik sudah bertemu MS," Kata Ronny di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis 20 Februari 2014 lalu.
Ronny menjelaskan, jika ada intervensi dalam proses penyelidikan dari purnawirawan berpangkat Brigjen itu, Polri siap mem-backup Polres Bogor Kota dan Polda Jawa Barat. "Kalau membutuhkan backup, Mabes Polri bisa memberi bantuan. Saya kira Polda Jabar sudah melakukannya," ujar Ronny.
Maka itu, Ronny menjamin kasus ini akan diselidiki hingga tuntas. Sebab, Polri sudah meminta Polda Jabar untuk melakukan penyelidikan. Selanjutnya, Polda Jabar sudah memerintahkan Polres Bogor Kota untuk menyelidiki.
"Kita berikan kesempatan kepada Polres Bogor Kota secara tuntas untuk menentukan kasus ini, apakah masuk kasus pidana," ungkapnya.
Untuk itu, Polisi akan memeriksa istri Brigjen Pol (Purn) Mangisi yang diduga menganiaya sejumlah pembantunya pada pekan depan. Saat ini, polisi sudah memeriksa para saksi yang merupakan pembantu di rumah Brigjen Mangisi di Bogor, Jawa Barat.
"Ibu MS akan diperiksa minggu depan. Kami harap ini bisa diselesaikan," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Pol Agus Rianto di kantornya, Jakarta, Jumat 21 Februari 2014 kemarin.
Agus menambahkan, pemeriksaan istri MS baru bisa dilakukan pekan depan karena Polresta Bogor hingga saat ini masih menyelesaikan pemeriksaan 21 saksi yang sebagian besar merupakan para pembantu yang bekerja di rumah pensiunan Kapuslitbang Mabes Polri itu.
"Mulai beberapa hari lalu sampai kemarin, 17 orang (pembantu) sudah dimintai keterangan, termasuk pelapor di dalamnya yaitu YL, kemudian pihak keluarga, RT dan RW setempat," ungkap dia.
Namun, Agus masih merahasiakan hasil pemeriksaan para saksi itu. Alasannya, untuk kepentingan penyelidikan. Sehingga tidak menimbulkan berbagai persepsi. "Yang jelas, hasil pemeriksaan itu menjadi bahan analisa penyidik. Apapun penjelasannya, itu baru sepihak dari para saksi," terang Agus. (Adm/Mut)
Baca Juga:
13 PRT Disekap Istri Jenderal Diperiksa LPSK
Warga Kepung Rumah Istri Jenderal Penyekap 16 PRT
Hamil di Rumah Jenderal, PRT: Persalinan Saya Dibiayai Ibu
Namun, sang jenderal membantah jika istrinya melakukan tindakan pelanggaran hukum terhadap para PRT yang dipekerjakannya di rumah yang beralamat di Blok C5 No 18 Jalan Danau Mantana, Kelurahan Tegallega Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat itu.
"Di rumah saya tidak terjadi penyekapan, para pekerja itu di rumah dalam keadaan bebas," kata Mangisi saat menggelar jumpa pers di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (22/2/2014).
Bahkan menurut Mangisi, kunci gerbang rumahnya dipegang oleh salah satu di antara PRT tersebut yang bernama Agus. Kebetulan, Agus ini sudah lama bekerja dengannya. Ia juga mengatakan, istrinya telah memberikan perhatian kepada para pembantu dengan sangat manusiawi. Para pembantu tak jarang diberikan jajanan untuk dimakan.
"Setiap pagi kalau ada tukang roti yang lewat kita panggil buat mereka dan itu saya yang bayar, kadang-kadang 150 ribu kadang sampai 250 ribu, itu memang untuk persediaan beberapa hari," paparnya.
Siap Diperiksa
Sebagai mantan pejabat Polri, Mangisi beserta istrinya mengaku siap menjalani pemeriksaan oleh aparat kepolisian terkait kasus dugaan penyekapan dan disertai dengan penganiayaan kepada belasan PRT itu.
"Panggilan sudah ada, saya siap untuk datang ke sana bersama istri," ungkapnya.
Meski membantah menyekap para PRT, mantan Kapuslitbang Polri itu meminta maaf kepada Kapolri dan instansi yang membesarkannya. Sebab, pemberitaan terkait dugaan penyekapan di rumahnya telah mengganggu Polri.
"Izinkan saya menyampaikan permohonan maaf saya kepada Kapolri beserta keluarga besar Polri," tutur Mangisi.
Untuk penyelidikan lebih lanjut, aparat kepolisian dari Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Kepolsiain Resor Bogor Kota melakukan olah TKP dirumah sang jenderal. Namun sayang, olah TKP itu berlangsung tertutup.
Aparat kepolisian datang kerumah sang jenderal dengan menggunakan 3 mobil yang terdiri dari 2 mobil kijang warna abu-abu dan hijau dan 1 mobil Xenia warna silver. Ketiga mobil itu terparkir tepat di depan rumah berpagar warna hitam tersebut.
Sekitar pukul 15.30 WIB Jumat kemarin, polisi juga terlihat membawa Ibu RT setempat yaitu Sri Hendardi. Sesekali pintu pagar rumah itu dibuka untuk menerima anggota polisi yang hilir mudik masuk ke dalam. Tak ada penjagaan ketat dari polisi di sekitar rumah.
Punya PRT Banyak
Meski siap diperiksa terkait dugaan penyekapan dan penganiayan, namun banyak pihak masih bertanya terkait kepemilihan pembantu rumah tangga (PRT) yang jumlahnya cukup banyak untuk mengurus satu rumah sang jenderal.
Bahkan, ada dugaan para PRT tersebut akan menjadi korban perdagangan orang alias Human trafficking. Benarkah demikian?.
Ternyata, Brigjen Pol (Purn) Mangisi Sitompul (MS) selaku pemilik rumah mengaku akan mempekerjakan 4 dari 16 orang pembantunya itu sebagai penjaga dan mengurus peternakan ikan lele miliknya di kawasan Bogor.
"Ada empat orang yang sudah saya siapkan untuk kerja di peternakan lele di daerah Bogor. Disana juga disiapkan rumah buat mereka tinggal cuma belum jadi," paparnya.
Jenderal bintang 1 polisi ini berujar, Ia dan istrinya sengaja menampung para PRT atas dasar kemanusiaan. Karena, banyak dari mereka yang kesusahan dan kebetulan sempat terlantar di Terminal Pulo Gadung. Termasuk Yuiana Lewir (17), yang melaporkan kasus penyekapan tersebut kepada aparat kepolisian.
Juru bicara keluarga, Victor Nadapdap, menyatakan ada 16 PRT yang dipekerjakan di rumah tersebut. 5 orang di antaranya adalah laki-laki, sisanya perempuan. Awalnya, para PRT laki-laki ini akan dipekerjakan untuk mengurusi peternakan ikan lele milik keluarga MS.
"Pada saat saya tanya kepada PRT tersebut, sebenarnya para pembantu ini tidak melakukan pekerjaan seperti pembantu. Karena untuk kebutuhan makan, istri Pak MS sendiri yang masak. Sedangkan untuk nyuci ada mesin cuci dan menggosok itu hanya dilakukan tiga pembantu saja," kata Victor di Bogor, Jumat 21 Februari 2014 kemarin.
"Nanti bisa dibuktikan di persidangan, sekarang polisi masih memproses penyelidikan. Kita harus tunggu hasilnya nanti," jelasnya
Pelapor Terlantar
Victor juga menjelaskan, Yuiana Lewir yang melaporkan kasus penyekapan tersebut kepada aparat kepolisian pernah telantar bersama ibunya bernama Melinda di Terminal Pulogadung sebelum akhirnya ditolong pihak keluarga Brigjen Mangisi untuk dipekerjakan sebagai PRT.
"Awalnya Yuliana dibawa oleh ibunya, Melinda, dari Lampung yang bekerja di perkebunan kelapa sawit. Lalu pergi ke Jakarta, telantar di Pulogadung. Kemudian di sana ada orang sebagai penyalur tenaga kerja lalu diserahkan kepada ibu MS," tutur Victor.
Yuliana pun dibawa ke Bogor untuk dipekerjakan di rumah MS. Sedangkan Melinda dibawa ke Sumatera Utara untuk dipekerjakan di rumah mertua Brigjen Mangisi.
Yuliana, sambung Victor, sebenarnya baru bekerja di rumah MS selama 3 bulan. "Sedangkan Ibunya (Melinda) dipekerjakan di Rumah orangtua ibu (mertua MS) yang sudah renta dan jompo," ungkapnya.
Victor kembali membantah Yuliana dan pekerja lainnya mendapatkan perlakuan kasar dari istri sang jenderal. "Penganiayaan tidak pernah terjadi, tetapi hak untuk Yuliana (korban) untuk melaporkan hal tersebut. Sekarang proses masih berjalan," paparnya.
Menurut Victor, istri sang jenderal tidak pernah melakukan penyekapan. Hal ini dibuktikan dengan diizinkannya para pembantu untuk membeli roti dan bakso pada pagi hari.
Para pembantu yang laki-laki juga diperbolehkan keluar rumah untuk membeli rokok di warung. "Kalo nyapu atau nyuci mobil, gerbang pintunya dibuka lebar," jelasnya.
Polisi Tetap Netral
Kasus tersebut ternyata juga menjadi perhatian Kapolda Jawa Barat Irjen Pol M. Iriawan. Lantaran, kasus tersebut terjadi diwilayahnya.
Iriawan menjelaskan, pihaknya akan memberikan sanksi tegas terhadap siapapun yang melanggar hukum meskipun dia merupakan sanak maupun keluarga dari seorang jenderal polisi.
"Buat kita semua sama di mata hukum. Kalau memang nantinya ada indikasi seperti yang dilaporkan, maka harus diproses sesuai aturan yang ada," kata Iriawan saat berbincang dengan Liputan6.com ketika melakukan pengecekan jalur Kereta Api di Stasiun Bogor, Jawa Barat, Kamis 20 Februari 2014 lalu.
Kemudian, kata Iriawan, kasus tersebut sekarang sedang dalam proses pemeriksaan pendalaman oleh Polres Bogor Kota. "Jadi ada satu laporan ke polres atas nama Yuliana di mana yang bersangkutan merasa disekap dan melarikan diri dari rumah tersebut," ucapnya.
Selain Kapolda Jawa Barat, kasus penyekapan yang kini menjadi pemberitaan nasional itu juga menarik perhatian Mabes Polri. Kadiv Humas Polri Irjen Ronny F Sompie memastikan tidak ada intervensi dalam proses penyelesaian kasus yang melibatkan istri dari jenderal polisi itu. Hal ini tentunya untuk menegakkan profesionalitas kinerja kepolisian dalam menangani sebuah perkara.
"Tidak ada intervensi dari MS. Hari ini penyidik sudah bertemu MS," Kata Ronny di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis 20 Februari 2014 lalu.
Ronny menjelaskan, jika ada intervensi dalam proses penyelidikan dari purnawirawan berpangkat Brigjen itu, Polri siap mem-backup Polres Bogor Kota dan Polda Jawa Barat. "Kalau membutuhkan backup, Mabes Polri bisa memberi bantuan. Saya kira Polda Jabar sudah melakukannya," ujar Ronny.
Maka itu, Ronny menjamin kasus ini akan diselidiki hingga tuntas. Sebab, Polri sudah meminta Polda Jabar untuk melakukan penyelidikan. Selanjutnya, Polda Jabar sudah memerintahkan Polres Bogor Kota untuk menyelidiki.
"Kita berikan kesempatan kepada Polres Bogor Kota secara tuntas untuk menentukan kasus ini, apakah masuk kasus pidana," ungkapnya.
Untuk itu, Polisi akan memeriksa istri Brigjen Pol (Purn) Mangisi yang diduga menganiaya sejumlah pembantunya pada pekan depan. Saat ini, polisi sudah memeriksa para saksi yang merupakan pembantu di rumah Brigjen Mangisi di Bogor, Jawa Barat.
"Ibu MS akan diperiksa minggu depan. Kami harap ini bisa diselesaikan," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Pol Agus Rianto di kantornya, Jakarta, Jumat 21 Februari 2014 kemarin.
Agus menambahkan, pemeriksaan istri MS baru bisa dilakukan pekan depan karena Polresta Bogor hingga saat ini masih menyelesaikan pemeriksaan 21 saksi yang sebagian besar merupakan para pembantu yang bekerja di rumah pensiunan Kapuslitbang Mabes Polri itu.
"Mulai beberapa hari lalu sampai kemarin, 17 orang (pembantu) sudah dimintai keterangan, termasuk pelapor di dalamnya yaitu YL, kemudian pihak keluarga, RT dan RW setempat," ungkap dia.
Namun, Agus masih merahasiakan hasil pemeriksaan para saksi itu. Alasannya, untuk kepentingan penyelidikan. Sehingga tidak menimbulkan berbagai persepsi. "Yang jelas, hasil pemeriksaan itu menjadi bahan analisa penyidik. Apapun penjelasannya, itu baru sepihak dari para saksi," terang Agus. (Adm/Mut)
Baca Juga:
13 PRT Disekap Istri Jenderal Diperiksa LPSK
Warga Kepung Rumah Istri Jenderal Penyekap 16 PRT
Hamil di Rumah Jenderal, PRT: Persalinan Saya Dibiayai Ibu