Hilangkan Stres dengan Gaya Hidup Stoikisme Agar Lebih Bahagia

Perubahan rutinitas yang serba di rumah tidak menambah waktu Anda untuk bisa bersantai lebih lama.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Agu 2021, 16:09 WIB
Diterbitkan 06 Agu 2021, 07:00 WIB
mencintai diri sendiri
ilustrasi perempuan bahagia/Photo by Jhefferson Santos from Pexels

Liputan6.com, Jakarta Hiruk pikuk situasi saat ini membuat semua orang tidak nyaman. Perubahan rutinitas yang serba di rumah tidak menambah waktu Anda untuk bisa bersantai lebih lama. Mungkin bagi sebagian orang, bekerja di rumah justru lebih sulit dibandingkan di tempat kerja.

Masalah yang seharusnya diselesaikan di tempat kerja tercampur dengan masalah yang ada di rumah. Menurut survei yang dilakukan Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), ada sebanyak 64,3 persen dari 1.522 responden yang tergabung mengalami perasaan cemas dan depresi akibat pandemi. Kemudian, trauma psikologis tercatat sebanyak 80 persen dari jumlah responden yang terlibat.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, filsuf stoicism menawarkan serta merekomendasikan beberapa cara dan gaya hidup untuk mengurangi permasalahan di hidup Anda, salah satunya mengendalikan stres. Filsafat dan cara pandang ini  dicetuskan oleh Zeno pada abad 300SM.

Istilah lain dari penyebutan stoicism adalah filosofi teras. Nilai-nilai itu diberikan dan mengalir seperti obrolan ringan di depan teras. Seneca, Epictetus, dan Marcus Aurelius adalah tokoh besar yang memperkenalkan stoikisme menjadi lebih luas lagi. 

 

 

 

Emosi Negatif
Ilustrasi Bebas dari Emosi Negatif Credit: pexels.com/AndreaPiacquadio

Jangan Berusaha Untuk Sesuatu di Luar Kontrol

Hal menarik yang ditawarkan salah satunya untuk mendorong setiap orang berusaha mengurangi emosi atau pikiran negatif dalam diri. Misalnya, stres, marah, benci, sedih, dan emosi negatif lainnya.

Prinsip hidup dari stoikisme adalah membedakan mana hal yang dapat kita kontrol dan tidak. Namun, kerap kali orang-orang memikirkan dan berusaha untuk mengontrol sesuatu di luar kendalinya, contohnya kesehatan atau kekayaan,

Selain itu, bergantung dan membandingkan diri dengan orang lain secara berlebihan pun dianggap negatif, hal-hal seperti itulah yang akan menarik kita ke dalam pusaran emosi negatif secara berlarut-larut. Masalah yang seharusnya bisa diselesaikan dengan cepat, menjadi lebih lama.

Dengan tidak terlalu sering memikirkan hal-hal di luar kendali, kebahagiaan yang dirasakan akan bergantung pada apa yang kita pikirkan. Hanya diri kitalah yang mampu menciptakan kebahagiaan itu sendiri.

Semua yang Terjadi Adalah Tentang Persepsi

Gaya hidup stoikisme mengajarkan kita untuk berpikir sederhana dalam melihat masalah, memandang sesuatu, dan dalam hal apapun. Ketika masalah datang, sering kali pikiran-pikiran negatif yang justru menambah masalah tersebut menjadi lebih besar.

Keputusan yang diberikan lahir dari cara seseorang memandang sebuah masalah. Masalah yang datang jika dipikirkan dengan emosi yang positif, akan memberikan keputusan yang bijak dalam hidup Anda. Misalnya, dua orang tersebut gagal mendapatkan pekerjaan.

Orang yang hanya mengeluh, marah, kesal, dan tidak melakukan apa-apa tidak akan membuat dirinya tidak berkembang.

Sementara itu, orang yang berusaha untuk mengasah kemampuan, mempelajari kesalahan, memanfaatkan momentum kegagalannya untuk melangkah, akan membuatnya menjadi orang yang lebih sukses dibanding hanya mengeluh dan tidak melakukan apa apa.

Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa apa yang selama ini terjadi dalam hidup terjadi di bawah kontrol setiap kita. Keputusan dan langkah apa yang akan diambil, misi dan visi apa yang akan dicapai. Dengan memberikan pemahaman dan sudut pandang yang positif, hidup akan menjadi lebih ringan dan bahagia untuk dijalankan.

“Kita bukannya punya waktu yang sedikit untuk hidup, tetapi kitalah yang membuang banyak waktu tersebut” ⎼ Seneca

Reporter: Caroline Saskia

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya